Palembang, NUSALY.COM – Sidang kasus korupsi dana desa senilai Rp383 juta dengan terdakwa mantan Kepala Desa (Kades) Harimau Tandang, Kabupaten Ogan Ilir, Syamsul, mengungkap fakta-fakta baru yang mencengangkan. Selain menggunakan dana desa untuk foya-foya dan menyawer biduan, Syamsul juga terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang dengan mengangkat perangkat desa tanpa prosedur yang sah.
Fakta-fakta ini terungkap dalam sidang pemeriksaan perkara dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang digelar pada Selasa, 3 Desember 2024, di Pengadilan Tipikor Palembang.
Pengangkatan Perangkat Desa Tanpa Prosedur
Salah satu saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir adalah Sudirman, yang menjabat sebagai Kepala Seksi (Kasi) Pemerintahan Desa Harimau Tandang. Dalam kesaksiannya, Sudirman mengungkapkan bahwa dirinya diangkat sebagai Kasi Pemerintahan hanya berdasarkan penunjukan langsung dari terdakwa Syamsul, tanpa melalui prosedur yang seharusnya.
“Saya saat itu cuma ditunjuk saja, tidak tahu ada SK atau tidak bahkan tidak tahu tupoksi mengenai jabatan saya itu apa bu hakim,” ungkap Sudirman di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Masriati SH MH.
Sudirman bahkan mengaku tidak mengetahui sama sekali tugas pokok dan fungsi (tupoksi) jabatannya sebagai Kasi Pemerintahan. Ia hanya datang ke kantor desa untuk menerima honor sebesar Rp1,5 juta per bulan yang diberikan oleh Syamsul setiap tiga bulan sekali.
“Saya ini orang bodoh Bu hakim, tidak tahu apa-apa ditunjuk jadi Kasi Pemerintahan karena ada honornya dikasih Rp1,5 juta perbulan yang dibagikan per tiga bulan sekali,” tambahnya.
Tidak Terlibat dalam Pengelolaan Dana Desa
Ketika ditanya mengenai anggaran dana desa untuk Desa Harimau Tandang tahun 2022, Sudirman juga tidak bisa menjawab karena tidak mengerti tupoksinya mengenai pencairan dana desa.
Hal senada juga disampaikan oleh saksi lain bernama Dina Mariana, yang menjabat sebagai Kasi Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Desa Harimau Tandang. Dina mengaku ditunjuk langsung oleh Syamsul sebagai Kasi Kesra, namun tidak pernah menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan hingga akhir masa jabatannya.
Kesimpulan Majelis Hakim terkait Pengangkatan Perangkat Desa
Dari keterangan kedua saksi tersebut, majelis hakim menyimpulkan bahwa terdakwa Syamsul telah melakukan penyalahgunaan wewenang dengan mengangkat perangkat desa tanpa prosedur yang sah dan tanpa memberikan SK pengangkatan. Selain itu, para perangkat desa tersebut juga tidak dilibatkan dalam mekanisme pengelolaan dana desa.
Kwitansi Kosong dan Dugaan SPJ Fiktif
Fakta lain yang terungkap dalam persidangan adalah adanya dugaan pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif oleh terdakwa Syamsul. Hal ini terungkap dari keterangan saksi bernama Abdul Rahman, pemilik toko percetakan tempat Syamsul membuat stempel desa.
Abdul Rahman mengungkapkan bahwa Syamsul pernah meminta kwitansi kosong ketika membuat stempel desa. “Seingat saya saat itu terdakwa Syamsul pernah bikin stempel sekaligus meminta nota kosong, tapi tidak tahu digunakan untuk apa,” ungkap Abdul Rahman.
JPU menduga kwitansi kosong tersebut digunakan oleh Syamsul untuk membuat SPJ fiktif dalam penggunaan dana desa.
Modus Korupsi Dana Desa
Kasus korupsi dana desa ini diusut oleh Kejari Ogan Ilir. Dalam dakwaannya, JPU menyebutkan beberapa modus penyelewengan dana desa tahun 2022 yang dilakukan oleh terdakwa Syamsul, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp383 juta lebih.
- Dana Desa untuk Kepentingan Pilkades
Syamsul didakwa menggunakan dana desa sebesar Rp60 juta untuk kepentingan pribadi dalam rangka pencalonan diri pada Pilkades Desa Harimau Tandang tahun 2022. Selain itu, ia juga menggunakan dana desa sebesar Rp300 juta untuk membagi-bagikan uang kepada warga dalam bentuk 600 amplop berisi masing-masing Rp500 ribu.
- Foya-foya di Tempat Karaoke
Syamsul juga didakwa menghambur-hamburkan uang dana desa sebesar Rp20 juta untuk menyawer biduan dan mabuk-mabukan di tempat karaoke.
Pasal yang Menjerat Terdakwa
Atas perbuatannya tersebut, JPU menjerat terdakwa Syamsul dengan dakwaan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 atau Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001, perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus korupsi dana desa yang menjerat mantan Kades Harimau Tandang, Syamsul, mengungkap berbagai penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukannya. Tindakan Syamsul yang menggunakan dana desa untuk kepentingan pribadi, termasuk foya-foya dan menyawer biduan, merupakan tindakan yang merugikan masyarakat dan negara. Selain itu, pengangkatan perangkat desa tanpa prosedur yang sah juga menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Syamsul. Kasus ini menjadi pengingat bagi para kepala desa untuk menggunakan dana desa secara bertanggung jawab dan menghindari tindakan korupsi. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.