Palembang, NUSALY.COM — Babak baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan biaya pengganti darah pada Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang tahun 2020-2023 kembali bergulir. Mantan Wakil Walikota Palembang, Fitrianti Agustinda, dan suaminya, Dedi Sipriyanto, yang juga merupakan anggota aktif DPRD Kota Palembang, resmi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang pada Selasa, 8 April 2025. Penahanan keduanya dilakukan di lembaga pemasyarakatan (lapas) yang berbeda.
Pasangan suami istri ini ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan intensif selama kurang lebih sembilan jam di kantor Kejari Palembang. Pemeriksaan yang berlangsung sejak pukul 13.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB tersebut akhirnya membuahkan keputusan penetapan status tersangka dan dilanjutkan dengan penahanan terhadap keduanya.
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa setelah menjalani pemeriksaan yang cukup panjang, Fitrianti Agustinda dan Dedi Sipriyanto keluar dari ruang penyidikan dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye khas Kejari Palembang.
Tangan keduanya juga terlihat diborgol. Meskipun wajah keduanya tampak menunjukkan kelelahan setelah diperiksa berjam-jam, baik Fitri maupun Dedi masih sempat terlihat memberikan senyuman kepada awak media yang telah menunggu perkembangan kasus ini sejak pagi hari.
Kepala Kejaksaan Negeri Palembang, Hutamrin, memberikan keterangan resmi terkait penetapan tersangka dan penahanan terhadap pasangan suami istri tersebut.
Ia menjelaskan bahwa kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Hari ini, setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif terhadap saudari FH (Fitrianti Agustinda) dan saudara DS (Dedi Sipriyanto) sejak pukul 13.00 sampai dengan pukul 22.00 WIB, Tim Penyidik Pidsus Kejaksaan Negeri Palembang menetapkan keduanya sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah pada PMI Kota Palembang. Setelah penetapan status tersangka, kami langsung melakukan penahanan terhadap keduanya,” ujar Hutamrin kepada awak media.
Lebih lanjut, Hutamrin menjelaskan mengenai lokasi penahanan kedua tersangka.
“Untuk tersangka Dedi Sipriyanto, yang bersangkutan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I A Palembang. Sementara itu, tersangka Fitrianti Agustinda ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II A Palembang. Penahanan ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan akan berlangsung selama 20 hari ke depan,” imbuhnya.
Mengenai modus operandi dalam kasus dugaan korupsi ini, Hutamrin mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil penyidikan sementara, diduga terdapat penyalahgunaan dalam pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah di PMI Kota Palembang. “Modusnya adalah bermula dari adanya dugaan penyalahgunaan pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah. Diduga, penggunaan dana tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga menyebabkan kerugian negara,” jelas Hutamrin.
Terkait dengan besaran kerugian negara yang ditimbulkan akibat dugaan tindak pidana korupsi ini, Hutamrin mengatakan bahwa saat ini pihaknya masih menunggu hasil perhitungan resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Mengenai berapa besar jumlah kerugian negara secara pasti, saat ini masih dalam proses perhitungan oleh tim dari BPKP,” pungkasnya.
Fokus pada Pengelolaan Biaya Pengganti Darah PMI
Kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wakil Walikota Palembang dan suaminya ini terfokus pada pengelolaan biaya pengganti darah di PMI Kota Palembang selama periode tahun 2020 hingga 2023. Biaya pengganti pengolahan darah merupakan dana yang biasanya dikenakan kepada pasien atau pihak rumah sakit untuk mengganti biaya operasional PMI dalam memproses, menyimpan, dan mendistribusikan darah yang aman dan berkualitas.
Dana ini seharusnya digunakan secara transparan dan akuntabel untuk mendukung kegiatan operasional PMI dalam melayani kebutuhan darah masyarakat. Namun, dalam kasus ini, diduga terdapat penyimpangan dalam penggunaannya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga menimbulkan kerugian bagi negara atau organisasi PMI itu sendiri.
Implikasi Hukum Pasal yang Disangkakan
Pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disangkakan kepada Fitrianti Agustinda dan Dedi Sipriyanto memiliki implikasi hukum yang cukup berat. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur mengenai perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Sementara itu, pasal 3 UU Tipikor mengatur mengenai setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dengan ancaman pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Penetapan pasal ini menunjukkan bahwa pihak kejaksaan menduga adanya unsur kesengajaan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh kedua tersangka sehingga menyebabkan kerugian negara.
Reaksi Masyarakat dan Langkah Selanjutnya
Penetapan tersangka dan penahanan terhadap mantan Wakil Walikota Palembang dan suaminya ini tentu saja akan menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat Kota Palembang. Sebagai mantan pejabat publik dan anggota DPRD aktif, kasus ini menjadi sorotan tajam dan dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap integritas para pemimpin dan wakil rakyat mereka.
Langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh Tim Penyidik Pidsus Kejari Palembang adalah melakukan pengembangan penyidikan lebih lanjut. Mereka akan mendalami aliran dana yang diduga diselewengkan, mengumpulkan bukti-bukti tambahan, serta tidak menutup kemungkinan untuk memanggil saksi-saksi lain yang terkait dengan kasus ini. Hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP juga akan menjadi salah satu poin penting dalam proses penyidikan selanjutnya.
Masyarakat berharap agar kasus dugaan korupsi di tubuh PMI Kota Palembang ini dapat diusut tuntas secara transparan dan akuntabel. PMI sebagai lembaga kemanusiaan memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat, dan kepercayaan publik terhadap lembaga ini harus dijaga. Jika terbukti adanya tindak pidana korupsi, para pelaku harus dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kasus ini juga menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama para pengelola organisasi publik dan lembaga kemanusiaan, mengenai pentingnya menjaga integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan. Dana yang berasal dari masyarakat atau negara harus digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan publik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.