PALEMBANG, NUSALY – Kebijakan tak populis pemerintah pusat yang mengurangi Transfer Keuangan Daerah (TKD) memicu kekhawatiran krisis operasional serius di seluruh daerah. Dampak terburuknya, menurut pengamat, adalah potensi Ancaman Disrupsi Fiskal Daerah yang berujung pada shutdown operasional Pemda. Konflik kepentingan fiskal antara Pusat dan Daerah ini mulai terurai pada Senin (13/10), saat krisis anggaran daerah memasuki fase krusial.
Pandangan kritis ini disampaikan pengamat kebijakan publik Sumsel dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes), Drs Bagindo Togar Butar-Butar. Togar menunjuk pada kegagalan pusat memahami prinsip desentralisasi fiskal yang berpotensi mengguncang struktur negara, mengingatkan bahwa sejarah kegagalan bagi hasil selalu memicu ketegangan daerah.
Mengapa Proyek Ambisius Pusat Memicu Eskalasi Konflik Fiskal?
Togar menilai penyebab utama kondisi ini adalah pemerintah pusat yang terlalu ambisius menjalankan berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti MBG, proyek Danantara, dan Koperasi Merah Putih. Proyek masif yang dijalankan dengan skema multi-years ini menyedot anggaran dari pos lain, menciptakan efek crowding out yang fatal bagi APBD, karena dana TKD untuk daerah dipangkas untuk membiayai proyek tersebut.
Crowding out ini terjadi ketika Pemerintah Pusat memprioritaskan belanja modalnya di atas komitmen transfer ke daerah, meski transfer tersebut merupakan hak konstitusional daerah. Kondisi ini diperparah karena penurunan TKD terjadi berbarengan dengan peningkatan alokasi dana untuk PSN di tingkat pusat. Kesenjangan ini, yang dirasakan Pemda di Sumsel dan daerah lain, menimbulkan ketidakseimbangan yang ekstrem, merusak keseimbangan otonomi daerah dan memicu suara kolektif Asosiasi Kepala Daerah, mulai dari APPSI, Apeksi, hingga Apkasi, yang kompak “menggeruduk” Kementerian Keuangan.
Togar lantas menyebut langkah ini ibarat “aneksasi terhadap kepentingan daerah”, di mana daerah kehilangan otonomi fiskalnya, yang seharusnya dilindungi sebagai pilar desentralisasi pasca-Reformasi. Oleh karena itu, egoisme Pusat dalam menjalankan proyek ambisius tanpa menimbang kemampuan fiskal daerah telah menciptakan Ancaman Disrupsi Fiskal Daerah yang fundamental.
Beban Gaji P3K dan Pelanggaran Prinsip Keadilan Fiskal
Togar juga menyoroti kebijakan yang mewajibkan pemerintah daerah membiayai gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dari APBD, bukan dari APBN. Ini adalah inkonsistensi yang tidak hanya memberatkan, tetapi juga tidak proporsional secara kebijakan publik.
“Pemerintah pusat tidak konsekuen. P3K itu seharusnya dibiayai oleh pusat, bukan dibebankan ke daerah. Ini berat sekali bagi keuangan daerah,” kata Togar dengan nada keras. Ia menekankan bahwa proses rekrutmen P3K merupakan program nasional untuk mengatasi kekurangan tenaga pengajar dan kesehatan, sehingga beban gajinya seharusnya menjadi tanggung jawab kolektif APBN.
Lebih jauh, Togar menghitung beban tersebut bisa mencapai ratusan miliar rupiah per tahun di satu provinsi. “Bayangkan, kalau satu daerah punya ribuan P3K, gajinya rata-rata lebih dari tiga juta rupiah. Dalam setahun, beban itu bisa mencapai ratusan miliar. Ini sangat memberatkan,” ungkapnya. Beban gaji ini secara otomatis akan menggerus pos-pos anggaran vital lainnya, seperti infrastruktur dan belanja kesehatan.
Sebagai langkah defensif, Bagindo Togar menyarankan agar pemerintah daerah menunda penyesuaian gaji P3K. “Sebaiknya ditunda dulu. Jangan dipaksakan sebelum ada keputusan yang lebih adil,” imbuhnya, menegaskan bahwa penundaan gaji adalah langkah terakhir Pemda untuk menuntut kepastian fiskal dan menghindari defisit parah.
Krisis Fiskal Memicu Narasi Separatisme di Tingkat Nasional
Dampak lanjutan dari penurunan TKD dan potensi penggeseran dana ini, diprediksi meningkatkan eskalasi politik di daerah. Anggota DPR RI, Dr. Ahmad Doli Kurnia Tandjung, memperkuat pandangan Bagindo Togar ini dengan dimensi politik yang lebih luas dalam tulisannya di KOMPAS.com.
Menurut Dr. Doli, pemotongan anggaran berpotensi mendorong gejolak politik, terutama di wilayah yang secara historis memiliki akar konflik di masa lalu. “Narasi provinsi tertentu untuk memisahkan diri dari NKRI kembali muncul di beberapa platform media sosial. Tidak hanya di beberapa provinsi di Papua, namun juga muncul di Aceh, Riau dan Kalimantan,” tulisnya.
Togar memperingatkan bahwa krisis fiskal ini adalah pemicu (trigger) yang dapat membesarkan potensi sekecil apapun menjadi gejolak serius. “Kalau ini berlarut-larut, mereka bisa membentuk gerakan seperti Serikat Kepala Daerah untuk menuntut hak otonomi fiskal. Ini bahaya, karena bisa memicu semangat menuju bentuk negara serikat,” ucapnya dengan nada serius, menyoroti potensi risiko politik tertinggi.
Togar menegaskan, “Dalam politik, tidak ada peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan saling memengaruhi, karena kebijakan publik merupakan policy terbuka yang menyangkut nasib banyak orang.”
Solusi Kelembagaan: Ruang APBN-P dan Momentum Kemandirian
Secara hukum, tindakan pemotongan TKD dan pembebanan P3K mengkhianati semangat Undang-Undang Otonomi Daerah (UU No. 23/2014). Untuk meredam krisis, Bagindo Togar menekankan Pemerintah Pusat harus melakukan dua langkah reformasi mendesak: mengembalikan besaran TKD seperti semula dan menaikan porsi Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam. Togar menyarankan penaikan DBH Migas dari 10 persen menjadi minimal 15 persen. “Provinsi seperti Musi Banyuasin (Muba) punya potensi besar dari migas, dan hasilnya seharusnya bisa kembali lebih banyak ke daerah,” ujarnya.
Dalam konteks kelembagaan, Dr. Doli Kurnia Tandjung menambahkan bahwa Kemendagri harus menjadi leading sector untuk menjembatani komunikasi dengan asosiasi kepala daerah, Apkasi, Apeksi, dan DPR. Meskipun APBN 2026 telah disahkan, masih ada ruang dalam APBN Perubahan bila diperlukan, setelah semua pihak menerapkan creative financing terlebih dahulu.
“Egois dan terburu-buru, akhirnya tega mengorbankan pembangunan di daerah. Pemerintahan bisa lumpuh karena kebijakan seperti ini,” tegas Togar, menyerukan agar Pusat segera mengakhiri egoisme kebijakan demi stabilitas dan keutuhan nasional. (dhi)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.