PALEMBANG, NUSALY – Sidang lanjutan kasus suap dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD OKU kembali mengungkap fakta mengejutkan. Dalam persidangan yang digelar Senin, 14 Juli 2025, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI memutar rekaman percakapan suara yang menyeret nama terdakwa Ahmad Sugeng Santoso dengan mantan Kepala Dinas PUPR OKU, Novriansyah. Rekaman ini seolah membantah dalih penolakan halus yang dilontarkan Sugeng di persidangan.
Dalam sidang tersebut, Jaksa menghadirkan agenda mendengarkan keterangan langsung dari terdakwa Sugeng Santoso, yang disebut-sebut sebagai pemberi suap kepada sejumlah anggota DPRD OKU. Sugeng terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK beberapa waktu lalu bersama terdakwa lainnya, M Fauzi alias Pablo.
Dalih “Penolakan Halus” Proyek Raksasa Digugat Rekaman KPK
Di hadapan majelis hakim, Sugeng mengaku dirinya memang pernah menelepon Novriansyah. Namun, ia berdalih bahwa maksud dari pembicaraan tersebut adalah untuk menolak secara halus ajakan mengerjakan paket proyek Pokir DPRD OKU yang nilainya fantastis, mencapai Rp45 miliar.
“Itu saya menelepon Pak Novri maksudnya menolak secara halus ajakannya untuk mengerjakan proyek, karena nilai proyeknya terlalu besar dan saya tidak sanggup,” jelas Sugeng dalam ruang sidang.
Sugeng lebih lanjut beralasan, perusahaannya yang bergerak di bidang pengadaan komputer tidak memiliki kapasitas maupun pengalaman dalam proyek konstruksi, seperti pembangunan jalan dan bangunan. Ia mengklaim hanya memiliki modal sebesar Rp1,5 miliar, yang merupakan dana untuk menjalankan usaha toko komputer miliknya. Angka tersebut jelas tidak sebanding dengan nilai proyek yang ditawarkan.
Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dengan tegas membantah klaim penolakan halus tersebut. Dalam rekaman percakapan yang diputar di hadapan majelis hakim, JPU menyebut bahwa tidak terdengar adanya kalimat penolakan eksplisit dari Sugeng atas ajakan untuk menggarap proyek.
“Kalau menurut terdakwa itu bentuk penolakan secara halus, itu hak dia. Tapi jelas dalam rekaman ini tidak ada satu kata pun yang menyatakan penolakan. Bahkan di akhir percakapan, terdakwa malah meminta petunjuk kepada Novri,” tegas JPU dalam persidangan.
JPU KPK menduga, sikap Sugeng yang terkesan pasif tersebut sebenarnya bertujuan agar Novriansyah bisa mengakomodasi keinginannya mendapatkan proyek dengan nilai yang lebih kecil dan sesuai dengan kemampuan modalnya, yaitu antara Rp1,5 hingga Rp2 miliar. Indikasi ini menguatkan dugaan adanya praktik kongkalikong dan pengaturan proyek dalam pengadaan dana Pokir DPRD OKU yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
Transparansi Dana Aspirasi dan Babak Baru Penyidikan
Persidangan ini semakin menguatkan dugaan adanya praktik korupsi dan pengaturan proyek dalam pengelolaan dana Pokok Pikiran DPRD OKU. Dugaan suap dan kongkalikong proyek ini menjadi sorotan utama KPK, yang kini terus menelusuri keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini, termasuk sejumlah anggota legislatif yang diduga ikut menikmati aliran dana tersebut.
Kasus ini pun menjadi pengingat keras terhadap pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana aspirasi di daerah. Dana Pokir yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan pro-rakyat, justru diduga diselewengkan untuk kepentingan pribadi.
Sidang lanjutan kasus suap Pokir DPRD OKU akan digelar pekan depan. Agendanya adalah mendengarkan keterangan saksi dari pihak Dinas PUPR OKU dan sejumlah anggota legislatif yang diduga ikut menikmati aliran dana tersebut. Publik menanti terungkapnya kebenaran sepenuhnya dalam kasus yang mencoreng nama lembaga legislatif daerah ini. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

 
 
   
 
									




