Banner Sumsel Maju untuk Semua
Headline

Ironi Layanan Kesehatan Ogan Ilir: Saat Pasien Keluhkan Obat Kosong, BPK Temukan Miliaran Rupiah Obat Mendekati Kedaluwarsa

×

Ironi Layanan Kesehatan Ogan Ilir: Saat Pasien Keluhkan Obat Kosong, BPK Temukan Miliaran Rupiah Obat Mendekati Kedaluwarsa

Sebarkan artikel ini

Keluhan pahit pasien RSUD Ogan Ilir tentang ketiadaan obat vital dan alat rontgen yang rusak, secara telanjang memperlihatkan karut-marut manajemen rumah sakit. Situasi ini diperparah dengan temuan BPK RI yang membongkar pengadaan obat senilai lebih dari Rp1 miliar mendekati masa kedaluwarsa, memunculkan pertanyaan besar tentang prioritas dan akuntabilitas manajemen RSUD serta Dinas Kesehatan Ogan Ilir.

Ironi Layanan Kesehatan Ogan Ilir: Saat Pasien Keluhkan Obat Kosong, BPK Temukan Miliaran Rupiah Obat Mendekati Kedaluwarsa
Ironi Layanan Kesehatan Ogan Ilir: Saat Pasien Keluhkan Obat Kosong, BPK Temukan Miliaran Rupiah Obat Mendekati Kedaluwarsa. Foto: Dok. palpos

OGAN ILIR, NUSALY – Di tengah janji peningkatan kualitas layanan kesehatan, wajah buruk fasilitas publik kembali terungkap. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ogan Ilir, Tanjung Senai, Indralaya, kini jadi sorotan tajam setelah sejumlah pasien dan warga melayangkan keluhan keras atas pelayanan yang minim dan ketersediaan obat yang memprihatinkan. Ironisnya, keluhan ini muncul tak lama setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap temuan mengejutkan: miliaran rupiah dana rakyat dibelanjakan untuk obat-obatan yang masa kedaluwarsanya nyaris habis.

Keluhan utama datang dari pasien yang terpaksa gigit jari karena obat-obatan vital sesuai resep ternyata kosong di apotek rumah sakit. “Pelayanan di RSUD Ogan Ilir kurang maksimal. Obat-obatan di apotek banyak yang tidak tersedia, jadi kami harus mencari ke luar. Apotek rumah sakit banyak kosong,” ujar YT, seorang warga Indralaya, dikutip dari Palpos.id, Selasa, 29 Juli 2025 lalu.

YT, yang merupakan peserta BPJS Kesehatan, merasa sangat diberatkan. “Kami ini pasien BPJS, seharusnya memperoleh pelayanan gratis, termasuk obat-obatan. Tapi kenyataannya malah harus keluar uang tambahan,” keluhnya, menggambarkan beban ganda yang harus ditanggung warga.

Tak berhenti di situ, keluhan serupa juga datang dari pasien rawat jalan. Bahkan, kondisi alat medis esensial seperti rontgen pun turut dikeluhkan rusak, memaksa pasien mencari fasilitas di rumah sakit lain. Sebuah unggahan di media sosial Facebook oleh akun @Ningsih Sagita, yang meminta bantuan untuk “memviralkan” kondisi ini, menunjukkan betapa frustrasinya masyarakat. “Bantu viralkan juga pelayanan di RSUD ini, bapak ibu di PWI Ogan Ilir. Kami berobat, obat-obat kosong terus. Mau Rontgen katanya rusak pula, disuruh ke rumah sakit lain. Tambah susah kami,” tulisnya dalam unggahan tersebut, sebagaimana dilansir Palpos.id.

Baca juga  BPK Sumsel Kenalkan Aplikasi MATA: Meningkatkan Efektivitas dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Negara

Kontradiksi Menampar: Di Mana Miliaran Rupiah Obat Itu?

Keluhan riil dari masyarakat ini menampar keras klaim Direktur RSUD Ogan Ilir, dr. Zulfitri, yang merespons singkat bahwa “untuk ketersediaan obat di RSUD terpenuhi.” Pernyataan dr. Zulfitri ini langsung dipertanyakan di hadapan publik. Bagaimana bisa stok obat “terpenuhi” jika pasien terpaksa membeli di luar, dan ada pula keluhan tentang kekosongan obat secara masif?

Klaim sang Direktur menjadi semakin tak masuk akal ketika kita mengaitkannya dengan temuan BPK RI Perwakilan Sumatera Selatan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor: 41.B/LHP/XVIII.PLG/05/2025 Tanggal 25 Mei 2025. LHP BPK tersebut secara eksplisit mengungkap bahwa pada tahun 2024, RSUD Ogan Ilir membeli obat senilai lebih dari Rp1 miliar (tepatnya Rp1.098.262.623,74) yang masa kedaluwarsanya kurang dari dua tahun. Bahkan, BPK menemukan 26 jenis obat senilai Rp8.876.495,00 yang sudah sepenuhnya kedaluwarsa di gudang.

Pertanyaan krusial pun muncul: Jika miliaran rupiah telah dihabiskan untuk membeli obat, mengapa sebagian besar di antaranya bermasalah dengan masa kedaluwarsa, dan yang lebih parah, mengapa obat di apotek justru kosong? Apakah obat-obat yang dibeli dengan masa kedaluwarsa pendek itu tidak dapat didistribusikan secara efektif atau bahkan sudah tidak layak pakai saat dibutuhkan?

Kegagalan Sistemik dan Tanggung Jawab yang Menguap

Kondisi ini jelas melanggar sejumlah ketentuan. Salah satunya adalah Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 11 ayat (1) huruf a, e, dan i, yang menegaskan tugas PPK dalam menyusun perencanaan pengadaan, menetapkan HPS, dan mengendalikan kontrak. Selain itu, temuan ini juga tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Beleid ini, khususnya pada BAB II.A.3 Pengadaan, Paragraf 3 huruf d, mengamanatkan masa kedaluwarsa minimal 2 tahun untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, kecuali untuk kondisi tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan.

Baca juga  BPK Perwakilan Provinsi Sumsel Gelar Tes Urine dan Sosialisasi P4GN untuk Wujudkan Indonesia Bersih Narkoba

BPK menyimpulkan bahwa permasalahan ini mengakibatkan risiko obat tidak dapat dimanfaatkan dan berpotensi membahayakan pasien. Kondisi ini disebabkan oleh Kepala Dinas Kesehatan selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Direktur RSUD Ogan Ilir selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang tidak mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan belanja obat-obatan. Selain itu, PPK dan PP juga dinilai tidak mematuhi ketentuan batas kedaluwarsa obat.

Bupati Ogan Ilir Berjanji Tindak Lanjuti, Publik Menanti Aksi Nyata

Menanggapi temuan serius ini, Bupati Ogan Ilir menyatakan sependapat dengan BPK dan berkomitmen akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi. BPK merekomendasikan Bupati untuk memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan agar menginstruksikan Direktur RSUD Ogan Ilir untuk mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan belanja obat-obatan, serta menugaskan PPK dan PP agar mematuhi batas ketentuan kedaluwarsa obat dalam setiap pengadaan.

Komitmen Bupati untuk menindaklanjuti temuan ini penting, namun publik menanti aksi nyata dan perbaikan sistemik agar kasus serupa tidak terulang. Dana miliaran rupiah yang berpotensi sia-sia karena kelalaian ini seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, menambah fasilitas, atau menjamin ketersediaan obat yang layak bagi masyarakat Ogan Ilir. Pengawasan yang lebih ketat dan kepatuhan terhadap regulasi adalah kunci untuk memastikan bahwa anggaran kesehatan benar-benar dimanfaatkan secara optimal demi kesejahteraan rakyat. (wir/dhi)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.