Investigasi

Pungli Sekolah Penggerak di OKI: Di Balik Iuran Wajib, Keterikatan Dana BOS, dan 403 Forbidden

×

Pungli Sekolah Penggerak di OKI: Di Balik Iuran Wajib, Keterikatan Dana BOS, dan 403 Forbidden

Sebarkan artikel ini

Laporan Dugaan Pungli Hilang Misterius, Dana Rp 39 Juta Terikat Regulasi, Memaksa Siswa Membiayai WC dan Pagar Baru

Di Balik 403 Forbidden, Jebakan Juknis BOS dan Pungutan Wajib Eks-Sekolah Penggerak
Di Balik 403 Forbidden, Jebakan Juknis BOS dan Pungutan Wajib Eks-Sekolah Penggerak. Foto: Ilustrasi

KAYUAGUNG, NUSALY – Di tengah resmi dicabutnya Program Sekolah Penggerak (PSP) per 18 Maret 2025 (Keputusan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 14/M/2025), sebuah kasus kontroversial mencuat: praktik Pungli Sekolah Penggerak. Investigasi Nusaly menyingkap bahwa di SD Negeri 1 Burnai Timur, Ogan Komering Ilir (OKI)—sekolah model yang terpengaruh PSP—iuran wajib komite diterapkan secara mengikat kepada wali murid sebagai jalan pintas untuk membiayai pembangunan fisik. Kasus ini kian runyam setelah laporan pengawasan publik terkait pungutan liar tersebut ditutup dengan status 403 Forbidden, memunculkan keraguan besar terhadap komitmen transparansi anggaran pendidikan.

Kasus ini menyingkap fakta pahit: Iuran diterapkan secara mengikat di tengah kejanggalan sistem pembiayaan sekolah, sementara laporan pengawasan yang menyorotinya menghilang dari peredaran, mengindikasikan adanya intervensi serius terhadap transparansi.

Iuran Wajib dan Kunci Akses Publik yang Dicabut

Dugaan pungutan ini berawal dari keluhan seorang wali siswa melalui aplikasi layanan LaporBup Pemkab OKI. Laporan tersebut menyebutkan adanya iuran komite dengan besaran tetap yang mengikat: Rp 200.000 per tahun untuk anak kelas 1 dan Rp 100.000 per tahun untuk kelas 2 hingga 6. Dana ini diklaim digunakan untuk pembangunan fasilitas fisik seperti membuat 3 unit WC, pagar keliling sekolah, hingga rencana gapura sekolah.

Kejanggalan pertama yang menjadi sorotan tim redaksi adalah hilangnya laporan pengawasan ini. Laporan yang sempat diakses kini berstatus 403: Anda tidak punya akses ke halaman ini. Penutupan paksa laporan pengawasan publik ini di tengah dugaan pelanggaran hukum menunjukkan adanya upaya sistematis untuk meredam kritik.

Tangkapan Layar Laporan LaporBup
Tangkapan Layar Laporan LaporBup.

Kepala SDN 1 Burnai Timur, Lutiem Purwaningsih, membantah keras adanya iuran wajib dalam hak jawab tertulis yang diterima Nusaly.com pada 1 Oktober 2025. Ia menegaskan dana dari wali murid disebut “Bantuan” atau “Sumbangan” yang besaran dan peruntukannya telah disepakati dalam Rapat Komite Sekolah.

“Mengenai iuran wajib, di SD Negeri 1 Burnai Timur tidak ada iuran wajib atau iuran tetap. Yang ada dana sumbangan komite yang disepakati dalam rapat komite yang dihadiri wali murid. Besaran sumbangan
komite ditetapkan oleh keputusan rapat wali murid tersebut,” ungkap Bu Luti Kepala SDN 1 Burnai Timur, Rabu (1/10).

Baca juga  Viral' Kepala SMA 4 Kota Lubuklinggau Lolos Seleksi Kepala Sekolah Penggerak

Terkait lenyapnya laporan LaporBup, pihak sekolah menampik keterlibatan mereka. “Mengenai laporan wali siswa di Laporbup OKI yang berstatus 403 (akses ditutup) kami warga SD Negeri 1 Burnai Timur tidak mengetahui siapa yang meminta laporan tersebut untuk dihapus atau ditutup. Mungkin bisa ditanyakan kepada wali yang melapor,” demikian pernyataan resmi Bu Luti-sapaan akrabnya.

Dana Rp 39 Juta Terikat Juknis

Penyelidikan Nusaly.com mengkonfirmasi bahwa praktik iuran ini berakar pada kekakuan Dana BOS. Wali siswa mempertanyakan mengapa pembangunan sarana baru tidak menggunakan Dana BOS Reguler, yang alokasi Sarprasnya mencapai Rp 39.555.500 pada tahun 2024 (data JAGA.ID).

Kunci masalahnya terletak pada Petunjuk Teknis (Juknis) Dana BOS, yaitu Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025. Secara prinsip, Juknis ini membatasi Dana BOS Sarpras hanya untuk rehabilitasi atau pemeliharaan rutin sarana yang sudah ada, dan melarang pembangunan sarana baru.

Tim Investigasi menelusuri Rincian Penggunaan Dana Pemeliharaan Sarana dan Prasarna 2024 yang diserahkan sekolah. Ditemukan bahwa dana Rp 39.555.500 tersebut telah habis teralokasi dan dibelanjakan untuk kategori yang sesuai Juknis.

Penggunaan dana ini mencakup pemeliharaan rutin, perbaikan perangkat keras, hingga pembelian alat penunjang kegiatan sekolah. Penggunaan dana ini memvalidasi fakta bahwa dana tersebut terikat secara hukum dan tidak bisa dialihkan untuk membangun WC atau pagar baru, sehingga komite terpaksa mencari sumber dana lain.

Analisis Hukum, Keuangan, dan Siasat Larangan

Pakar hukum dan analisis dari Jaringan Advokasi Gerakan Amanah (JAGA), Sobirin SH MH, menegaskan bahwa dalih “Sumbangan” tidak dapat membebaskan sekolah dari jerat hukum.

“Begitu sumbangan diberlakukan dengan nominal tetap dan diwajibkan untuk seluruh orang tua, itu secara otomatis jatuh sebagai Pungutan Liar (Pungli). Dalih kesepakatan komite tidak menghapus sifat wajib dan mengikatnya,” tegas Sobirin.

Tingginya kebutuhan sekolah tampak kontras dengan minimnya fleksibilitas sumber daya non-BOS. Saldo akhir Komite yang diserahkan kepada pengurus baru hanya sebesar Rp 1.437.000. Saldo ini merupakan sisa dari total sumbangan Komite sebesar Rp 23.750.000 setelah digunakan untuk proyek pembangunan 3 unit WC. Hal ini menunjukkan bahwa dana sumbangan komite adalah sumber utama pembiayaan pembangunan fisik, sekaligus menjelaskan mengapa iuran tersebut terasa mendesak.

Baca juga  OKI Konsisten Tekan Angka Stunting Melalui 8 Aksi Konvergensi, Prevalensi Turun Signifikan

Di sisi lain, sekolah juga memiliki dana retribusi Kantin “Seruling” yang terpisah. Berdasarkan rekapitulasi data, dana ini terkumpul sebesar Rp 3.117.000 per 31 September 2025. Pihak sekolah mengklarifikasi bahwa dana ini dialokasikan khusus untuk perawatan kantin. Fakta bahwa dana ini tidak digunakan untuk pembangunan fisik semakin memperkuat narasi bahwa sumber dana di luar BOS terikat peruntukannya, sehingga Pungli menjadi jalan pintas yang dipilih.

Selain masalah pungutan dana, sekolah juga disorot karena acara kelulusan digelar pada 4 Juni 2025 di tengah Surat Edaran Disdik OKI Nomor: 420/28/SKR/Disdik/2025 yang melarang kegiatan berbiaya. Kepala Sekolah mengklarifikasi bahwa SD Negeri 1 Burnai Timur tidak melaksanakan perpisahan, melainkan hanya diundang dalam acara tasyajuran kelulusan yang diselenggarakan wali siswa.

Tindakan sekolah menghadiri acara tersebut, meskipun diselenggarakan wali siswa, dinilai Sobirin sebagai siasat untuk menghindari larangan resmi Disdik OKI.

Tuntutan Akuntabilitas Publik dan Rekomendasi Kebijakan

Kasus di SDN 1 Burnai Timur menuntut langkah penyelesaian yang terintegrasi, yang mencakup penindakan atas pelanggaran dan revisi kebijakan struktural.

Untuk menjamin akuntabilitas daerah, Dinas Pendidikan dan Inspektorat OKI dituntut untuk segera mengaudit menyeluruh kasus pungutan ini. Audit harus diiringi dengan perintah pengembalian iuran yang bersifat wajib kepada wali siswa dan penjatuhan sanksi tegas atas praktik Pungli yang ditemukan.

Sementara itu, integritas sistem pengawasan daerah harus dijaga dengan mengusut tuntas mengapa laporan pengawasan publik di LaporBup bisa ditutup dengan status 403 Forbidden, yang menghambat hak informasi publik.

Secara fundamental, penyelesaian jangka panjang harus ditujukan pada regulasi pusat. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah perlu mengevaluasi kembali Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025 terkait Juknis BOS.

Regulator disarankan untuk memberikan fleksibilitas terbatas bagi sekolah, khususnya bagi sekolah yang berada dalam kondisi mendesak, agar dapat menggunakan alokasi Sarpras guna pembangunan sarana dasar baru (WC atau Pagar). Revisi kebijakan ini krusial untuk menutup celah hukum yang memaksa komite menarik iuran wajib, sekaligus mencegah terulangnya kasus serupa di sekolah-sekolah lain. (dhi)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.