PALEMBANG, NUSALY – Veni Zeliana (32), guru honorer PPPK mata pelajaran sejarah di SMAN 9 Palembang, mengaku menjadi korban dugaan diskriminasi. Ia menyebut dirinya justru diminta mundur dari sekolah, alih-alih mendapatkan dukungan untuk mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Veni telah mengajar di SMAN 9 Palembang sejak 2022.
Peristiwa ini diungkap Veni di Palembang, Jumat (3/10/2025). Faktanya, sejak November 2024, Veni mulai merasakan kariernya dipersulit.
Guru Honorer PPPK Diblokir di Birokrasi Opaque
Veni menuturkan dirinya tidak direkomendasikan pihak sekolah untuk menjadi guru honorer PPPK. Padahal, Veni mengaku telah memenuhi seluruh syarat mengikuti seleksi PPPK tahap dua tahun 2024.
“Semua syarat saya penuhi. Tapi nama saya tidak diusulkan pihak sekolah, berbeda dengan yang lain. Saya sudah coba klarifikasi, malah dipingpong ke sana kemari tanpa jawaban jelas. Alasan mereka berubah-ubah. Saya merasa diperlakukan tidak adil,” ungkap Veni dengan suara bergetar seperti dikutip dari mattanews.co.
Akses ke status kepegawaian yang lebih stabil, seperti PPPK, merupakan hak setiap guru honorer yang memenuhi syarat. Oleh karena itu, tindakan sekolah ini menunjukkan adanya dugaan praktik diskriminasi, di mana sekolah diduga menggunakan kewenangan administratif untuk memblokir mobilitas karir Veni.
Kurikulum sebagai Senjata Intimidasi terhadap Guru Honorer PPPK
Selain pemblokiran PPPK, sekolah juga diduga menggunakan mekanisme kurikulum sebagai alat intimidasi. Veni mengeluhkan mata pelajaran sejarah tingkat lanjut yang ia ajarkan di kelas XI tiba-tiba dihapus dari daftar paket sekolah.
“Saya sudah mengajar sejarah tingkat lanjut di kelas XI. Namun sejak tahun lalu, mata pelajaran itu tiba-tiba dihapus dari daftar paket sekolah. Alasannya, katanya cukup diampu tiga guru ASN yang sudah ada dan peminatnya sedikit. Padahal siswa-siswa saya justru sangat antusias,” keluh Veni dengan mata berkaca-kaca.
Penghapusan mata pelajaran ini dilihat Veni sebagai desakan halus untuk mengundurkan diri. Ia bahkan merasa difitnah hingga diopinikan buruk.
“Saya hanya ingin keadilan. Siswa-siswa saya pun bertanya mengapa saya tidak lagi mengajar. Mereka tahu saya kompeten di bidang sejarah, tapi pelajaran sejarah tingkat lanjut malah dihapus. Saya merasa diperlakukan tidak layak sebagai guru yang sudah mengabdi,” ujarnya sambil menahan tangis.
Tuntutan Transparansi dan Audit Dinas Pendidikan atas PPPK
Sikap sekolah yang tertutup semakin memperkuat dugaan Veni. Kepala SMAN 9 Palembang, Hamdani, S.Pd., M.Pd., memilih tidak memberi keterangan panjang saat dihubungi. Ia hanya mengirim pesan singkat yang meminta wartawan datang ke sekolah.
“Terima kasih informasinya. Agar mendapat berita berimbang, kami mengundang Bapak untuk hadir di SMAN 9 Palembang,” tulis Hamdani singkat melalui pesan WhatsApp.
Sikap tertutup ini memperkuat dugaan opasitas yang dikeluhkan Veni. Dinas Pendidikan wajib segera melakukan audit independen. Audit ini harus meninjau dua hal: proses usulan PPPK dan keputusan penghapusan mata pelajaran. Tanpa transparansi dan intervensi tegas, diskriminasi terhadap guru honorer PPPK akan terus terjadi. Ini merusak iklim meritokrasi dalam sistem pendidikan. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.