PALEMBANG, NUSALY – Kasus dugaan korupsi dana Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang yang menyeret mantan Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda (Finda) dan suami, Dedi Sipriyanto, dipastikan berlanjut. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Palembang pada Selasa (21/10/2025), majelis hakim yang diketuai Masriati SH MH, menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh kedua terdakwa.
Dalam amar putusan selanya, hakim menyatakan bahwa dalil keberatan yang disampaikan oleh tim penasihat hukum terdakwa dinilai tidak beralasan hukum dan seharusnya dibuktikan dalam pokok perkara.
“Menolak eksepsi dari para terdakwa seluruhnya. Menyatakan pemeriksaan perkara tetap dilanjutkan ke tahap pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi,” tegas hakim Masriati.
Dana Kemanusiaan untuk Kepentingan Pribadi
Dengan ditolaknya eksepsi yang sebelumnya memohon agar dakwaan JPU dinyatakan batal demi hukum, jaksa KPK diperintahkan untuk melanjutkan perkara ke tahap pembuktian. JPU Syaran Jafizhan SH MH, dari Kejari Palembang, menyatakan pihaknya siap menghadirkan antara 5 hingga 10 saksi pertama pada sidang pekan depan.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyingkap bagaimana dana yang seharusnya diperuntukkan bagi kegiatan kemanusiaan PMI Palembang, justru diselewengkan secara sistematis untuk kepentingan pribadi.
Dalam dakwaan JPU, Fitrianti Agustinda alias Finda diduga menerima aliran dana sebesar Rp2,4 miliar, Dedi Sipriyanto sebesar Rp30 juta, sementara keduanya juga turut menikmati dana bersama senilai Rp1,4 miliar. Angka penyelewengan dana bersama ini menjadi core pembuktian korupsi di persidangan.
JPU mengungkap bahwa uang hasil korupsi tersebut digunakan untuk menutupi berbagai kebutuhan pribadi dan gaya hidup. Dana PMI dipakai untuk membayar uang muka dan cicilan dua unit mobil pribadi, yaitu Toyota Hi-Ace tahun 2020 dan Toyota Hilux tahun 2023. Pembelian dilakukan dengan skema kredit atas nama pihak ketiga, namun pembiayaan utama berasal dari kantong PMI.
Selain untuk mobil mewah, dana PMI juga digunakan untuk menutupi berbagai kebutuhan domestik, mulai dari belanja rumah tangga, tagihan listrik, biaya sekolah anak, hingga pembelian krim wajah. Total pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga ini mencapai lebih dari Rp664 juta.
Parahnya, untuk menutupi jejak penyelewengan, semua transaksi pengeluaran tersebut disamarkan dalam laporan pertanggungjawaban fiktif, seolah-olah dana digunakan untuk pembelian beras dan sembako di sejumlah toko.
JPU juga menemukan adanya penggunaan dana PMI sebesar hampir Rp370 juta untuk pembelian papan bunga. Ironisnya, hanya sekitar Rp29 juta yang digunakan untuk kepentingan organisasi, sementara sisanya Rp339 juta dipakai untuk papan bunga pribadi atas nama Finda dan Dedi.
Dengan ditolaknya eksepsi, persidangan akan berlanjut ke tahap pembuktian dengan menghadirkan total 99 saksi yang tercantum dalam berkas dakwaan. Kasus ini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor, memastikan fokus persidangan akan sepenuhnya pada bukti-bukti penyalahgunaan wewenang dan penggelapan dana publik untuk memperkaya diri sendiri. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.