KAYUAGUNG, NUSALY – Persidangan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berujung pada kematian suami kembali bergulir di Pengadilan Negeri Kayuagung. Terdakwa Sri Wahyuni (40), warga Dusun I Desa Muara Burnai II, Kecamatan Lempuing Jaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), dituntut hukuman 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU P. Purnomo SH dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Kayuagung pada Rabu, 21 Mei 2025.
Kronologi Tragis: Berawal dari Cekcok Ekonomi
Dalam persidangan, terdakwa Sri Wahyuni dituntut karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang mengakibatkan tewasnya korban. JPU menyatakan perbuatan terdakwa melanggar Pasal 44 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
JPU membacakan kronologi kejadian yang melibatkan korban, Yohanes Dwi Harjanto, yang tak lain adalah suami terdakwa sendiri. Peristiwa tragis ini terjadi pada Kamis, 28 November 2024, sekitar pukul 21.30 WIB, bertempat di ruang tamu rumah korban di Dusun I Desa Muara Burnai II, Kecamatan Lempuing Jaya, Kabupaten OKI.
Kejadian bermula dari pertengkaran yang dipicu masalah ekonomi. Korban Yohanes mulai sakit-sakitan dan tidak dapat bekerja mencari nafkah, sehingga terdakwa Sri harus bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Pada hari kejadian, sekitar pukul 16.00 WIB, kembali terjadi pertengkaran mulut antara terdakwa Sri dengan korban Yohanes. Pertengkaran ini berlanjut hingga malam hari.
Korban Yohanes tersinggung dengan perkataan terdakwa Sri yang berkata, “Pak kamu itu sakit kok tidak sembuh-sembuh kamu itu kepala rumah tangga harusnya bertanggung jawab dalam hal mencari nafkah selama ini yang menjadi tulang punggung rumah tangga (dengan maksud agar korban bekerja yang lain, untuk membantu perekonomian keluarga).”
Melihat muka korban Yohanes memerah karena marah dan tersinggung dengan ucapan tersebut, terdakwa Sri masuk kamar untuk tidur.
Puncak Kekerasan dan Kematian Korban
Sekira pukul 21.30 WIB, terdakwa terbangun. Setelah menanyakan keberadaan anaknya kepada korban dan dijawab belum pulang, terdakwa Sri keluar kamar menuju dapur untuk buang air kecil.
Di dapur, terdakwa Sri melihat korban Yohanes sudah terlebih dahulu berada di sana, menghadap ke arahnya dengan tangan kanan memegang sebilah senjata tajam jenis pisau dapur.
“Dimana posisi akan menikam Sri, lalu Sri langsung lari kearah depan ruang tamu, tetapi Korban Yohanes dengan sempoyongan mengejar terdakwa Sri,” jelas Jaksa.
Kemudian terdakwa Sri berbalik arah menghadap korban pada posisi saling berhadapan. Dengan menggunakan kedua tangannya, Sri mendorong dada korban sehingga korban Yohanes jatuh terlentang dan pisau dapur yang dibawanya terjatuh.
Melihat korban terjatuh dan tidak segera bangkit karena dalam keadaan sakit, terdakwa Sri tidak memilih untuk lari atau membuang pisau tersebut. Ia justru mengambil pisau tersebut dan dengan menggunakan tangannya menikam atau menusukkan pisau ke perut bagian pusar korban.
Pisau tersebut kemudian dicabut oleh terdakwa Sri, yang selanjutnya mengiriskan perut sebelah kanan korban menggunakan pisau tersebut. Perbuatan ini menyebabkan perut korban luka parah dan mengeluarkan darah sangat banyak, dengan tujuan agar korban meninggal. “Terdakwa tidak memberikan pertolongan kepada korban yang mengalami luka tetapi terdakwa letakkan pisau di sebelah korban untuk menghilangkan jejak,” jelas Jaksa.
Setelah peristiwa itu, anak terdakwa, Andres Dio, pulang ke rumah. Saksi Andres sempat mengira korban bunuh diri. Ia mendekati korban dan menanyakan apa yang terjadi, namun korban hanya bisa mengatakan “sakit”. Ketika saksi menanyakan kepada terdakwa Sri, ia menjawab tidak tahu karena berada di kamar. Saksi Andres pun diam dan kebingungan.
Terdakwa Sri kemudian meminta bantuan saksi Lugiono, yang menyuruh Andres untuk mencari ambulans desa. Andres pun menuju rumah kades untuk meminjam ambulans, lalu kembali membawa mobil ambulans dan membawa korban ke Klinik Tsuraya untuk perawatan medis. Namun, korban meninggal dunia di IGD klinik saat mendapatkan pertolongan.
Majelis hakim yang diketuai Annisa Lestari SH, dengan anggota Indah Wijayati SH dan Yuri Alpa SH, menunda sidang terdakwa pekan depan dengan agenda pembacaan surat pembelaan dari terdakwa. (dhi)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.