Banner Pemprov Sumsel Pemutihan Pajak

Headline

Jaringan Retribusi Pasar OKI Diduga Bocor Parah, BPK Ungkap Ratusan Juta Rupiah Hilang Akibat Perda Bermasalah dan Pengawasan Lemah

×

Jaringan Retribusi Pasar OKI Diduga Bocor Parah, BPK Ungkap Ratusan Juta Rupiah Hilang Akibat Perda Bermasalah dan Pengawasan Lemah

Sebarkan artikel ini

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Tahun 2024 menyoroti karut-marut pengelolaan retribusi pasar di Ogan Komering Ilir. Lebih dari Rp1,1 miliar potensi pendapatan daerah dari sewa kios dan los menguap karena regulasi yang bolong, penagihan tak optimal, dan praktik sewa-menyewa ilegal yang merugikan keuangan daerah.

Jaringan Retribusi Pasar OKI Diduga Bocor Parah, BPK Ungkap Ratusan Juta Rupiah Hilang Akibat Perda Bermasalah dan Pengawasan Lemah
Jaringan Retribusi Pasar OKI Diduga Bocor Parah, BPK Ungkap Ratusan Juta Rupiah Hilang Akibat Perda Bermasalah dan Pengawasan Lemah. Foto: Ilustrasi

KAYUAGUNG, NUSALY – Potensi pendapatan daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dari sektor retribusi pasar terancam mengalami kebocoran masif. Sebuah temuan tajam dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Sumatera Selatan Tahun 2024, dengan Nomor 40.B/LHP/XVIII.PLG/05/2025 Tanggal 24 Mei 2025, menguak kelemahan fundamental dalam pengelolaan pendapatan retribusi pasar di Bumi Bende Seguguk. BPK secara eksplisit menyoroti “Pengelolaan Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan Belum Memadai,” yang berpotensi merugikan kas daerah hingga miliaran rupiah.

Dinas Perdagangan Kabupaten OKI yang membawahi tiga Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pasar —yakni UPTD Pasar Kayuagung, UPTD Pasar Tugu Mulyo, dan UPTD Pasar Tulung Selapan— menjadi sorotan utama dalam audit ini. Ketiga pasar tersebut menyediakan fasilitas sewa toko berupa kios dan los yang semestinya menjadi sumber pendapatan rutin bagi daerah. Pasar Kayuagung, misalnya, memiliki 975 kios (732 aktif) dan 204 los (103 aktif). Pasar Tugu Mulyo dengan 27 kios aktif dan 409 los (237 aktif), sementara Pasar Tulung Selapan Ilir mengelola 65 kios aktif dan 18 los aktif. Namun, BPK menemukan bahwa pengelolaan potensi pendapatan dari fasilitas-fasilitas ini jauh dari kata optimal.

Perda Bermasalah: Kerugian Ratusan Juta dari Sewa Los yang Tak Terdata

Salah satu akar permasalahan yang diungkap BPK terletak pada payung hukum itu sendiri. Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten OKI Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ternyata tidak mengatur secara jelas terkait retribusi sewa los. Perda ini, yang diterbitkan pada 23 Desember 2023, mencabut Perda sebelumnya (Nomor 15 Tahun 2017) yang sebenarnya mengatur tarif retribusi sewa los sebesar Rp30.000,00 per bulan.

Akibat kekosongan regulasi ini, UPTD Pasar tidak pernah menagih retribusi sewa los selama tahun 2024. Sebuah kelalaian fatal yang mengakibatkan kerugian signifikan. BPK mengestimasi, berdasarkan tarif lama, terdapat potensi pendapatan yang tidak ditagih minimal sebesar Rp150.840.000,00. Angka ini merupakan akumulasi dari los aktif yang semestinya membayar retribusi di ketiga pasar tersebut: Rp22,68 juta dari Pasar Kayuagung, Rp121,68 juta dari Pasar Tugu Mulyo, dan Rp6,48 juta dari Pasar Tulung Selapan Ilir. Kekosongan regulasi ini menciptakan lubang besar yang menggerus potensi pendapatan daerah.

Baca juga  Bupati OKI Ajak Swasta dan Semua Pihak Bersama Turunkan Stunting

Modus Sewa-Menyewa Ilegal dan Penagihan Kios yang Loyo: Miliaran Rupiah Menguap

Tak hanya masalah los, pengelolaan retribusi sewa kios juga menunjukkan kelemahan parah, bahkan mengindikasikan adanya praktik yang berpotensi merugikan pedagang dan daerah sekaligus. BPK menemukan bahwa penagihan atas retribusi sewa kios belum optimal, terutama di Pasar Kayuagung.

Hasil observasi lapangan BPK mengungkap sebuah modus operandi yang merugikan: terdapat pedagang yang menyewa kios dari penyewa pertama yang terdaftar di UPTD Pasar Kayuagung, bukan langsung dari UPTD. Tragisnya, tarif yang dikenakan oleh penyewa pertama kepada penyewa kedua (sub-penyewa) jauh melampaui tarif resmi UPTD, yakni berkisar Rp3 juta hingga Rp6 juta per tahun, sementara tarif retribusi resmi terendah yang ditetapkan UPTD Pasar Kayuagung hanya Rp1,4 juta per tahun. Lebih parah lagi, banyak penyewa kedua yang tidak mengetahui bahwa penyewaan kios dapat dilakukan langsung ke UPTD dengan tarif yang jauh lebih rendah.

Ketika dikonfirmasi, para penyewa pertama beralasan tidak membayar retribusi sewa kios kepada UPTD Pasar Kayuagung karena kesulitan keuangan. Namun, temuan ini sangat kontras dengan fakta bahwa mereka sendiri menarik sewa yang jauh lebih tinggi dari sub-penyewa. Ini mengindikasikan potensi praktik ‘calo’ sewa kios yang mengambil keuntungan di atas penderitaan pedagang lain, sekaligus merugikan pendapatan asli daerah.

BPK juga menemukan banyak kios berstatus aktif yang tidak membayar retribusi sewa kios selama tahun 2024. Hasil pemeriksaan dokumen perjanjian sewa dan pembayaran sewa kios di ketiga pasar menunjukkan potensi penerimaan retribusi sewa yang hilang mencapai angka fantastis Rp1.032.500.000,00. Sebagian besar kerugian ini berasal dari Pasar Kayuagung yang mencapai Rp1.024.800.000,00, ditambah dengan Rp6,3 juta dari Pasar Tugu Mulyo dan Rp1,4 juta dari Pasar Tulung Selapan Ilir. Total kerugian gabungan dari sewa los dan kios saja sudah mencapai lebih dari Rp1,18 miliar.

Klasifikasi Kios yang Kabur: Celah Aturan Picu Ketidakakuratan Tarif

Persoalan regulasi kembali mencuat dalam temuan BPK terkait penetapan tarif sewa kios. Perda Kabupaten OKI Nomor 9 Tahun 2023 membedakan tarif sewa kios berdasarkan tipe 1, tipe 2, dan tipe 3, namun tidak disertai penjelasan rinci mengenai klasifikasi masing-masing tipe tersebut.

Baca juga  211 Orang P3K Nakes Kabupaten OKI Formasi 2022 Resmi dilantik!

Kepala masing-masing UPTD Pasar menjelaskan bahwa penetapan tipe dan tarif sewa kios masih mengacu pada ukuran kios sesuai Perda Kabupaten OKI Nomor 15 Tahun 2017. Namun, perhitungan ini sulit diimplementasikan di lapangan karena ukuran kios yang sangat beragam di setiap pasar. Akibatnya, penetapan tarif sewa kios menjadi tidak akurat dan rentan penyimpangan, menambah ketidakpastian dalam pengelolaan pendapatan daerah.

Implikasi Serius dan Tanggung Jawab yang Terabaikan

Kondisi pengelolaan retribusi pasar yang amburadul ini, menurut BPK, jelas-jelas tidak sesuai dengan Perda Kabupaten OKI Nomor 9 Tahun 2023 Pasal 81 (ayat 8 & 9) yang mengatur subjek dan wajib retribusi jasa usaha, serta Peraturan Bupati OKI Nomor 38 Tahun 2024 Pasal 4 (ayat 2) tentang tata cara pendataan subjek dan objek wajib retribusi.

Permasalahan ini mengakibatkan kerugian finansial yang nyata bagi Pemkab OKI: kehilangan potensi pendapatan minimal Rp150,84 juta dari sewa los, serta kekurangan pendapatan Rp1,032 miliar dari sewa kios. Secara keseluruhan, realisasi pendapatan retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan tidak mampu menggambarkan potensi sebenarnya yang bisa didulang daerah.

BPK secara tegas menunjuk penyebab masalah ini. Pertama, Kepala Dinas Perdagangan belum sepenuhnya melaksanakan tugas pengawasan atas kepatuhan wajib retribusi dan pengelolaan UPTD Pasar. Kedua, Kepala UPTD Pasar di Kayuagung, Tugu Mulyo, dan Tulung Selapan Ilir belum optimal melaksanakan intensifikasi penagihan retribusi berdasarkan data potensi pendapatan sewa kios dan los yang sebenarnya.

Atas permasalahan ini, Bupati OKI menyatakan sependapat dan berkomitmen menindaklanjuti rekomendasi BPK. BPK merekomendasikan kepada Bupati agar memerintahkan Kepala Dinas Perdagangan untuk: (1) Memperketat pengawasan, (2) Mengusulkan perubahan Perda Nomor 9 Tahun 2023 untuk mengatur tarif sewa los dan klasifikasi tipe kios, (3) Mengintensifkan penagihan retribusi berdasarkan data potensi riil, dan (4) Menagih sewa kios dan los yang belum dibayar selama tahun 2024 sebesar Rp1.032.500.000,00.

Temuan BPK ini bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan cerminan dari potensi kerugian signifikan yang terus-menerus menggerogoti kas daerah. Hilangnya pendapatan ini berarti berkurangnya dana yang bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, atau program kesejahteraan masyarakat. Kini, bola ada di tangan Pemkab OKI untuk segera menutup celah-celah kebocoran ini dan memastikan setiap rupiah potensi pendapatan daerah benar-benar kembali ke kas negara untuk kemajuan masyarakat. Publik menanti aksi nyata, bukan sekadar komitmen di atas kertas. (dhi)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.