PALEMBANG, NUSALY – Fakta mengejutkan kembali terungkap dalam persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi fee proyek pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD Sumsel atas nama Anita Noeringhati di Kabupaten Banyuasin. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu 16 Juli 2025, seorang pengawas proyek bernama Fahrurrozi secara terang-terangan mengakui telah melakukan manipulasi laporan progres pembangunan.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fauzi Isra SH MH ini menghadirkan Fahrurrozi sebagai saksi kunci. Di hadapan majelis, Fahrurrozi mengakui bahwa dirinya, yang bertanggung jawab sebagai pengawas proyek, tidak melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya.
Pengakuan ini mencuat saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumsel mengkonfrontasi perbedaan data antara laporan dan kondisi di lapangan. Laporan menyebutkan bahwa progres pembangunan kantor lurah Keramat Raya telah mencapai 70 persen. Namun, fakta sebenarnya di lapangan hanya menunjukkan realisasi sekitar 40 persen.
Dengan nada gugup, Fahrurrozi menjawab, “Itu saya yang buat laporan pekerjaan fisik kantor lurah jadi 70 persen, sedangkan realitanya di lapangan progresnya baru 40 persen.” Lebih lanjut, Fahrurrozi menjelaskan bahwa manipulasi data progres proyek tersebut dilakukan bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bernama Andi Wijaya. Ia pun mengakui bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap aturan dan prosedur dalam pelaksanaan proyek pemerintah.
Pengawasan Fiktif dan Minimnya Pemahaman Kualitas
Tak hanya soal kantor lurah, Fahrurrozi juga mengaku mengawasi tiga proyek lainnya, seperti pengecoran jalan dan pembangunan drainase. Namun, pengawasan itu hanya berdasarkan catatan atau nota-nota tanpa melihat langsung kondisi di lapangan.
Bahkan, ia mengaku tidak memahami kualitas bahan yang digunakan, termasuk spesifikasi teknis cor beton yang seharusnya memenuhi standar K250. “Saya hanya mengawasi berdasarkan catatan saja. Untuk kualitas, saya tidak tahu. Bahkan untuk uji kualitas beton pun saya tidak paham,” ujarnya jujur. Didesak JPU soal pemahaman bahwa apa yang dilakukan bertentangan dengan aturan, Fahrurrozi akhirnya mengakui, “Saya akui itu perbuatan salah dan melanggar aturan,” ucapnya dengan suara terbata-bata.
Selain Fahrurrozi, JPU Kejati Sumsel juga menghadirkan pihak Kelompok Kerja (Pokja) sebagai saksi untuk memperkuat pembuktian dalam kasus ini.
Modus Korupsi Proyek Pokir di Banyuasin Terungkap
Sebagaimana diketahui, perkara ini bermula dari kunjungan kerja RA Anita Noeringhati bersama terdakwa Arie Martha Redo ke Kelurahan Keramat Raya, Kecamatan Talang Kelapa, Banyuasin pada tahun 2023. Dari kunjungan itu, mereka menerima proposal kegiatan yang kemudian diarahkan ke Dinas PUPR Banyuasin.
Proyek yang dijalankan oleh CV HK milik terdakwa Wisnu Andrio Fatra diduga sarat kepentingan dan menjadi ajang pembagian fee proyek sebesar 20 persen. Fee itu dipecah untuk sejumlah pihak, termasuk 7 persen untuk Kadis PUPR Apriansyah dan 3 persen untuk panitia lelang.
Dari hasil penyidikan, Arie Martha Redo menerima fee proyek senilai total Rp606,8 juta melalui dua kali transfer. Atas perbuatannya, ia dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang masih akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi lainnya. Fakta-fakta yang terungkap semakin memperlihatkan bobroknya pelaksanaan proyek pokir yang melibatkan banyak pihak, dari eksekutif hingga legislatif di Banyuasin. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.