Pemprov Sumsel 1000x250 Pemkab Muba 1000x250
Headline

Paradoks Anggaran OKI yang Tak Terjawab: Bupati Tunda Mobil Dinas, DPRD Kejar Rp5,1 Miliar, Namun Pilih Bungkam Saat Dikonfirmasi

×

Paradoks Anggaran OKI yang Tak Terjawab: Bupati Tunda Mobil Dinas, DPRD Kejar Rp5,1 Miliar, Namun Pilih Bungkam Saat Dikonfirmasi

Sebarkan artikel ini

Angka Rp5,1 Miliar untuk Kendaraan Baru Pimpinan DPRD Kontras Tajam dengan Kebijakan Efisiensi Bupati OKI. Upaya Konfirmasi Mengenai Prioritas di Tengah Defisit Daerah Berujung pada Diamnya Ketua DPRD OKI. Akankah “Jatah Pejabat” Tetap Jadi Prioritas di Balik Pintu Tertutup?

Paradoks Anggaran OKI yang Tak Terjawab: Bupati Tunda Mobil Dinas, DPRD Kejar Rp5,1 Miliar, Namun Pilih Bungkam Saat Dikonfirmasi
Paradoks Anggaran OKI yang Tak Terjawab: Bupati Tunda Mobil Dinas, DPRD Kejar Rp5,1 Miliar, Namun Pilih Bungkam Saat Dikonfirmasi. Foto: Dok. Istimewa

KAYUAGUNG, NUSALY – Sebuah paradoks anggaran tengah mencuat di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), menyoroti janji efisiensi yang kerap digaungkan para pejabat. Di satu sisi, Bupati OKI Muchendi Mahzareki dengan tegas menunda pembelian mobil dinasnya sendiri sebagai bentuk komitmen efisiensi di tengah defisit anggaran daerah. Di sisi lain, sebuah fakta mencengangkan terkuak dari Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP: DPRD OKI justru mengajukan anggaran fantastis Rp5,1 miliar untuk pengadaan mobil dinas baru bagi pimpinannya di APBD 2025.

Kontras ini bukan sekadar selisih angka. Ini adalah cermin dari perbedaan prioritas yang mencolok antara eksekutif dan legislatif, sekaligus ujian atas komitmen nyata para wakil rakyat terhadap kondisi fiskal daerah dan aspirasi publik. Pertanyaan besar menggantung: mengapa di tengah desakan efisiensi, fasilitas kemewahan pejabat masih menjadi prioritas?

Ketika Pertanyaan Tajam Tak Berbalas: Bungkamnya Pimpinan Dewan OKI

Melihat anomali anggaran ini, sebuah upaya konfirmasi telah dilayangkan kepada sosok kunci di DPRD OKI, Ketua DPRD OKI sebagai pimpinan tertinggi yang memegang kendali kebijakan politis. Serangkaian pertanyaan mendalam, yang dirancang untuk menggali urgensi, pertimbangan, dan pertanggungjawaban publik, telah dikirimkan melalui pesan WhatsApp.

Namun, hasilnya? Hening.

Ketua DPRD OKI memilih untuk tidak menanggapi. Pesan-pesan konfirmasi yang menanyakan: Urgensi pengadaan Rp5,1 miliar di APBD 2025, Koordinasi dengan Bupati terkait kebijakan efisiensi, Kajian mendalam tentang kelayakan kendaraan dinas saat ini, Rincian alokasi anggaran fantastis tersebut, Tanggapan terhadap persepsi publik yang melihat ini sebagai “ketidakpekaan,” Hingga kemungkinan evaluasi ulang di tengah desakan efisiensi, dan komitmen jangka panjang DPRD terhadap transparansi dan akuntabilitas anggaran fasilitas pejabat. Semua pertanyaan itu tak berjawab.

Paradoks yang Kian Menganga: Prioritas Rakyat atau “Jatah Pejabat”?

Sikap bungkam ini justru kian mempertegas paradoks yang ada. Pernyataan Bupati Muchendi bahwa “yang diefisiensi bukan untuk rakyat tapi jatah kita seperti perjalanan dinas, rapat-rapat dan mobil dinas” menjadi semakin relevan. Apakah keheningan dari DPRD ini adalah indikasi bahwa “jatah pejabat” masih menjadi garis merah yang tak boleh diganggu gugat, bahkan di tengah defisit yang nyata?

DPRD adalah wakil rakyat. Ketika ada “paradoks” anggaran semacam ini, dan upaya dialog yang sederhana pun tak direspons, bagaimana DPRD merespons kekecewaan atau persepsi negatif dari masyarakat? Komitmen untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat seringkali hanya menjadi retorika jika tidak dibarengi dengan transparansi dalam setiap sen anggaran yang dikeluarkan, terutama untuk fasilitas pribadi pejabat.

Masyarakat Ogan Komering Ilir berhak mendapatkan jawaban atas setiap prioritas anggaran yang ditetapkan. Mereka berhak tahu mengapa miliaran rupiah dianggarkan untuk kendaraan baru di saat Bupati memilih menahan diri. Keheningan ini bukan sekadar tidak adanya komentar; ini adalah pesan. Pesan tentang seberapa jauh komitmen para wakil rakyat untuk benar-benar mendahulukan kepentingan publik di atas “jatah” dan fasilitas diri. Bola panas kini ada di tangan DPRD. Akankah mereka akhirnya bersuara, atau membiarkan paradoks ini terus jadi pertanyaan besar tanpa jawaban? (dhi/deni)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.