PALEMBANG, NUSALY – Kegembiraan menyelimuti Gubernur Sumatera Selatan, Dr. H. Herman Deru, S.H., M.M., yang kini resmi menyandang gelar doktor. Orang nomor satu di Sumsel ini berhasil menyelesaikan studi di Program Doktor Administrasi Publik (DAP) Angkatan Ke-5 Universitas Sriwijaya (Unsri) dengan predikat Sangat Memuaskan. Sidang terbuka yang penuh suka cita dan haru tersebut berlangsung di auditorium Fakultas Hukum Unsri, Bukit Besar, pada Senin (30/6) pukul 11.34 WIB.
Herman Deru meraih gelar doktor dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,86, menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun 11 bulan. Kebahagiaan ini turut dirasakan oleh keluarga besar yang hadir, termasuk istri, anak-anak, menantu, dan cucu, serta para kolega yang menjadi saksi momen istimewa tersebut.
Perayaan pun berlanjut ke gelanggang olahraga, di mana buku “Politik Akar Rumput Herman Deru” diluncurkan, dilanjutkan dengan pembukaan Pekan Olahraga Korps Pegawai Republik Indonesia (Porprov Korpri) Sumsel di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring (GSJ).
Perjalanan Pendidikan Penuh Liku dan Semangat Pantang Menyerah
Dalam pidatonya usai sidang doktor, Herman Deru berbagi kisah perjalanan pendidikannya yang penuh liku. Ia mengenang masa kecilnya yang unik, di mana ia langsung masuk SD tanpa melewati TK karena sudah bisa membaca, termotivasi oleh guru Bu Juwita.
Masa SMA-nya di Palembang juga tak luput dari sorotan, ketika sang ayah sampai datang dari desa untuk memastikan ia benar-benar bersekolah, bahkan sempat menegurnya keras karena ditemukan membawa buku Yellow Pages di tasnya alih-alih buku pelajaran.
“Bapak saya bilang ‘Kamu ini tidak sekolah, tas kamu isinya buku Yellow Pages. Tidak pernah ribut belajar, artinya kamu tidak sekolah’. Saya sampai dimarahi luar biasa,” kenang Deru, disambut gelak tawa hadirin.
Kehidupan Deru kemudian berubah drastis setelah menikah di semester awal kuliah dan menjadi seorang ayah di usia 18 tahun, ketika putri sulungnya, Hj Percha Leanpuri (almarhumah), lahir.
Sebagai anak seorang Pesirah, Deru terus berjuang mencari nafkah sembari menyelesaikan kuliahnya. Sebuah pesan dari mendiang ayahnya menjadi pendorong kuat baginya: “Kata beliau ‘Kalau kamu tidak tamat sekolah, lebih baik saya mati saja’.”
Momen paling emosional bagi Deru adalah ketika 13 hari setelah kelulusan S-1 pada 12 Agustus 1995, sang ayah wafat. “Saya tidak sempat mempersembahkan toga itu secara langsung kepada beliau. Tapi saya yakin, di alam sana, ayah saya tersenyum bangga,” ujarnya penuh haru.
Dorongan untuk melanjutkan studi S-3 ini datang dari almarhumah putrinya, Hj Percha Leanpuri BBus, serta dukungan tak henti dari para guru besar, termasuk Prof. Dr. Ir. H. Anis Saggaff, M.Sc.E., IPU ASEAN Eng., mantan rektor Unsri dua periode, yang bahkan “memaksa”nya untuk terus maju.
Tak lupa, Deru menyampaikan terima kasih kepada mendiang Prof. Sobri, tokoh penting dalam pendaftaran program doktoralnya pada 2021. “Saya berdiri hari ini membawa semangat beliau juga. Tanpa promotor dan dukungan akademik yang luar biasa, saya tidak akan sampai di podium ini,” jelasnya.
Mengakhiri sambutannya, Deru berharap ilmunya dapat dimanfaatkan seluas-luasnya bagi masyarakat. “Doakan saya tetap istiqamah. Ilmu akademik dan pengalaman lapangan ini harus bisa saya kolaborasikan untuk kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada rakyat Sumsel, bahkan secara nasional,” tukasnya.
Buku ‘Politik Akar Rumput’: Inspirasi Kepemimpinan dan Transparansi Biaya Politik
Usai meraih gelar doktor, Gubernur Herman Deru langsung menghadiri peluncuran buku “Politik Akar Rumput Herman Deru” di The Altz Hotel. Buku yang ditulis oleh Alfrenzi Panggarbesi, Rustam Imron, dan Komalasari ini menceritakan perjalanan politiknya sebagai Gubernur Sumsel dua periode, dari akar rumput hingga menjadi pemimpin daerah.
Deru menegaskan, politik bukan sekadar kekuasaan, melainkan medium ilmu dan pembelajaran yang dapat menjadi inspirasi bagi para pemimpin masa depan.
“Ilmu dan pendidikan adalah amunisi utama untuk melawan kemiskinan dan kebodohan,” ujarnya.
Ia berharap buku ini bisa menjadi “navigator” bagi siapa pun yang ingin menapaki jalan politik dengan cara yang benar, bahkan dengan biaya murah.
Salah satu aspek menarik yang diungkap dalam buku itu adalah sisi personal Herman Deru, termasuk keputusannya menikah di usia 17 tahun, sebuah langkah yang disebutnya sebagai bagian dari tekad dan inspirasi. Deru juga menyinggung pengalamannya “menghatamkan” politik lokal sebagai bupati dua periode dan gubernur dua periode, dengan harapan menjadi referensi bagi generasi penerus.
“Buku ini bukan untuk pamer. Saya hanya ingin memantik semangat. Siapa tahu apa yang saya jalani bisa dijadikan inspirasi, bukan hanya untuk jadi politisi, tapi untuk menjadi orang yang berharga,” tutur Deru.
Ia juga mengungkapkan mengapa ia baru bersedia kisahnya ditulis sekarang: “Kalau saya mencalonkan lagi ke depan, tentu saya tidak mau membuat buku ini karena bisa jadi diambil lawan politik dan akan menjadi ancaman buat saya sendiri.”
Ini terkait penjelasannya tentang politik murah, contohnya saat menjadi bupati pada 2005 hanya menghabiskan dana operasional Rp1,9 miliar, jauh lebih rendah dari kandidat lain.
Penulis Alfrenzi Panggarbesi menjelaskan bahwa dibutuhkan waktu panjang untuk membujuk Herman Deru bersedia menjadi objek penulisan, yang akhirnya disetujui karena pentingnya menyebarluaskan pengalaman politik akar rumput. Peluncuran buku ini dihadiri berbagai kepala daerah, tokoh masyarakat, akademisi, politisi muda, hingga jurnalis.
Pujian dari Promotor: Komitmen Pemimpin terhadap Ilmu dan Pelayanan Publik
Ketua tim promotor, Prof. Dr. Alfitri, M.Si., menilai proses promosi Doktor Herman Deru berlangsung lancar dan akademis. Ini membuktikan bahwa pemimpin yang sibuk sekalipun, dengan tekad kuat, mampu menyelesaikan studi doktoralnya secara serius.
“Keberhasilan ini menjadi sinyal bahwa pemimpin yang padat aktivitas tetap bisa menyelesaikan pendidikan tinggi jika memiliki komitmen kuat,” ujar Prof. Alfitri.
Ia juga melihat keteladanan dari sosok Herman Deru sebagai seorang gubernur dalam dunia akademik dan kemasyarakatan yang patut menjadi contoh. Prof. Alfitri meyakini, gelar Doktor ini bukan sekadar pencapaian individu, melainkan kontribusi pemikiran berbasis pengalaman panjang di dunia pemerintahan, yang diharapkan dapat menjadi modal bagi gubernur untuk memberikan pelayanan lebih baik bagi masyarakat Sumsel.
“Di era keterbukaan seperti sekarang, masyarakat berhak menilai dan menuntut pelayanan yang lebih baik. Pemimpin harus responsif dan terbuka terhadap aspirasi rakyat,” tegas Prof. Alfitri, mengapresiasi pendekatan dialogis Gubernur. Ia berharap kolaborasi antara kepemimpinan yang cerdas dan responsif ini akan membawa kemajuan bagi Provinsi Sumsel. (desta)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.