BANYUASIN, NUSALY — Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuasin menyatakan akan menelusuri dugaan serius terkait penyalahgunaan dana pokok pikiran (pokir) atau dana aspirasi anggota DPRD. Kasus ini mencuat ke publik setelah adanya dugaan bahwa dana tersebut digunakan untuk memberangkatkan orang-orang umroh. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Kepala Kejari Banyuasin, Raymund Hasdianto Sihotang, melalui Kasi Intel Jefri Saragih, pada Jumat, 19 September 2025. Langkah proaktif Kejaksaan ini menjadi respons terhadap keresahan masyarakat, serta menguji transparansi dan akuntabilitas para wakil rakyat dalam mengelola anggaran publik.
Dugaan ini berawal dari sebuah unggahan di media sosial yang memicu perbincangan panas. Akun Facebook bernama Sepriadi Pratama menuliskan, “DANA POKIR UNTUK UMROH! DI SAAT MASYARAKAT LAGI SUSAH, MALAHAN PAK DEWAN IKUT UMROH!” Unggahan ini dengan cepat menjadi viral. Unggahan itu memicu berbagai komentar dari warganet. Mereka mempertanyakan etika dan kepatutan pemanfaatan dana aspirasi tersebut. Kejari Banyuasin pun tak tinggal diam. Kejari memastikan akan mendalami isu ini. Mereka ingin memastikan apakah terdapat pelanggaran dalam penggunaan dana yang seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat.
Menurut Jefri Saragih, dana pokir adalah anggaran negara. Pemanfaatannya sudah diatur secara jelas dalam mekanisme perundang-undangan. “Pada prinsipnya, dana pokir adalah aspirasi masyarakat yang disalurkan melalui mekanisme resmi,” tegasnya. Oleh karena itu, penggunaannya tidak boleh asal-asalan dan harus sesuai dengan ketentuan. Pernyataan ini menjadi pengingat bagi para pejabat publik. Ini juga menunjukkan bahwa setiap sen anggaran negara harus dapat dipertanggungjawabkan.
Mekanisme Anggaran dan Celah Pengawasan
Untuk memahami kasus ini secara komprehensif, penting untuk mengulas kembali mekanisme dana pokir. Prosesnya sangat terstruktur. Ia dimulai dari kegiatan reses. Di sana, anggota dewan menyerap aspirasi dari konstituennya. Usulan-usulan ini kemudian dimasukkan ke dalam Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD). Selanjutnya, usulan diverifikasi dan divalidasi oleh Sekretariat DPRD, Bappeda, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Tahap terakhir adalah penyelarasan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang kemudian menjadi dasar penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) di APBD.
“Semua ada prosesnya,” kata Jefri Saragih. Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa setiap tahapan dalam pengelolaan dana pokir seharusnya memiliki kontrol dan pengawasan yang ketat. Namun, mencuatnya dugaan penyalahgunaan ini menunjukkan adanya potensi celah. Celah itu bisa terjadi dalam proses implementasi atau pengawasan. Pertanyaannya, di mana letak penyimpangan ini terjadi? Apakah pada tahap pengajuan, verifikasi, atau pelaksanaan? Jawaban atas pertanyaan ini akan menjadi fokus utama dalam penyelidikan Kejari Banyuasin.
Kejari juga mengingatkan seluruh OPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyuasin. Mereka harus melaksanakan setiap program sesuai aturan. “Jika ada penyimpangan yang menimbulkan kerugian negara, tentu akan berhadapan dengan aparat penegak hukum,” tegasnya. Peringatan ini merupakan sinyal keras. Sinyal itu ditujukan tidak hanya kepada anggota dewan, tetapi juga kepada birokrasi. Aparat penegak hukum akan mengawasi penggunaan dana. Terutama untuk memastikan tidak ada kolusi atau penyalahgunaan yang merugikan masyarakat.
Etika di Tengah Krisis dan Ujian Kepercayaan Publik
Isu penggunaan dana publik untuk kepentingan pribadi seperti umroh, apalagi di tengah kesulitan ekonomi, sangat sensitif. Hal ini tidak hanya melanggar etika. Ini juga dapat mengikis kepercayaan publik terhadap institusi legislatif. Anggota dewan seharusnya menggunakan dana aspirasi untuk program-program yang berdampak langsung. Terutama bagi kesejahteraan masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, atau kesehatan.
Tindakan yang diduga dilakukan ini menunjukkan adanya prioritas yang keliru. Prioritas itu menempatkan kepentingan individu atau kelompok di atas kepentingan publik. Kasus ini juga menyoroti peran penting media sosial sebagai alat pengawasan publik. Sebuah unggahan sederhana dari seorang warganet dapat memicu sebuah investigasi resmi. Ini membuktikan bahwa di era digital, transparansi tidak lagi menjadi pilihan. Transparansi adalah sebuah keharusan.
Masyarakat Banyuasin kini menantikan hasil penyelidikan Kejari. Mereka berharap agar kasus ini dapat diusut tuntas. Mereka juga berharap para pelaku yang terbukti bersalah dapat dimintai pertanggungjawabannya. Kejadian ini menjadi momentum bagi semua pihak. Ini adalah momentum untuk memperkuat mekanisme pengawasan. Ini juga adalah momentum untuk menegaskan kembali komitmen pada tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.