Fokus

Audit BPKP Ilegal, Cagar Budaya Tak Bernilai Kerugian Negara: Ahli UI Bongkar Dasar Hukum Kasus Pasar Cinde

×

Audit BPKP Ilegal, Cagar Budaya Tak Bernilai Kerugian Negara: Ahli UI Bongkar Dasar Hukum Kasus Pasar Cinde

Sebarkan artikel ini
Audit BPKP Ilegal, Cagar Budaya Tak Bernilai Kerugian Negara: Ahli UI Bongkar Dasar Hukum Kasus Pasar Cinde
Suasana sidang praperadilan kasus dugaan korupsi revitalisasi Pasar Cinde di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu (29/10/2025). Sidang mendengarkan keterangan ahli yang mempertanyakan kewenangan BPKP dalam penghitungan kerugian negara. (Dok. Insan/Nusaly.com)

PALEMBANG, NUSALY – Perdebatan fundamental mengenai definisi kerugian negara dan siapa yang berhak menghitungnya kembali memanas di ruang sidang. Kasus dugaan korupsi revitalisasi Pasar Cinde, yang melibatkan mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dan pengusaha Aldrin L Tando, mencapai titik krusial dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu (29/10/2025).

Sidang yang dipimpin hakim tunggal Noor Ichwan Ichlas Ria Adha, S.H., M.H., ini menghadirkan Dr. Dian Simatupang, Ahli Hukum Keuangan Publik dari Universitas Indonesia (UI), yang keterangannya berpotensi mengubah peta penetapan tersangka, tidak hanya dalam kasus Pasar Cinde, tetapi juga dalam praktik pemberantasan korupsi di seluruh Indonesia.

Keterangan ahli ini secara tegas mempersoalkan legitimasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam menghitung kerugian negara jika tidak atas permintaan resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta mempertanyakan apakah dana yang digunakan dalam skema Bangun Guna Serah (BGS) murni dapat dikategorikan sebagai uang negara.

Pukulan Telak bagi Kewenangan BPKP

Inti dari kesaksian Dr. Dian Simatupang adalah penetapan kewenangan mutlak BPK sebagai lembaga satu-satunya yang berhak menentukan kerugian negara dalam kasus korupsi, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

BPK dan Asas Legalitas

Menurut Dr. Dian Simatupang, jika Kejaksaan Agung (Kejati Sumsel) meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung kerugian negara, BPKP seharusnya tetap wajib menyampaikan hasil auditnya kepada BPK. Hal ini didasarkan pada prinsip asas legalitas dan kewenangan formal.

“Ketika BPKP melakukan penghitungan kerugian negara atas inisiatif sendiri dan mendiklair sendiri hasil auditnya, jika kita mengacu kepada Pasal 56 UU 314 ayat (1) tentang administrasi pemerintahan, kalau tidak punya wewenang maka tidak sah akibat hukumnya,” terang Ahli di persidangan.

Simatupang menambahkan bahwa hasil audit yang dikeluarkan oleh auditor yang secara hukum tidak berewenang, karena tidak memiliki kewenangan (sebagaimana diatur UU), maka hasil auditnya menjadi tidak sah. Penegasan ini mengarah pada preseden hukum yang mengharuskan penegak hukum (penyidik) merujuk pada aturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yang secara eksplisit menyebut BPK sebagai auditor eksternal negara.

Baca juga  Temuan BPK Bongkar 'Bancakan' Anggaran Rp5,3 Miliar, GERAM OKI Datangi Kejaksaan Tuntut 'Seret' Dalangnya

Perdebatan ini bukan sekadar masalah prosedural. Implikasi hukumnya sangat besar: jika penetapan kerugian negara oleh BPKP dinilai tidak sah karena melanggar asas kewenangan, maka keseluruhan proses hukum, termasuk penetapan tersangka, dapat dianggap cacat hukum.

Dilema Status Terpidana Inkracht

Pernyataan ahli tersebut menimbulkan pertanyaan mendasar dari pihak Kejati Sumsel (Termohon). Jaksa bertanya: jika hasil penghitungan oleh akuntan publik atau BPKP dianggap tidak sah, bagaimana status para terpidana yang perkaranya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht)? Apakah status mereka juga cacat hukum atau tidak sah?

Ahli merespons dengan tegas, memisahkan antara teori dan praktik.

“Keharusannya memang demikian, kalau secara teori keharusan sesuai dengan undang-undang. Kalau memang praktiknya demikian maka saya kembalikan dengan keadaan hukum di Indonesia. Kebenaran hukum itu sesuai aturannya bukan dengan praktiknya,” jelas Dr. Dian.

Jawaban ini menegaskan bahwa secara teori dan sesuai aturan hukum yang ideal (das sollen), kewenangan BPK adalah wajib. Namun, ia mengakui adanya diskrepansi dengan praktik penegakan hukum di Indonesia selama ini (das sein). Pernyataan ini membuka ruang untuk uji materi putusan-putusan lama yang dasarnya menggunakan audit dari lembaga selain BPK, meski hal tersebut berada di luar konteks praperadilan saat ini.

Kontroversi Uang Masyarakat dan Cagar Budaya

Selain masalah kewenangan, Dr. Simatupang juga menyoroti dua aspek penting yang menyangkut definisi kerugian negara yang pasti dan nyata.

1. Definisi Uang Negara dalam Proyek BGS

Proyek revitalisasi Pasar Cinde diketahui menggunakan skema Bangun Guna Serah (BGS) atau Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), di mana pembangunan didanai oleh pihak swasta (PT Magna Beatum) terlebih dahulu, bukan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau negara.

Saat diwawancarai, Dr. Dian Simatupang menyatakan bahwa dana yang digunakan pihak swasta untuk pembangunan dengan modal sendiri tidak dapat serta merta disebut kerugian negara.

“Ketika membangun dengan dana sendiri maka, bukan uang negara, dan jika sudah waktunya sesuai dengan SK perjanjian maka akan diserahkan ke pemerintah baru dibayar, karena membangun dengan modal sendiri,” urainya.

Argumen ini sangat penting karena jika pembangunan Pasar Cinde benar-benar murni menggunakan dana pihak swasta atau masyarakat (investor), maka unsur kerugian negara (yang merupakan inti dari TPK) menjadi gugur. Tim kuasa hukum Aldrin L Tando, yang diwakili oleh Ahmad Khalifah Rabbani dan tim, menggarisbawahi poin ini: “Ini kan tidak menggunakan uang negara, ketika menggunakan uang masyarakat maka tidak ada kerugian negara. Poinnya apakah ada niat jahat atau tidak.”

Baca juga  Kasus Korupsi KUR Tambak Udang OKI, Kejari Siap Geledah Kembali Pekan Depan

2. Nilai Cagar Budaya

Dr. Dian Simatupang juga menyinggung keharusan menghitung kerugian negara secara nyata dan pasti. Ia memberikan contoh spesifik mengenai dimasukkannya Cagar Budaya dalam penghitungan kerugian.

“Cagar budaya tidak bisa dihitung sebagai kerugian negara karena Cagar budaya tidak bernilai,” tegas Ahli.

Cagar Budaya memang memiliki nilai historis dan budaya yang tidak ternilai (priceless), tetapi secara akuntansi keuangan negara, nilainya tidak dapat dikuantifikasi sebagai kerugian finansial negara akibat korupsi. Jika Kejaksaan memasukkan unsur Cagar Budaya dalam total kerugian negara, hal tersebut dapat dianggap sebagai penghitungan yang tidak nyata atau tidak pasti, dan berpotensi membatalkan keseluruhan angka kerugian yang dihitung.

Pergulatan Praperadilan dan DPO

Pihak Aldrin L Tando mengajukan praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka, sebuah hak konstitusional yang mereka yakini harus dijalankan.

Terkait status Aldrin L Tando sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO), yang berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) sering dianggap menghalangi permohonan praperadilan, tim kuasa hukum memberikan penafsiran berbeda. Mereka merujuk pada poin dalam SEMA yang membolehkan kuasa hukum dan keluarga mengajukan praperadilan, menunjukkan bahwa hak hukum klien mereka tetap dapat diupayakan.

“Silakan ditanya ke Kejaksaan, kalau memang DPO tidak bisa mengajukan Pra peradilan maka tidak akan jalan pra peradilan kami, berarti ada alasan untuk menjalankan hak klien kami,” ujar tim kuasa hukum.

Sidang praperadilan ini menjadi medan pertarungan interpretasi hukum yang mendalam. Keterangan Ahli dari UI telah memberikan pandangan yang sangat kritis terhadap praktik penegakan hukum korupsi, khususnya terkait legalitas BPKP dan definisi uang negara dalam skema BGS.

Hasil dari praperadilan ini tidak hanya akan menentukan nasib Aldrin L Tando, tetapi juga akan memberikan penegasan hukum penting mengenai standar pembuktian kerugian negara di masa depan. Kompas.id akan terus menyajikan laporan berkedalaman mengenai perkembangan kasus ini, yang sangat penting bagi akuntabilitas publik dan kepastian hukum di Indonesia.

(InSan)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.