PALEMBANG, NUSALY — Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi fee proyek dana aspirasi atau pokok-pokok pikiran (pokir) yang menyeret mantan Ketua DPRD Sumatera Selatan (Sumsel), RA Anita Noeringhati, kembali menguak sejumlah fakta mengejutkan. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang Klas IA Khusus, Selasa (2/7/2025), terdakwa Ari Martha Redo akhirnya mengakui adanya pembicaraan soal “Mas Kawin” alias fee proyek sebesar 15 persen pecah pajak.
Pengakuan tersebut disampaikan langsung oleh Ari di hadapan majelis hakim yang diketuai Fauzi Isra SH MH, saat dirinya menanggapi kesaksian Ifan Ardiansyah. Saksi Ifan sebelumnya menyebut adanya pembicaraan fee hingga 20 persen antara sejumlah terdakwa lainnya.
“Tidak ada pembicaraan soal fee 20 persen. Yang dibahas hanya Mas Kawin 15 persen pecah pajak,” ujar Ari Martha Redo dalam ruang sidang, mengklarifikasi pernyataan saksi Ifan.
Sebagaimana diketahui, saksi Ifan Ardiansyah dalam kesaksiannya mengungkap adanya pertemuan santai antara dirinya, Ari Martha Redo, Wisnu Andrio Fatra, dan Apriansyah di sebuah tempat makan populer di Palembang, yakni Bakso Kartel. Dalam pertemuan tersebut, menurut Ifan, sempat terdengar pembahasan seputar pelaksanaan proyek dan permintaan komitmen fee sebesar 20 persen dari nilai proyek.
“Waktu itu saya tidak ikut campur, hanya duduk di dekat mereka. Tapi saya mendengar samar-samar ada pembicaraan tentang fee 20 persen,” ungkap Ifan di persidangan. Keterangan ini pun langsung dibantah oleh terdakwa Ari, yang mengklaim bahwa pada saat pertemuan itu saksi Ifan tidak hanya mendengar, tetapi juga ikut membahas hal tersebut.
Bantahan Wisnu dan Momen Sorotan di Persidangan
Tak hanya itu, Ifan juga sempat menyebut adanya praktik pemberian fee sebesar 2,5 persen untuk panitia Unit Layanan Pengadaan (ULP), yang disalurkan melalui dirinya oleh terdakwa Wisnu Andrio Fatra.
Namun, pengakuan ini langsung dibantah keras oleh Wisnu. “Itu bukan uang saya, itu uang dari saksi Ifan. Karena proyek tersebut kami kerjakan dengan sistem patungan, pembagian modal 50:50,” sanggah Wisnu di hadapan hakim.
Menariknya, atas sanggahan tersebut, saksi Ifan terlihat terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk, membenarkan keterangan Wisnu. Momen ini menjadi sorotan dalam ruang sidang karena seolah menunjukkan tarik-ulur kebenaran dan dinamika antara saksi dan terdakwa dalam perkara ini.
Dugaan Perusahaan Pinjaman dan Komplikasi Pembuktian
Dalam fakta persidangan lainnya, saksi Budi Santoso juga memberikan keterangan bahwa CV Raza Jaya Cipta miliknya dipinjam oleh saksi M. Ali Irfan, Direktur CV HK, untuk memenuhi syarat mengikuti tender proyek pembangunan gedung kantor Lurah Keramat Raya, Banyuasin.
“CV saya hanya dipinjam, saya tidak dilibatkan dalam pelaksanaan proyek. Kata M Ali Irfan, saya akan diberi imbalan setelah proyek selesai,” jelas Budi. Namun, harapan tinggal harapan. Budi mengaku hingga kini tidak menerima apa-apa, kecuali Rp500 ribu, itupun untuk pengurusan pajak CV HK.
Sidang yang terus bergulir ini semakin menguatkan dugaan praktik permainan fee dan penggunaan perusahaan pinjaman dalam proyek-proyek pokir DPRD Sumsel, yang telah lama menjadi sorotan publik. Keterlibatan sejumlah nama, pengakuan soal “Mas Kawin”, hingga transaksi di balik layar membuat proses pembuktian di pengadilan menjadi semakin kompleks dan menarik untuk diikuti.
Ari Martha Redo sendiri didakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18, atau Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sidang ini masih akan berlanjut dengan pemeriksaan saksi lainnya dan pembuktian lebih lanjut dari JPU, yang terus berupaya mengurai alur aliran dana dan peran masing-masing pihak dalam kasus dugaan korupsi berjamaah ini. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.