Hukum

Kasus Korupsi IUP Batubara Lahat, Aliran Dana Hampir Setengah Triliun Rupiah Akan Terungkap di Persidangan

Kasus Korupsi IUP Batubara Lahat, Aliran Dana Hampir Setengah Triliun Rupiah Akan Terungkap di Persidangan
Kasus Korupsi IUP Batubara Lahat, Aliran Dana Hampir Setengah Triliun Rupiah Akan Terungkap di Persidangan

Palembang, NUSALY.COM – Penanganan kasus korupsi yang melibatkan perizinan tambang IUP Batubara Lahat kembali menjadi sorotan publik. Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Umaryadi SH MH, menegaskan bahwa dugaan aliran dana korupsi yang terkait dengan kerugian negara hampir mencapai setengah triliun rupiah akan terungkap di persidangan mendatang.

Dalam rilis yang disampaikan pada Jumat, 11 Oktober 2024, Umaryadi menjelaskan bahwa aliran dana yang menjadi bagian dari kerugian negara tersebut akan menjadi salah satu poin penting dalam sidang yang melibatkan enam tersangka yang telah diserahkan bersama barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri Lahat.

“Dugaan adanya aliran dana dari kerugian negara, yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan dan perekonomian sebesar Rp488,9 miliar, akan terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Palembang,” ujar Umaryadi.

Kehadiran Umaryadi dalam rilis tersebut didampingi oleh Kepala Seksi Penyidikan (Kasi Penyidikan) Khaidirman SH MH dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lahat Toto Roedianto SH MH. Mereka bersama-sama menyatakan bahwa besarnya kerugian negara sebesar Rp488,9 miliar dihitung berdasarkan kerusakan lingkungan serta dampak negatif terhadap perekonomian negara.

Potensi Kerugian Lingkungan dan Ekonomi Negara

Kasus ini tidak hanya melibatkan kerugian negara dalam bentuk moneter, tetapi juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Umaryadi menyebutkan bahwa potensi kerugian tersebut berkaitan erat dengan proses perizinan tambang yang diberikan kepada PT Andalas Bara Sejahtera (ABS) di Kabupaten Lahat dalam kurun waktu 2010-2014.

“Kerugian yang terjadi bukan hanya karena pelanggaran perizinan, tetapi juga mencakup kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas tambang tersebut. Hal ini berdampak pada perekonomian negara secara luas,” tambah Umaryadi.

PT Andalas Bara Sejahtera merupakan perusahaan yang mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP), namun diduga melakukan sejumlah pelanggaran yang berujung pada dugaan korupsi dengan modus manipulasi perizinan. Keterlibatan perusahaan ini dalam proses ilegal tersebut telah mencoreng integritas tata kelola perizinan pertambangan di wilayah Sumatera Selatan.

Enam Tersangka Dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum

Pada kesempatan yang sama, Kejaksaan Negeri Lahat juga mengumumkan bahwa enam tersangka dalam kasus ini telah resmi diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). Enam tersangka tersebut terdiri dari tiga petinggi PT Andalas Bara Sejahtera, yakni Endre Saifoel, Gusnadi, dan Budiman, serta tiga mantan pejabat Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Lahat, yaitu Misri, Saifullah Aprianto, dan Lepy Desmianti.

Tersangka-tersangka tersebut akan segera diadili di Pengadilan Tipikor setelah Jaksa Penuntut Umum menyusun dakwaan dan melimpahkan berkas perkara ke pengadilan.

“Kami sudah menyerahkan berkas tahap II, termasuk barang bukti dan para tersangka kepada tim penuntut umum. Dalam waktu dekat, berkas perkara enam tersangka ini akan segera kami limpahkan ke Pengadilan Tipikor Palembang,” jelas Kajari Lahat, Toto Roedianto.

Lebih lanjut, Toto menambahkan bahwa tim jaksa penuntut kini tengah dalam proses penyusunan dakwaan untuk setiap tersangka. Semua berkas akan segera diserahkan kepada pengadilan untuk memulai proses persidangan yang akan dilakukan di Palembang.

Tersangka Ditahan Demi Kelancaran Proses Hukum

Setelah menjalani proses tahap II, para tersangka dalam kasus ini tetap berada dalam status tahanan untuk kepentingan proses hukum. Endre Saifoel, Gusnadi, Budiman, Misri, dan Saifullah Aprianto ditahan di Rutan Tipikor Pakjo Palembang, sementara Lepy Desmianti yang merupakan tersangka perempuan ditahan di Lapas Perempuan Kelas II A Palembang.

Status penahanan ini dipindahkan dari penahanan penyidik ke penahanan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar proses hukum dapat berjalan lebih lancar dan terstruktur.

“Kami akan memberikan informasi lebih lanjut jika berkas dakwaan para tersangka sudah dilimpahkan ke pengadilan,” ujar Umaryadi dalam penutup pernyataannya.

Modus Operandi Tersangka dalam Kasus Korupsi

Modus operandi yang dilakukan oleh para tersangka dalam kasus korupsi ini cukup kompleks. Berdasarkan hasil penyidikan, para tersangka diduga menggunakan metode manipulasi dalam proses pembebasan lahan milik warga yang termasuk dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Bukit Asam Tbk. Tindakan tersebut dilakukan tanpa memperhatikan aturan yang berlaku, sehingga menimbulkan kerugian bagi negara dan masyarakat sekitar.

Endre Saifoel beserta rekan-rekannya dituduh melakukan manipulasi perizinan dan mengambil keuntungan dari proses pembebasan lahan yang tidak sesuai prosedur. Selain itu, para mantan pejabat Distamben Lahat yang terlibat diduga memfasilitasi pelanggaran tersebut dengan memberikan izin yang melanggar aturan hukum.

Akibat perbuatannya, Endre Saifoel dkk. dijerat dengan sangkaan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini mengatur tentang penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain yang berujung pada kerugian negara.

Langkah Selanjutnya dalam Penanganan Kasus

Kasus korupsi ini telah memasuki tahap yang lebih lanjut dengan penyerahan para tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum. Setelah penyusunan dakwaan selesai, langkah selanjutnya adalah melanjutkan proses persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang. Pengadilan ini akan menentukan apakah para tersangka terbukti bersalah atas dakwaan yang diajukan oleh JPU.

Selain itu, pengungkapan aliran dana korupsi senilai hampir Rp488,9 miliar yang disebut-sebut dalam persidangan juga menjadi perhatian besar. Dugaan ini menyangkut tidak hanya kerugian material bagi negara, tetapi juga dampak buruk bagi lingkungan dan perekonomian yang diakibatkan oleh penyalahgunaan perizinan tambang.

Toto Roedianto dan tim dari Kejaksaan Negeri Lahat menyatakan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini hingga mendapatkan kejelasan hukum yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Harapannya, kasus ini bisa menjadi contoh nyata bahwa penegakan hukum terhadap korupsi di sektor pertambangan dilakukan dengan tegas, tanpa memandang siapa pun yang terlibat.

Kasus korupsi yang melibatkan perizinan tambang IUP Batubara Lahat merupakan salah satu skandal besar yang mencoreng tata kelola pertambangan di Sumatera Selatan. Dengan nilai kerugian negara yang mencapai Rp488,9 miliar, dampak dari tindakan ilegal ini tidak hanya dirasakan oleh negara, tetapi juga merusak lingkungan dan perekonomian masyarakat sekitar.

Penyerahan enam tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum menjadi babak baru dalam penanganan kasus ini, di mana aliran dana korupsi yang sangat besar tersebut diharapkan akan terungkap lebih jelas di pengadilan. PT Andalas Bara Sejahtera dan para mantan pejabat Distamben Lahat yang terlibat dalam kasus ini dihadapkan pada tuntutan hukum yang berat, sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penegakan hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memulihkan kerugian negara, serta memberikan pelajaran penting bagi sektor pertambangan di Indonesia tentang pentingnya integritas dalam pengelolaan sumber daya alam. ***

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version