Banner Sumsel Maju untuk Semua
Headline

BPK Temukan Miliaran Rupiah Obat Mendekati Kedaluwarsa di RSUD Ogan Ilir, Kualitas Layanan Kesehatan Terancam

×

BPK Temukan Miliaran Rupiah Obat Mendekati Kedaluwarsa di RSUD Ogan Ilir, Kualitas Layanan Kesehatan Terancam

Sebarkan artikel ini

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Perwakilan Sumsel mengungkap pengadaan obat senilai lebih dari Rp1 miliar di RSUD Ogan Ilir tidak memperhatikan masa kedaluwarsa. Temuan ini menyoroti lemahnya pengawasan manajemen dan berpotensi membahayakan pasien, serta memicu kerugian negara akibat obat yang tak termanfaatkan.

BPK Temukan Miliaran Rupiah Obat Mendekati Kedaluwarsa di RSUD Ogan Ilir, Kualitas Layanan Kesehatan Terancam
BPK Temukan Miliaran Rupiah Obat Mendekati Kedaluwarsa di RSUD Ogan Ilir, Kualitas Layanan Kesehatan Terancam. Foto: Dok. Palpos

OGAN ILIR, NUSALY – Praktik pengadaan barang dan jasa di sektor kesehatan kembali menjadi sorotan. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor: 41.B/LHP/XVIII.PLG/05/2025 Tanggal 25 Mei 2025, menemukan kejanggalan serius dalam pengadaan obat-obatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ogan Ilir Tahun Anggaran 2024. Audit BPK menguak adanya obat-obatan senilai lebih dari Rp1 miliar yang masa kedaluwarsanya kurang dari dua tahun, sebuah kondisi yang berpotensi membahayakan pasien dan menyebabkan pemborosan anggaran.

Menurut LHP BPK, RSUD Ogan Ilir menganggarkan total Rp2.759.348.294,00 untuk belanja obat-obatan dari APBD dan BLUD pada tahun 2024, dengan realisasi mencapai Rp2.319.092.115,00. Namun, di balik angka-angka tersebut, BPK menemukan bahwa obat senilai Rp1.098.262.623,74—atau hampir setengah dari realisasi anggaran—memiliki masa kedaluwarsa kurang dari dua tahun saat pengadaan.

Kelalaian Sistemik: Dari Pengadaan hingga Standar Prosedur

Temuan ini mengindikasikan kelalaian serius dari pihak RSUD Ogan Ilir. BPK menyebutkan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pengadaan (PP) tidak mempertimbangkan masa kedaluwarsa obat saat melakukan pembelian, meskipun laman E-Katalog mencantumkan syarat kedaluwarsa maksimal 5 tahun. Ironisnya, obat dengan masa kedaluwarsa di bawah dua tahun tetap diterima dengan alasan “perkiraan akan habis sebelum masa kedaluwarsa.” Celakanya, PPK dan PP juga tidak pernah meminta surat jaminan penggantian kepada penyedia untuk obat yang mendekati masa kedaluwarsa.

Tak hanya itu, Standar Prosedur Operasional (SPO) RSUD Ogan Ilir tentang Penerimaan Perbekalan Farmasi (Nomor 445/132/I/RSUD.OI/2023 tanggal 10 Januari 2023) juga tidak mengatur batasan minimal masa kedaluwarsa obat yang dapat diterima di gudang farmasi. Ini menciptakan celah besar yang memungkinkan obat-obatan dengan umur simpan pendek masuk ke stok rumah sakit.

Baca juga  Polres OKI Gelar Layanan Kesehatan Kunjungan Rumah, Upaya Pemulihan Psikis dan Fisik Ibu Bayi Terbuang

Dampak dari kelalaian ini sudah terlihat. BPK menemukan 26 jenis obat senilai Rp8.876.495,00 yang sudah kedaluwarsa di gudang farmasi RSUD Ogan Ilir. Obat-obatan ini merupakan hasil pengadaan tahun 2022 dan 2023, menunjukkan pola masalah yang berulang.

Melanggar Aturan dan Mengancam Keselamatan Pasien

Kondisi ini jelas melanggar sejumlah ketentuan. Salah satunya adalah Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 11 ayat (1) huruf a, e, dan i, yang menegaskan tugas PPK dalam menyusun perencanaan pengadaan, menetapkan HPS, dan mengendalikan kontrak. Selain itu, temuan ini juga tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Beleid ini, khususnya pada BAB II.A.3 Pengadaan, Paragraf 3 huruf d, mengamanatkan masa kedaluwarsa minimal 2 tahun untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, kecuali untuk kondisi tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan.

BPK menyimpulkan bahwa permasalahan ini mengakibatkan risiko obat tidak dapat dimanfaatkan dan berpotensi membahayakan pasien. Kondisi ini disebabkan oleh Kepala Dinas Kesehatan selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Direktur RSUD Ogan Ilir selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang tidak mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan belanja obat-obatan. Selain itu, PPK dan PP juga dinilai tidak mematuhi ketentuan batas kedaluwarsa obat.

Bupati Ogan Ilir Berjanji Tindak Lanjuti, Publik Menanti Aksi Nyata

Menanggapi temuan serius ini, Bupati Ogan Ilir menyatakan sependapat dengan BPK dan berkomitmen akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi. BPK merekomendasikan Bupati untuk memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan agar menginstruksikan Direktur RSUD Ogan Ilir untuk mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan belanja obat-obatan, serta menugaskan PPK dan PP agar mematuhi batas ketentuan kedaluwarsa obat dalam setiap pengadaan.

Baca juga  Langkah Awal Menuju Pelayanan Kesehatan Terbaik: RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Gelar Orientasi PPDS

Komitmen Bupati untuk menindaklanjuti temuan ini penting, namun publik menanti aksi nyata dan perbaikan sistemik agar kasus serupa tidak terulang. Dana miliaran rupiah yang berpotensi sia-sia karena kelalaian ini seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, menambah fasilitas, atau menjamin ketersediaan obat yang layak bagi masyarakat Ogan Ilir. Pengawasan yang lebih ketat dan kepatuhan terhadap regulasi adalah kunci untuk memastikan bahwa anggaran kesehatan benar-benar dimanfaatkan secara optimal demi kesejahteraan rakyat. (wir)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.