Banner Pemprov Sumsel Pemutihan Pajak

Edukasi

Potret Pendidikan Anggota DPR RI 2024, 10 Persen Lulusan SMA dan Sepertiga Tak Transparan

×

Potret Pendidikan Anggota DPR RI 2024, 10 Persen Lulusan SMA dan Sepertiga Tak Transparan

Sebarkan artikel ini

Statistik BPS Menguak Kesenjangan Latar Belakang Pendidikan dan Pertanyaan Publik Terhadap Integritas Data Legislatif

Potret Pendidikan Anggota DPR RI 2024, 10 Persen Lulusan SMA dan Sepertiga Tak Transparan
Foto: Ilustrasi. Dok. MPR.GO.ID

JAKARTA, NUSALY — Riwayat pendidikan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kembali menjadi sorotan publik. Sebuah laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Statistik Politik 2024 mengungkap data yang menarik, namun juga memicu pertanyaan. Dari total 580 anggota DPR RI yang terpilih pada Pemilu 2024, setidaknya 10 persen di antaranya memiliki riwayat pendidikan terakhir SMA. Data ini juga menunjukkan, sepertiga dari anggota dewan tidak mencantumkan informasi pendidikan mereka.

Laporan BPS yang bersumber dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini menjadi cermin bagi komposisi lembaga legislatif nasional. Meskipun sebagian besar anggota dewan memiliki latar belakang pendidikan tinggi, angka 10 persen yang merupakan lulusan SMA tetap menjadi perhatian. Kelompok ini setara dengan 63 orang dari total anggota dewan.

Secara rinci, sebaran latar belakang pendidikan anggota DPR terpilih menunjukkan dominasi akademisi. S1 menjadi kelompok terbesar dengan 155 orang (26,72 persen), diikuti oleh S2 sebanyak 119 orang (20,52 persen). Lulusan S3 berjumlah 29 orang (5 persen) dan D3 sebanyak 3 orang (0,52 persen).

Kesenjangan Data dan Persoalan Transparansi

Salah satu temuan paling signifikan dari laporan BPS adalah adanya kesenjangan data yang besar. Dari total 580 anggota DPR, sebanyak 211 orang (36,38 persen) tidak mencantumkan riwayat pendidikan terakhir mereka saat pendaftaran di KPU.

Angka ini sangat tinggi. Hampir empat dari sepuluh anggota dewan tidak transparan mengenai latar belakang pendidikan mereka. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai validitas dan kelengkapan data publik. Mengapa begitu banyak calon legislatif memilih untuk tidak mencantumkan informasi dasar tersebut? Ini berpotensi menjadi masalah integritas dan akuntabilitas publik.

Baca juga  Ratusan Pemuda Muara Enim Perkuat Nasionalisme Lewat Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Bersama Wahyu Sanjaya

Representasi vs. Kompetensi di Senayan

Keberadaan anggota DPR dengan latar belakang pendidikan SMA memicu diskusi mengenai representasi dan kompetensi. Di satu sisi, kehadiran mereka dapat dilihat sebagai cerminan dari keragaman sosial di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa kesempatan untuk menjadi wakil rakyat terbuka bagi siapa saja. Ini terlepas dari tingkatan pendidikan formal yang tinggi.

Di sisi lain, tugas anggota dewan sangat kompleks. Tugas mereka memerlukan pemahaman mendalam tentang isu-isu legislasi, ekonomi, dan politik. Tugas mereka juga menuntut analisis kebijakan yang cermat. Oleh karena itu, latar belakang pendidikan yang kuat seringkali dianggap sebagai prasyarat penting untuk menjalankan tugas ini secara efektif.

Kesenjangan antara jumlah lulusan S1, S2, dan S3 dengan jumlah anggota yang tidak transparan juga menjadi tantangan. Tanpa data lengkap, publik sulit menilai kompetensi secara akurat. Masyarakat berhak mengetahui rekam jejak pendidikan wakilnya. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa mereka memiliki kemampuan yang memadai untuk membuat keputusan yang akan berdampak pada nasib bangsa.

Dominasi dan Keragaman Regional

Laporan BPS juga memuat data sebaran asal provinsi anggota DPR RI beserta pendidikan terakhirnya. Tiga provinsi asal dengan jumlah anggota DPR terbanyak adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Di Jawa Barat, dari 59 anggota yang mencantumkan data, hanya 2 orang (3,39%) yang merupakan lulusan SMA. Namun, angka “tidak menyebutkan” mencapai 41 orang, yang jauh lebih tinggi daripada yang mencantumkan. Sebaliknya, di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jumlah lulusan SMA lebih signifikan, masing-masing 10 orang. Ini menunjukkan bahwa profil pendidikan anggota dewan bisa bervariasi di setiap daerah.

Data dari tiga provinsi ini memperlihatkan dinamika politik yang unik di setiap wilayah. Meskipun secara umum dominasi sarjana tetap terlihat, keberadaan anggota DPR dengan latar belakang SMA menunjukkan bahwa pendidikan formal bukanlah satu-satunya faktor penentu.

Baca juga  Anggaran Vokasi Dipangkas, Program Unggulan SMK Terancam

Namun, tingginya angka anggota yang tidak transparan juga menjadi masalah yang harus diselesaikan. Tujuannya adalah untuk membangun kepercayaan publik. Lembaga seperti KPU dan BPS perlu memperkuat mekanisme pengumpulan data. Mereka juga perlu mendorong para calon legislatif untuk lebih terbuka. Ini akan memastikan bahwa data yang tersedia dapat menjadi dasar yang kuat untuk analisis. Ini juga penting untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. (dhi)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.