Banner Sumsel Maju untuk Semua
Hukum

Skandal Korupsi K3, Tanda Tangan Palsu di Balik Ancaman Keselamatan Kerja

×

Skandal Korupsi K3, Tanda Tangan Palsu di Balik Ancaman Keselamatan Kerja

Sebarkan artikel ini

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Palembang, seorang ASN mengaku menandatangani Laporan Hasil Pemeriksaan tanpa verifikasi, mengungkap borok sistematis dalam penerbitan izin kelayakan K3.

Skandal Korupsi K3, Tanda Tangan Palsu di Balik Ancaman Keselamatan Kerja
Skandal Korupsi K3, Tanda Tangan Palsu di Balik Ancaman Keselamatan Kerja. Foto: Dok. Sumeks.co

PALEMBANG, NUSALY – Praktik korupsi dalam penerbitan izin Kelayakan K3 di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sumatera Selatan terindikasi lebih sistematis dari dugaan. Fakta mengejutkan terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Senin (4/8/2025), ketika seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Disnakertrans secara blak-blakan mengakui bahwa ia menandatangani dokumen tanpa verifikasi.

ASN bernama Ahmad Riyadi, yang dihadirkan sebagai saksi, mengaku menandatangani Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) uji kelayakan K3 milik PT Atyasa Mulia (Grand Atyasa Convention Centre) hanya karena desakan pimpinan. Pernyataan ini membongkar sebuah praktik berbahaya, di mana dokumen yang seharusnya menjadi jaminan keselamatan kerja justru diproses secara abai.

“Saya tidak pernah melihat atau memverifikasi dokumen LHP PT Atyasa Mulia. Saya hanya menandatangani saja karena ada desakan dari pimpinan, termasuk Pak Deliar (Kepala Disnakertrans saat itu),” ungkap Ahmad Riyadi di hadapan majelis hakim yang dipimpin Idi Il Amin.

Pengakuan ini menjadi kunci dalam membongkar dugaan korupsi yang menjerat mantan Kepala Disnakertrans Sumsel Deliar Marzoeki, serta dua terdakwa lain, Firmansyah Putra dan Harni Rayuni.

Ahmad Riyadi, yang mengaku percaya bahwa berkas tersebut telah diperiksa oleh pihak yang berwenang, secara tidak langsung turut mengesahkan bahwa peralatan keselamatan kerja di Grand Atyasa dianggap layak. Padahal, proses verifikasi yang ketat adalah prasyarat mutlak untuk melindungi para pekerja dari risiko kecelakaan kerja.

Pengakuan Mengejutkan dan Aliran Dana

Kesaksian Ahmad Riyadi semakin menjadi sorotan ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Palembang menyinggung soal adanya aliran uang. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat penyidikan, Ahmad sempat mengaku menerima uang senilai Rp100.000 setelah menandatangani dokumen LHP. Namun, dalam persidangan, ia justru mengelak dan menyatakan tidak menerima uang dari proses tersebut.

Baca juga  Longsor Maut di Tambang Timah Ilegal Bangka Barat, Satu Nyawa Melayang, Sorotan Tajam pada Praktik Pertambangan Liar

Meskipun demikian, Ahmad Riyadi mengakui bahwa ia beberapa kali menerima uang dari perusahaan lain terkait proses kelayakan K3 selama kepemimpinan Deliar Marzoeki. Total uang yang diterima disebutnya lebih dari Rp10 juta, dan semua telah dikembalikan serta dititipkan kepada jaksa.

Kasus ini berawal dari dugaan suap dan gratifikasi kepada perusahaan-perusahaan jasa K3 (PJK3) yang ingin mendapatkan perizinan. Terdakwa Firmansyah diduga berperan sebagai fasilitator dan koordinator aliran dana, sementara Harni Rayuni diduga sebagai pihak pemberi uang.

Ketiganya didakwa melanggar Pasal 12 huruf B dan E, serta Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal-pasal tersebut menjerat pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait jabatannya, termasuk dalam konteks perizinan yang seharusnya dijalankan secara profesional.

Sidang ini menjadi cerminan bahwa korupsi bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengancam keselamatan dan nyawa masyarakat. Proses hukum yang sedang berjalan ini diharapkan dapat mengembalikan integritas sistem perizinan yang vital bagi keselamatan pekerja di Sumatera Selatan. (InSan)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.