PALEMBANG, NUSALY – Praktik kontrak kerja yang berulang-ulang hingga bertahun-tahun tanpa pengangkatan menjadi pegawai tetap, disinyalir menjadi modus untuk menghindari kewajiban perusahaan. Dugaan ini kini terkuak dalam sidang di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Palembang, melibatkan PT Permata Surya Abadi, perusahaan vendor penyedia tenaga kerja di Hotel Beston Palembang. Kasus ini bermula dari gugatan yang dilayangkan oleh Endang Wahyuni, seorang mantan koki yang telah mengabdi selama 10 tahun namun dipecat secara sepihak tanpa menerima hak-hak normatif, termasuk pesangon.
Endang, yang merasa diperlakukan tidak adil, menggandeng tim kuasa hukum dari kantor Rizal Syamsul & Partners untuk memperjuangkan haknya melalui jalur hukum. Saat ini, sidang gugatan telah memasuki tahap pembuktian dengan menghadirkan sejumlah saksi yang juga merupakan mantan karyawan Hotel Beston Palembang.
Rizal Syamsul, kuasa hukum Endang, mengungkapkan bahwa tiga saksi yang dihadirkan di persidangan juga mengalami nasib serupa: mereka mengaku telah bekerja bertahun-tahun namun berstatus kontrak dan tidak pernah diangkat menjadi karyawan tetap. Yang lebih ironis, setelah hubungan kerja mereka berakhir, tak satu pun dari mereka yang menerima uang pesangon sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
“Tiga saksi yang kami hadirkan itu juga mengalami perlakuan serupa seperti klien kami. Mereka terus-menerus dikontrak tanpa ada pengangkatan sebagai pegawai tetap. Akhirnya terpaksa mengundurkan diri begitu saja,” jelas Rizal saat diwawancarai Jumat, 1 Agustus 2025.
Modus Kontrak Berulang dan Tekanan Terhadap Saksi
Dari keterangan saksi-saksi tersebut, terungkap dugaan kuat bahwa pihak manajemen Hotel Beston Palembang melalui bagian HRD sengaja menerapkan sistem kontrak berkepanjangan. Modus ini disinyalir bertujuan untuk menghindari kewajiban memberikan pesangon atau mengangkat karyawan sebagai pegawai tetap. “Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan di lingkungan kerja. Karyawan dibuat seolah-olah harus mengundurkan diri secara sukarela agar perusahaan tak punya kewajiban memberikan hak normatif sesuai undang-undang,” urai Rizal.
Praktik kontrak tahunan yang berlanjut hingga satu dekade seperti kasus Endang jelas-jelas berpotensi melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU Nomor 13 Tahun 2003, dan perubahannya). UU tersebut sejatinya membatasi masa kerja kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT) hanya dalam jangka waktu tertentu, yang setelahnya karyawan wajib diangkat menjadi pegawai tetap (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu/PKWTT) atau diberikan kompensasi.
Lebih lanjut, Rizal menambahkan, pihaknya telah mengantongi sejumlah bukti kuat terkait dugaan pelanggaran hak-hak karyawan. Bahkan, setelah perkara ini masuk ke persidangan, beberapa saksi dikabarkan mendapat tekanan dari pihak tergugat. “Saksi kami mendapat ancaman untuk mencabut pernyataan dan pemberitaan yang beredar. Padahal, seharusnya semua klarifikasi disampaikan di persidangan karena ini sudah masuk dalam ranah hukum,” tegasnya, menekankan pentingnya independensi proses hukum.
Perjuangan Keadilan dan Harapan untuk Pengawasan
Endang Wahyuni sendiri, dalam wawancara sebelumnya, mengaku sangat kecewa atas pemecatan sepihak oleh PT Permata Surya Abadi. Alasan “regenerasi karyawan” yang diberikan manajemen hotel dinilainya sangat tidak masuk akal, mengingat rekam jejaknya yang profesional tanpa masalah selama satu dekade. Bahkan, menjelang diberhentikan, pihak hotel sempat menawarkan kontrak kerja berdurasi hanya tiga bulan, yang Endang curigai sebagai “akal-akalan” agar masa kerjanya tidak memenuhi syarat pengangkatan pegawai tetap dan kewajiban pesangon.
Dalam proses mediasi di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), Endang menyebutkan bahwa pihak Disnaker sempat mengindikasikan adanya pelanggaran dalam sistem kontrak kerja hotel tersebut. Meski demikian, dalam gugatannya ke PHI, Endang tidak menuntut pengangkatan sebagai pegawai tetap, melainkan hanya meminta hak pesangon atas masa kerjanya yang panjang. Namun, permintaan ini pun ditolak, dan ia hanya ditawari kompensasi Rp3,5 juta tanpa surat pengalaman kerja.
Rizal Syamsul menegaskan, pihaknya akan terus memperjuangkan keadilan tidak hanya bagi Endang, tetapi juga bagi para pekerja hotel lainnya yang merasa dirugikan. Ia bahkan meminta pihak terkait, seperti Disnakertrans, untuk melakukan sidak langsung terhadap dugaan pelanggaran UU Ketenagakerjaan di Hotel Beston Palembang.
“Jangan sampai pekerja yang sudah mengabdi puluhan tahun hanya diperlakukan seperti barang habis pakai. Kami ingin keadilan ditegakkan,” pungkas Rizal. Kasus ini bisa menjadi preseden penting bagi sektor ketenagakerjaan di bidang perhotelan jika tidak diselesaikan dengan adil, menekankan urgensi perlindungan hukum bagi tenaga kerja. Persidangan masih terus berlanjut, dan publik kini menanti sejauh mana keadilan dapat ditegakkan bagi para pekerja. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.