PALEMBANG, NUSALY – Praktik korupsi Dana Desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, berujung pada vonis pidana penjara bagi dua terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Palembang Kelas IA Khusus. Mereka adalah Samsirin, mantan Kepala Desa (Kades) Petanang, Kabupaten Muara Enim, dan Rasti Oktaviani, Kaur Keuangan desa tersebut. Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Sangkot Lumban Tobing SH MH, dalam amar putusannya pada Kamis, 31 Juli 2025, menyatakan kedua terdakwa bersalah telah merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp1,2 miliar. Mereka dinyatakan melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain, dan telah menimbulkan kerugian negara,” tegas Ketua Majelis Hakim, menggarisbawahi dampak serius dari penyalahgunaan wewenang ini.
Modus Korupsi: Fiktif, Volume, dan Gaya Hidup Pribadi
Fakta persidangan secara gamblang mengungkap berbagai penyimpangan dalam pengelolaan Dana Desa Petanang yang dilakukan oleh kedua terdakwa. Modus korupsi yang mereka jalankan meliputi:
- Pengadaan barang fiktif: Pembelian barang yang hanya ada di atas kertas tanpa wujud fisiknya.
- Kekurangan volume pada pekerjaan fisik: Proyek pembangunan desa yang tidak dikerjakan sesuai spesifikasi atau volume yang dilaporkan.
- Pajak yang tidak disetor ke kas negara: Kewajiban pajak atas kegiatan desa tidak dipenuhi.
- Tidak adanya bukti pertanggungjawaban penggunaan anggaran: Sejumlah dana desa tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya, khususnya sebesar Rp606 juta.
- Sisa penggunaan APBDes senilai Rp538 juta yang tidak ditemukan di kas desa.
- Kekurangan volume pekerjaan fisik senilai Rp2,9 juta.
Yang paling mencolok, terdakwa Samsirin terbukti menggunakan dana desa untuk keperluan pribadinya. Dana yang seharusnya untuk masyarakat justru dipakai untuk membeli kendaraan, membayar biaya kuliah, dan merehabilitasi rumah pribadinya. Sementara itu, Rasti Oktaviani, sebagai Kaur Keuangan, dinilai lalai dalam menjalankan tugasnya, dengan tidak menyetor pajak, tidak membuat laporan pertanggungjawaban keuangan, dan ikut menggunakan uang desa untuk kepentingan pribadi.
Vonis Penjara dan Uang Pengganti
Atas perbuatannya, terdakwa Samsirin dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun 9 bulan, denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, Samsirin juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp1,2 miliar. Jika uang pengganti tidak dibayar, harta bendanya akan disita dan dilelang. Apabila tidak mencukupi, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Adapun terdakwa Rasti Oktaviani divonis lebih ringan, yakni 1 tahun 3 bulan penjara serta denda Rp100 juta subsider 3 bulan penjara. Rasti tidak dikenakan uang pengganti, namun tetap dinyatakan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Muara Enim, Septian Anugrah Perkasa SH, yang sebelumnya menuntut Samsirin 5 tahun penjara dan Rasti 1 tahun 6 bulan. Usai putusan dibacakan, penasihat hukum kedua terdakwa menyatakan menerima vonis. Sementara JPU memilih menggunakan waktu untuk berpikir-pikir sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya. Majelis hakim pun memberi waktu tujuh hari kepada JPU untuk menentukan sikap.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi para pengelola Dana Desa untuk mengedepankan akuntabilitas dan transparansi dalam setiap penggunaan anggaran negara, demi terwujudnya pembangunan desa yang merata dan berkelanjutan. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.