Banner Sumsel Maju untuk Semua
Hukum

Korupsi Pokir Mantan Ketua DPRD Sumsel RA Anita Noeringhati: Bappeda Ungkap Anggaran Tak Tercatat, Aliran Fee Rp606 Juta Terkuak

×

Korupsi Pokir Mantan Ketua DPRD Sumsel RA Anita Noeringhati: Bappeda Ungkap Anggaran Tak Tercatat, Aliran Fee Rp606 Juta Terkuak

Sebarkan artikel ini

Saksi sebut proyek tak tercatat di SIPD; terungkap komitmen fee hingga Rp606 juta mengalir ke staf dan pejabat.

Korupsi Pokir Mantan Ketua DPRD Sumsel RA Anita Noeringhati: Bappeda Ungkap Anggaran Tak Tercatat, Aliran Fee Rp606 Juta Terkuak
Korupsi Pokir Mantan Ketua DPRD Sumsel RA Anita Noeringhati: Bappeda Ungkap Anggaran Tak Tercatat, Aliran Fee Rp606 Juta Terkuak. Foto: Dok. Istimewa

PALEMBANG, NUSALY — Persidangan kasus dugaan korupsi proyek Pokok Pikiran (Pokir) yang menyeret nama mantan Ketua DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) RA Anita Noeringhati, terus menguak sejumlah fakta mengejutkan. Kali ini, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumsel, Regina Ariyanti, dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuasin.

Regina hadir bersama tiga saksi lainnya dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang pada Rabu (2/7/2025). Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fauzi Isra SH MH itu mengupas lebih dalam asal usul anggaran yang digunakan dalam empat paket proyek Dinas PUPR Banyuasin, yang menjadi inti perkara ini.

Dalam keterangannya, saksi Regina Ariyanti menjelaskan bahwa paket proyek yang dipersoalkan kemungkinan besar berasal dari Bantuan Keuangan Bersifat Khusus (BKBK). Hal ini disimpulkan karena saat dicek melalui Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD), tidak ditemukan pencatatan anggaran proyek tersebut.

“Kalau tidak tercantum di SIPD, maka kemungkinan berasal dari BKBK. Tapi soal detil anggarannya saya tidak tahu, karena itu wewenangnya BPKAD,” ungkap Regina, yang mengaku sudah dua kali diperiksa saat kasus ini masih di tahap penyidikan.

Ia juga memaparkan bahwa dana Pokir yang masuk ke Bappeda berasal dari hasil reses anggota dewan di daerah pemilihannya masing-masing. Usulan tersebut kemudian diverifikasi dan diproses melalui paripurna DPRD, sebelum diajukan oleh kepala daerah (Bupati/Wali Kota) kepada Gubernur untuk ditindaklanjuti.

Terungkapnya Komitmen Fee dan Aliran Dana ke Berbagai Pihak

Berbeda dengan Regina, tiga saksi lainnya lebih banyak dicecar soal teknis pelaksanaan empat proyek di Banyuasin. Keterangan mereka menjadi penting, karena dalam dakwaan JPU, kasus ini bermula dari kunjungan kerja RA Anita Noeringhati dan stafnya, Ari Martha Redo, ke Kelurahan Keramat Raya, Kecamatan Talang Kelapa, Banyuasin, pada tahun 2023.

Baca juga  Kasus Gratifikasi K3 Disnakertrans Sumsel: Staf Pribadi Kadis Divonis 1 Tahun, Jauh di Bawah Tuntutan Jaksa

Dalam kunjungan tersebut, mereka disebut menerima empat proposal proyek dari tokoh masyarakat setempat. Atas perintah Anita, proposal itu disampaikan ke Kepala Dinas PUPR Banyuasin saat itu, Apriansyah, yang kini juga duduk di kursi terdakwa.

Penyelidikan JPU menemukan bahwa Ari Martha Redo kemudian bertemu dengan pelaksana proyek dari CV HK, Wisnu Andrio Fatra, yang juga menjadi terdakwa. Dalam pertemuan tersebut, disepakati adanya komitmen fee sebesar 20 persen dari nilai proyek. Bahkan, Ari diduga langsung menyerahkan nomor rekening pribadinya untuk transfer dana fee tersebut.

Dari penyelidikan JPU, diketahui terdapat dua kali transaksi ke rekening Ari Martha Redo, yakni sebesar Rp398,8 juta pada 10 Mei 2023, dan Rp208 juta pada 8 Juni 2023. Dengan demikian, total dana yang diduga diterima dari fee proyek tersebut mencapai Rp606,8 juta.

Dalam persidangan juga terungkap adanya pertemuan lain antara Ari, Apriansyah, dan saksi lainnya di kediaman Apriansyah, kawasan Villa Kencana Palembang. Dalam pertemuan itu, disepakati pembagian fee: 7 persen untuk Apriansyah sebagai Kepala Dinas PUPR, dan 3 persen untuk panitia lelang atau Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Banyuasin.

Atas perbuatannya, Ari Martha Redo didakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sidang ini masih akan berlanjut dengan pemeriksaan saksi lainnya dan pembuktian lebih lanjut dari JPU, yang terus berupaya mengurai alur aliran dana dan peran masing-masing pihak dalam kasus dugaan korupsi berjamaah ini. (InSan)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.