Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
DPRD Sumsel 728x250
Hukum

Sidang Gugatan Sengketa Tanah di OKI, Pemohon Minta Komisi Yudisial Turun Tangan, Dugaan Intervensi dan Keberpihakan Hakim Mencuat

×

Sidang Gugatan Sengketa Tanah di OKI, Pemohon Minta Komisi Yudisial Turun Tangan, Dugaan Intervensi dan Keberpihakan Hakim Mencuat

Share this article
Sidang Gugatan Sengketa Tanah di OKI, Pemohon Minta Komisi Yudisial Turun Tangan, Dugaan Intervensi dan Keberpihakan Hakim Mencuat
Sidang Gugatan Sengketa Tanah di OKI, Pemohon Minta Komisi Yudisial Turun Tangan, Dugaan Intervensi dan Keberpihakan Hakim Mencuat

PALEMBANG, NUSALY.com – Aroma ketidakadilan menyeruak di tengah sidang gugatan perdata sengketa tanah yang bergulir di Pengadilan Negeri Kayuagung Kelas I B, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Husin, warga LK V Cendana 5, RT 012 RW 005, Desa Kedaton, Kecamatan Kayu Agung, yang bertindak sebagai penggugat, melayangkan permohonan pemantauan persidangan kepada Komisi Yudisial (KY) melalui Kantor Penghubung Komisi Yudisial Sumatera Selatan di Palembang. Langkah ini diambil Husin lantaran adanya dugaan intervensi dan keberpihakan majelis hakim dalam perkara perdata Nomor 33/Pdt.G/2024/PN.Kag yang tengah dihadapinya.

Surat permohonan pemantauan tersebut dilayangkan pada Jumat, 24 Januari 2025, menyusul serangkaian kejanggalan yang dirasakan Husin selama proses persidangan. Sebagai informasi, sidang ini telah memasuki agenda pemeriksaan saksi penggugat dan dijadwalkan berlangsung pada Senin, 3 Februari 2025 nanti, di Ruang Sidang Koesoemah Atmadja, Pengadilan Negeri Kayuagung. Dugaan keberpihakan ini kian menguat setelah insiden penolakan permintaan kuasa hukum Husin saat agenda Pemeriksaan Setempat pada 17 Januari 2025.

Tanah 2,3 Hektare Jadi Rebutan: Husin Klaim Kepemilikan, Pemkab OKI Sebut Kawasan Hutan Kota

Inti dari gugatan perdata ini adalah kepemilikan sebidang tanah seluas kurang lebih 23.625 meter persegi yang terletak di darat Dusun Kedaton, Jalan Seriang Kuning, Kelurahan Kedaton, Kecamatan Kayu Agung, Kabupaten OKI. Husin, seorang wiraswasta, mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya yang sah, dibeli dari ahli waris berdasarkan Akta Pengoperan dan Pemindahan Hak Nomor 05 tanggal 08 Maret 2024 yang dibuat dan disahkan oleh Notaris Emmy Natalia, SH.

Namun, klaim Husin tersebut dibenturkan dengan klaim dari Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir yang menyatakan bahwa tanah tersebut masuk dalam Kawasan Hutan Kota Kabupaten OKI. Alhasil, Husin mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Pemkab OKI yang diwakili oleh beberapa instansi, yaitu:

  1. Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir Cq. Bupati Ogan Komering Ilir;
  2. Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir Cq. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ogan Komering Ilir;
  3. Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir Cq. Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Kabupaten Ogan Komering Ilir;
  4. Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir Cq. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Ogan Komering Ilir;
  5. Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir Cq. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan;

Sebagai Turut Tergugat, Husin juga menyertakan:

  1. Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir Cq. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Kejanggalan Pertama: FORKOPIMDA dan Dugaan Intervensi

Kecurigaan Husin terhadap independensi hakim mulai menguat ketika mengetahui bahwa Pemkab OKI memberikan kuasa kepada Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir dalam perkara ini. “Bahwa Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir memberikan kuasanya dalam Perkara ini kepada Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir, yang sepengetahuan saya Instansi Pemerintah memiliki wadah komunikasi, yaitu : Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FORKOPIMDA) yang notabene menjadi fasilitas bertemunya antar Kepala Instansi Daerah untuk membahas setiap agenda dan permasalahan yang terjadi di Daerahnya,” tulis Husin dalam surat permohonannya.

Keberadaan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FORKOPIMDA) yang menjadi wadah komunikasi antar instansi pemerintah, termasuk di dalamnya Ketua Pengadilan Negeri, dikhawatirkan Husin dapat mempengaruhi netralitas hakim. Terlebih lagi, Ketua Pengadilan Negeri Kayuagung, Guntoro Eka Sekti, S.H., M.H., juga bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim dalam perkara ini. Dua hakim anggota lainnya adalah Anisa Lestari, S.H., M.Kn dan Indah Wijayati, S.H., M.Kn, dengan Ridha Al Haj, S.H. sebagai Panitera Pengganti.

Kejanggalan Kedua: Penolakan Permintaan Saat Pemeriksaan Setempat

Kecurigaan Husin semakin menguat saat agenda Pemeriksaan Setempat pada Jumat, 17 Januari 2025. Dalam surat permohonannya, Husin mengungkapkan adanya dugaan keberpihakan majelis hakim. “Bahwa kekhawatiran akan netralitas tersebut di atas, diperkuat pula dengan temuan pada saat dilakukannya agenda Pemeriksaan Setempat, hari Jum’at, tanggal 17 Januari 2025, dimana diduga adanya keberpihakan Majelis Hakim dalam perkara ini yang menolak permintaan Kuasa Hukum saya agar masing-masing pihak menunjukkan batas-batas dari tanah yang diklaimnya di lapangan,” tulis Husin.

Kuasa hukum Husin meminta agar Tergugat (Pemkab OKI) menunjukkan batas-batas lahan yang sudah diganti rugi dalam proses pembebasan lahan Kawasan Hutan Kota OKI. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh majelis hakim dengan alasan bahwa pemeriksaan setempat pada hari itu hanya untuk mengetahui batas-batas objek gugatan penggugat.

Mengapa Penunjukan Batas Lahan yang Diganti Rugi Penting?

Husin berargumen bahwa penunjukan batas-batas lahan yang sudah diganti rugi oleh Pemkab OKI sangat penting untuk memperjelas lokasi aset Pemda yang diklaim tumpang tindih dengan tanah miliknya. “Bahwa penunjukkan batas-batas lahan yang sudah diganti-rugi oleh Pemerintah Kab. Ogan Komering Ilir (dalam hal ini Tergugat) menurut saya penting, karena bukti ganti-rugi yang diajukan oleh Tergugat dalam perkara ini merupakan bukti ganti-rugi lahan dalam perkara lain atau berbeda,” tulis Husin dalam surat permohonannya.

Husin menduga bahwa bukti ganti rugi yang diajukan oleh Pemkab OKI berkaitan dengan perkara perdata lain, yaitu Nomor 18/Pdt.G/2024/PN.Kag, yang kebetulan susunan majelis hakimnya sama dengan perkara yang sedang dihadapinya. Lebih jauh, Husin menegaskan bahwa objek gugatan dalam perkaranya berbeda dengan objek gugatan dalam perkara perdata Nomor 18/Pdt.G/2024/PN.Kag.

Dugaan Intervensi dan Permintaan Pencatatan dalam Berita Acara

Penolakan majelis hakim ini menimbulkan dugaan intervensi dari Pemkab OKI. “Bahwa dengan adanya penolakan Majelis Hakim ini, kami menduga bahwa Majelis hakim telah diintervensi oleh Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (dalam hal ini Tergugat) melalui lembaga FORKOPIMDA,” tulis Husin. Atas dasar itu, kuasa hukum Husin meminta agar keinginan mereka untuk menunjukkan batas lahan yang diganti rugi dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan Setempat. “Dan atas penolakan Hakim tersebut yang tidak memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang pencari keadilan maka Kuasa Hukum saya meminta agar keinginan kami itu dimasukan dalam Berita Acara Pemeriksaan Setempat,” lanjut Husin dalam suratnya.

Kejanggalan Ketiga: Putusan Sela yang Kontroversial

Husin juga menyoroti putusan sela dalam perkara perdata Nomor 18/Pdt.G/2024/PN.Kag, yang menurutnya janggal dan di luar kewenangan yudikatif. “Bahwa penting juga untuk saya sampaikan disini, majelis hakim yang memeriksa Perkara Perdata Nomor: 18/Pdt.G/2024/PN.Kag (yang juga majelis hakim yang sama dengan perkara ini) telah bertindak sepihak dan di luar kewenangan yudikatif-nya dalam menetapkan suatu lahan sebagai tanah terlantar di dalam putusannya,” tulis Husin.

Menurut Husin, penetapan lahan sebagai tanah terlantar merupakan kewenangan lembaga eksekutif, bukan yudikatif. Lebih lanjut, putusan sela tersebut menetapkan lahan sebagai Kawasan Hutan Kota tanpa adanya Penetapan Menteri ATR/BPN, sebagaimana yang diatur dalam PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Kejanggalan ini semakin memperkuat dugaan Husin tentang adanya intervensi dan keberpihakan hakim dalam perkara ini.

Komisi Yudisial Diharapkan Mengawasi dan Menjaga Integritas Peradilan

Berdasarkan kejanggalan-kejanggalan tersebut, Husin memohon kepada Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia – Penghubung Wilayah Sumatera Selatan untuk melakukan pemantauan persidangan perkara ini. “Berdasarkan hal tersebut di atas, saya bermohon kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia – Penghubung Wilayah Sumatera Selatan untuk dapat melakukan pemantauan persidangan perkara ini dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim,” tulis Husin dalam surat permohonannya.

Permohonan ini merupakan upaya Husin untuk mencari keadilan dan memastikan bahwa proses peradilan berjalan dengan jujur, adil, dan transparan. Dengan adanya pemantauan dari KY, diharapkan hakim akan lebih berhati-hati dalam memutus perkara dan terhindar dari intervensi dari pihak manapun.

Dokumen Pendukung: Bukti-Bukti yang Disertakan dalam Permohonan

Sebagai lampiran dari permohonannya, Husin menyertakan beberapa dokumen penting, antara lain:

  1. Fotokopi KTP Pemohon (Husin)
  2. Fotokopi Gugatan Perkara Perdata Nomor 33/Pdt.G/2024/PN.Kag
  3. Surat Jawaban Tergugat (Pemerintah Kabupaten OKI) dalam perkara tersebut.

Dokumen-dokumen ini menjadi bukti pendukung atas klaim dan permohonan Husin kepada Komisi Yudisial.

Kasus ini Menjadi Sorotan Publik: Menanti Keadilan Ditegakkan

Kasus sengketa tanah antara Husin dan Pemkab OKI ini menjadi sorotan publik, khususnya di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Banyak pihak yang mengikuti perkembangan kasus ini dan menaruh harapan besar agar keadilan dapat ditegakkan. Kasus ini juga menjadi ujian bagi independensi dan integritas peradilan di Indonesia, khususnya di Pengadilan Negeri Kayuagung.

Peran Komisi Yudisial: Menjaga Marwah dan Kepercayaan Publik

Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga negara yang bertugas menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, memiliki peran yang sangat penting dalam mengawal kasus ini. Pemantauan persidangan yang dilakukan oleh KY diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, serta memastikan bahwa proses peradilan berjalan dengan jujur, adil, dan transparan.

Hasil pemantauan dan rekomendasi dari KY akan menjadi masukan yang berharga bagi Mahkamah Agung dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap hakim. Dengan demikian, diharapkan marwah dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dapat tetap terjaga.

Kasus sengketa tanah yang menyeret Husin sebagai penggugat dan Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir sebagai tergugat di Pengadilan Negeri Kayuagung Kelas I B menjadi sorotan publik. Permohonan pemantauan persidangan yang diajukan Husin kepada Komisi Yudisial (KY), dengan nomor perkara 33/Pdt.G/2024/PN.Kag, didasari oleh dugaan intervensi dan keberpihakan majelis hakim yang dipimpin oleh Guntoro Eka Sekti, S.H., M.H.

Kejanggalan-kejanggalan yang diungkapkan Husin, mulai dari penunjukan Jaksa Pengacara Negara (JPN) sebagai kuasa hukum Pemkab OKI, penolakan permintaan untuk menunjukkan batas lahan yang sudah diganti rugi saat Pemeriksaan Setempat, hingga putusan sela yang kontroversial dalam perkara perdata lain dengan majelis hakim yang sama, memperkuat dugaan tersebut.

Kasus ini menguji independensi dan integritas peradilan, serta menjadi perhatian publik yang menanti tegaknya keadilan. Peran KY dalam mengawasi jalannya persidangan sangat krusial untuk menjaga marwah dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Hasil dari persidangan dan pemantauan KY ini akan menjadi cerminan komitmen penegakan hukum yang adil dan transparan di Indonesia, khususnya dalam penyelesaian sengketa pertanahan yang kerap terjadi. Publik berharap agar hak-hak pencari keadilan dapat dilindungi dan kebenaran dapat terungkap dalam persidangan yang adil dan tidak memihak. (InSan)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.