Pemprov Sumsel 1000x250 Pemkab Muba 1000x250
Headline

Sidang Korupsi Pokir Rp 45 Miliar OKU, Bupati Teddy Klaim Tak Tahu, KPK Ungkap Modus Konspirasi Proyek Fiktif

×

Sidang Korupsi Pokir Rp 45 Miliar OKU, Bupati Teddy Klaim Tak Tahu, KPK Ungkap Modus Konspirasi Proyek Fiktif

Sebarkan artikel ini

Bupati OKU Teddy Mailwansyah bersaksi di PN Palembang, mengaku baru tahu suap Pokir DPRD senilai Rp 45 miliar setelah OTT KPK. Namun, kesaksiannya dikonfrontasi dengan pengakuan anggota DPRD yang juga tersangka. KPK sendiri membongkar modus licik pengkondisian proyek fiktif sejak awal, menyingkap borok konspirasi yang merugikan publik.

Sidang Korupsi Pokir Rp 45 Miliar OKU, Bupati Teddy Klaim Tak Tahu, KPK Ungkap Modus Konspirasi Proyek Fiktif
Sidang Korupsi Pokir Rp 45 Miliar OKU, Bupati Teddy Klaim Tak Tahu, KPK Ungkap Modus Konspirasi Proyek Fiktif. Foto: Dok. Indra/Nusaly.com

PALEMBANG, NUSALY – Lingkaran dugaan korupsi dan suap di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, Tahun Anggaran 2024-2025, terus terkuak di Pengadilan Negeri (PN) Palembang. Dalam sidang lanjutan pada Senin (30/6/2025), Bupati OKU Teddy Meilwansyah hadir sebagai saksi, memberikan keterangan vital dalam perkara yang berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD OKU senilai Rp 45 miliar.

Sidang yang dipimpin majelis hakim Idi Il Amin, S.H., M.H., ini menghadirkan lima orang saksi, dua di antaranya hadir secara luring (offline) yakni Bupati Teddy Mailwansyah dan Sekretaris Daerah OKU Darmawan Irianto. Sementara tiga saksi lainnya, yang juga berstatus tersangka dalam perkara yang sama—anggota DPRD OKU Perlan Yuliansyah, M. Fahrudin (Ketua Komisi III), dan Ummi Hartati (Ketua Komisi II)—dihadirkan secara daring (online).

Bupati Klaim Tak Tahu, Konfrontasi di Ruang Sidang Bicara Lain

Dalam kesaksiannya, Bupati Teddy Mailwansyah mengaku baru mengetahui adanya suap proyek Pokir DPRD dan detail fee sebesar 20 persen yang dipindah oleh anggota DPRD setelah adanya OTT KPK di Kabupaten OKU, saat dirinya ikut diperiksa oleh penyidik.

“Saya mengetahui berita tersebut ketika terjadi OTT KPK, dan ikut diperiksa oleh penyidik, terkait fee proyek sebesar 20 persen untuk anggota DPRD OKU,” terangnya.

Ia juga menegaskan tidak mengenal kedua terdakwa, Ahmad Sugeng Santoso dan M. Fauzi alias Pablo, dengan alasan tidak pernah bertemu atau berkomunikasi langsung selama menjabat.

Namun, pengakuan Bupati ini dikonfrontir oleh Jaksa KPK dengan keterangan tiga tersangka anggota DPRD OKU. JPU mengkonfirmasi apakah saksi Ferlan dan Fahruddin pernah datang ke kantor Bupati bertemu dengan Setiawan dan Teddy untuk membahas pencairan dana kegiatan Pokir yang menjadi jatah anggota dewan.

Ferlan Juliansyah dan M. Fahrudin mengiyakan kebenaran pernyataan Jaksa KPK, meskipun Ferlan mengaku tidak tahu spesifik pencairan proyek mana.

“Saya tidak tahu pencairan proyek yang mana, setahu saya itu pencairan uang muka proyek kegiatan di Dinas PUPR, karena Novriansyah selaku Kadis PUPR tidak menjelaskan secara spesifik untuk kegiatan yang mana, namun terkait yang Jaksa KPK ucapkan tadi benar semua,” ungkap Ferlan, yang diamini Fahrudin.

Usai persidangan, saat dicecar pertanyaan terkait adanya aliran anggaran ke anggota DPRD OKU dari “Kubu Bertaji”, Bupati Teddy menanggapinya dengan santai.

“Insya Allah tidak ada, karena memang selama ini kami tidak tahu, karena selama proses Pilkada kami banyak di Jakarta, jadi kami tidak mengetahuinya,” tutup Teddy.

Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana pengawasan dan kontrol terhadap pengelolaan anggaran daerah.

Modus Operandi Terungkap: Konspirasi Proyek Fiktif dan Kerugian Negara

Kasus OTT KPK ini telah menjerat enam orang tersangka. Selain dua terdakwa M. Fauzi (Pablo) dan Ahmad Sugeng Santoso yang kini menjalani persidangan, empat lainnya—Ferlan Juliansyah, M. Fahrudin, Ummi Hartati (ketiganya anggota DPRD OKU), serta Nopriansyah (Kepala Dinas PUPR OKU)—masih berstatus tersangka dan perkaranya belum dilimpahkan ke PN Palembang.

Penyidik KPK sebelumnya telah menjelaskan modus yang dilakukan para tersangka. Mereka mengkondisikan proyek sejak awal. Kepala Dinas PUPR OKU bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bahkan sengaja mencari perusahaan di luar daerah, yakni Lampung Tengah, untuk “digunakan namanya” (meminjam bendera), padahal pekerjaan fisiknya akan dikerjakan oleh pihak swasta yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

“Kondisi di awal uang muka sudah diambil, diserahkan dan digunakan pihak lain, tentu akan mempengaruhi kualitas proyek yang akan dikerjakan, ini yang mereka lakukan. Ada konspirasi, pemufakatan jahat untuk mendapatkan uang diberikan kepada pihak, baik di legislatif maupun ke Kepala Dinas PUPR, dan mungkin masih ada pihak-pihak lain mendapatkan keuntungan secara tidak wajar dan tidak resmi,” urai KPK, membongkar skema korupsi yang terstruktur dan merugikan kualitas pembangunan infrastruktur.

Persidangan ini tak hanya mengadili individu, tetapi juga mengungkap jaringan dan modus korupsi yang sistematis, menuntut akuntabilitas menyeluruh dari setiap pihak yang terlibat dalam pengelolaan anggaran daerah. Publik menanti transparansi penuh dan keadilan dalam kasus yang menguras kepercayaan ini. (InSan)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.