BANYUASIN, NUSALY – Kabut tipis masih menyelimuti kawasan pesisir Sungsang saat matahari beranjak naik. Aroma khas air payau dan lumpur basah tercium, membaur dengan desau angin yang menerpa dedaunan pohon bakau. Di kejauhan, puluhan perahu nelayan mulai meninggalkan dermaga, seolah menjadi saksi bisu dimulainya sebuah ikrar yang diwujudkan dalam gerakan penanaman pohon.
Pada Selasa (19/8/2025), lebih dari 80 peserta yang terdiri dari jurnalis Forum Jurnalis Migas (FJM), perwakilan SKK Migas, dan berbagai perusahaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) seperti Medco Energi, Pertamina Hulu Rokan, Repsol, dan lainnya, tumpah ruah di lokasi penanaman. Mereka datang tidak hanya untuk meliput, melainkan untuk terlibat langsung, memegang bibit-bibit kecil mangrove dan menancapkannya ke lumpur. Gerakan ini terasa simbolis, sebuah jabat tangan nyata antara dunia energi, media, dan alam.
Syafei Sapri, Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Sumbagsel, hadir dengan visi besar. Dalam sambutannya, ia tidak sekadar berbicara tentang angka dan target, melainkan tentang makna yang lebih dalam. “Ini adalah wadah silaturahim antara kita semua. Wartawan adalah bagian penting dari kami. Dan melalui kolaborasi ini, kita meletakkan fondasi yang kuat. Percayalah, Sungsang akan menjadi paru-paru dunia,” ucapnya, sebuah pernyataan yang begitu ambisius namun terasa mungkin di tengah semangat yang membara.
Benteng Hidup dan Keseimbangan Ekosistem
Hirmawan Eko Prabowo, Manajer Field Relation and CE PT Medco dan Energy, menguraikan dengan rinci tujuan mulia di balik penanaman ini. Ia menempatkan mangrove sebagai solusi multidimensi. Pertama, sebagai benteng hidup yang melindungi pesisir dari abrasi dan erosi, sekaligus meredam gelombang laut. Kedua, sebagai penyaring alami yang menjaga kualitas air, menyerap polutan, dan meningkatkan kadar oksigen di air, sebuah fungsi vital yang sering terlupakan.
Lebih dari sekadar penjaga garis pantai, mangrove juga menyediakan habitat bagi beragam spesies laut, burung, dan hewan, menjadikannya jantung keanekaragaman hayati yang tak ternilai. Secara global, hutan bakau berperan penting dalam mengurangi dampak perubahan iklim berkat kemampuannya menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar.
Terakhir, dan yang paling terasa langsung dampaknya bagi warga lokal, mangrove adalah penopang kehidupan masyarakat pesisir dengan menyediakan sumber daya alam yang melimpah seperti ikan, udang, kepiting, dan bahan kayu. “Dengan demikian, menanam mangrove sangat penting untuk menjaga lingkungan dan mendukung kehidupan masyarakat,” pungkas Hirmawan.
SKK Migas-KKKS, melalui program CSR-nya, telah menunjukkan komitmen jangka panjang. Sejak tahun 2024, setidaknya 31.000 bibit mangrove telah ditanam di lahan seluas 3,5 hektare, dan bibit-bibit ini tidak dibiarkan begitu saja. Mereka dikelola dengan baik oleh belasan tim dari Lembaga Desa Pengelola Hutan Desa (LDPHD) di bawah koordinasi Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel.
Abdullah, salah seorang petugas LDPHD, menyuarakan optimisme yang sama, namun dengan sentuhan realitas di lapangan. “Kawasan pesisir Sungsang sejatinya membutuhkan minimal 65 hektare hutan mangrove untuk mencapai keseimbangan ekosistem yang ideal,” ujarnya. Ia sadar, perjalanan masih panjang. Namun, partisipasi perusahaan dan masyarakat yang terus bertambah menjadi bahan bakar harapan bahwa kebutuhan ini akan tercapai secara bertahap.
Buah Mangrove dan Peluang Ekonomi Baru
Camat Banyuasin II, Ahmad Riduan, membuktikan bahwa semangat konservasi ini telah berbuah manis. Ia menceritakan bagaimana warga Sungsang telah kreatif memanfaatkan hasil hutan mangrove untuk berbagai produk olahan bernilai jual. “Salah satunya buah mangrove yang diolah menjadi sabun cuci tangan. Produk ini punya nilai ekonomi tinggi dan membuka peluang usaha baru,” jelasnya.
Penanaman mangrove, dengan demikian, bukan hanya sekadar isu hijau. Ia adalah pemicu roda ekonomi, menciptakan sumber daya yang menjaga keberlanjutan mata pencaharian nelayan. Ahmad Riduan menegaskan, “Pelestarian mangrove adalah investasi jangka panjang, baik untuk lingkungan maupun ekonomi masyarakat. Kami berharap program ini terus berlanjut dan semakin meluas.”
Pada akhirnya, penanaman puluhan ribu bibit mangrove ini adalah perwujudan sinergi. Dari meja rapat perusahaan, tangan-tangan jurnalis, hingga tetesan keringat petugas LDPHD, semua menyatu demi satu tujuan. Ini adalah contoh nyata bagaimana kolaborasi bisa melahirkan manfaat besar, bukan hanya bagi lingkungan, melainkan juga bagi kesejahteraan masyarakat yang berhak mendapatkan masa depan yang lestari. (dhi)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.