PALEMBANG, NUSALY – Jaringan Korupsi Pasar Cinde Palembang memasuki babak penentuan. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan telah melaksanakan Tahap II, melimpahkan empat tersangka penting—termasuk mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin dan mantan Wali Kota Palembang Harnojoyo—kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pelimpahan ini memastikan persidangan kasus yang merugikan negara hingga Rp137,7 miliar ini akan segera bergulir di Pengadilan Tipikor Palembang.
Keempat tersangka yang kini ditahan di Rutan Klas 1A Pakjo Palembang adalah: Alex Noerdin, Harnojoyo, Raimar Yousnaidi (Kepala Cabang PT Magna Beatum), dan Eddy Hermanto (Ketua Panitia Pengadaan BGS). JPU tengah menyusun dakwaan dan berupaya melimpahkan berkas perkara secepatnya.
Proyek Mangkrak dan Aktor Bisnis Utama yang Lolos dari Kasus Korupsi Pasar Cinde
Di tengah momentum penuntasan jaringan politik, Direktur Utama PT Magna Beatum, Aldrin Tando (AT), sang aktor utama dari pihak swasta, masih menghilang.
Kejati Sumsel telah menetapkan Aldrin Tando sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 20 Agustus 2025 dan berkoordinasi dengan Interpol untuk melacak keberadaan tersangka.
Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumsel, Dr. Adhryansah SH MH, menegaskan bahwa pencarian terus dioptimalkan.
Kasus ini menjerat Aldrin Tando terkait kerja sama Bangun Guna Serah (BGS) antara Pemprov Sumsel dan PT Magna Beatum (2016–2018), di mana proyek revitalisasi Pasar Cinde berakhir mangkrak dan merugikan keuangan daerah.
Lolosnya DPO berstatus Direktur utama perusahaan menyoroti kelemahan sistem pencegahan korupsi di proyek BGS besar.
Sidang In Absentia Kasus Korupsi Pasar Cinde: Ancam Pemulihan Aset
Kejati Sumsel menyatakan pihaknya akan menempuh opsi sidang in absentia (pengadilan tanpa kehadiran terdakwa) jika pencarian Aldrin Tando tidak membuahkan hasil.
Adhryansah mengakui prosedur ini dapat ditempuh setelah upaya pencarian maksimal dan penetapan resmi oleh pengadilan.
Meskipun sidang in absentia menjamin kepastian hukum—seperti yang ditegaskan Kejati, “Apa pun jalannya, perkara ini harus selesai”—langkah ini menyimpan implikasi sistemik yang rumit.
Sidang in absentia seringkali memperumit proses pemulihan aset dan kerugian negara yang didakwakan, terutama jika tersangka utama berada di luar negeri dan memegang kendali atas aset perusahaan.

Implikasi Skandal Korupsi Pasar Cinde bagi Akuntabilitas Daerah
Perburuan Aldrin Tando hingga melibatkan Interpol menggarisbawahi sifat kasus ini yang melibatkan jaringan transnasional dan penggunaan korporasi untuk memfasilitasi korupsi.
Sidang yang akan melibatkan dua mantan kepala daerah dan aktor kunci pengadaan menunjukkan bagaimana sistem pengadaan Badan Usaha Mitra Kerja Sama BGS rentan dieksploitasi oleh kolusi politik dan bisnis.
Publik kini menunggu kemampuan JPU untuk membuktikan peran masing-masing tersangka, terutama dalam konteks skandal yang melibatkan kerugian fantastis.
Kepastian hukum tidak cukup; Kejaksaan harus memastikan bahwa kerugian Rp137,7 miliar dapat dipulihkan untuk menghindari dampak buruk permanen terhadap keuangan dan infrastruktur daerah. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.