PALEMBANG, NUSALY — Sidang kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Penguasaan Hak (SPH) izin perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Musi Rawas senilai lebih dari Rp 61 miliar berlanjut ke tahap pembuktian. Meskipun majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang menolak eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Efendi Suryono alias Afen, Direktur PT Dapo Agro Makmur (PT DAM), serta terdakwa Bahtiyar, Kepala Desa Mulyoharjo, pihak terdakwa berkeras akan mengungkap dugaan pemerasan oleh oknum penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan di pokok persidangan.
Dalam amar putusan selanya pada Senin (7/7/2025), Majelis Hakim Pitiadi SH MH menyatakan keberatan atas eksepsi yang diajukan penasihat hukum para terdakwa mengenai formil dakwaan “tidak dapat diterima karena tidak cukup beralasan.”
“Menyatakan keberatan penasihat hukum para terdakwa tidak dapat diterima, memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara atas nama dua terdakwa Effendi Suryono (Afen) dan terdakwa Bahtiyar,” tegas hakim Pitiadi. Agenda sidang selanjutnya pekan depan adalah pemeriksaan saksi-saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Musi Rawas.
Penyidikan Cacat Hukum, Enam Kades Siap Bersaksi
Indra Cahaya, salah satu tim penasihat hukum terdakwa Bahtiyar, menanggapi putusan sela tersebut dengan menegaskan komitmen mereka untuk tetap memperjuangkan kebenaran terkait dugaan pemerasan. Ia menyebut, dalam persidangan sebelumnya, JPU tidak membantah secara langsung tudingan pemerasan tersebut.
“Dalam persidangan tadi kita memiliki kesempatan, dari tanggapan JPU tidak ada satupun yang membantah mengenai apa yang kita sampaikan, apa yang kami sampaikan dalam eksepsi benar menurut hukum, tentu akan kami perjuangkan terkait apa yang sudah kita ungkapkan akan kami lanjutkan,” terang Indra.
Menurut Indra, majelis hakim hanya fokus pada materi pokok dakwaan dalam putusan sela, dan menganggap dugaan pemerasan yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan bukan bagian dari pokok perkara yang harus dibuktikan di tahap eksepsi. Namun, tim penasihat hukum bersikukuh bahwa berkas dakwaan yang digunakan adalah cacat hukum karena diperoleh dengan cara melawan hukum.
“Nanti akan kami kejar dalam pokok perkara, dan akan kami ungkap dalam persidangan,” tegas Indra. Untuk mendukung klaim tersebut, timnya berencana memanggil dan menghadirkan enam kepala desa dan satu camat sebagai saksi dalam persidangan. Hal ini mengindikasikan adanya saksi kunci yang berpotensi membeberkan detail dugaan pemerasan tersebut.
Indra Cahaya juga menyatakan akan terus mempertanyakan hasil pemeriksaan yang dilakukan Asisten Pengawas (Aswas) Kejati Sumsel terkait laporan dugaan perbuatan melawan hukum oleh penyidik Kejati Sumsel. “Seharusnya mereka yang berkewajiban menyerahkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Aswas Kejati Sumsel, tentu akan kami pertanyakan nanti dalam persidangan,” pungkasnya, mengindikasikan bahwa isu ini akan terus menjadi sorotan di meja hijau.
Kasus dugaan korupsi SPH sawit di Musi Rawas telah menjadi perhatian publik, terutama dengan munculnya tudingan serius mengenai pemerasan penyidik sebesar Rp 750 juta yang diduga dilakukan oknum. Dengan berlanjutnya sidang ke tahap pembuktian, sorotan kini beralih pada kemampuan tim terdakwa untuk membuktikan klaim mereka, sekaligus menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum itu sendiri. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.