Banner Pemprov Sumsel Pemutihan Pajak

Investigasi

Penderitaan Tanpa Akhir di Bawah Naungan Proyek yang Hilang

×

Penderitaan Tanpa Akhir di Bawah Naungan Proyek yang Hilang

Sebarkan artikel ini

Ketika Sungai Mati dan Bahaya Mengintai, Janji Jadi Pengkhianatan Terbesar.

Penderitaan Tanpa Akhir di Bawah Naungan Proyek yang Hilang
Penderitaan Tanpa Akhir di Bawah Naungan Proyek yang Hilang. Foto: Dok. Nusaly

KAYUAGUNG, NUSALY – Di tepian Sungai Komering, tak ada lagi gemericik air yang menenangkan. Yang ada hanya suara dengung lalat dan aroma busuk yang menyeruak dari hamparan “pulau-pulau” eceng gondok. Proyek penahan eceng gondok senilai Rp 8,4 miliar yang seharusnya menjadi solusi, kini telah menjadi monumen bisu yang mengabadikan derita warga. Jika bagian sebelumnya membongkar kejanggalan uang negara yang sirna, maka bagian ini adalah tentang harga yang harus dibayar oleh manusia di atas puing-puing kegagalan itu.

Sungai yang Mati, Kehidupan yang Mati

Bagi warga yang mendiami Kelurahan Sukadana dan Jua-Jua, Sungai Komering bukan sekadar aliran air. Ia adalah urat nadi kehidupan, sumber rezeki, dan tempat bermain anak-anak. Namun, kini, sungai itu telah berubah menjadi kuburan bagi ekosistemnya. Tumpukan eceng gondok, yang tumbuh subur tanpa kendali, menjebak sampah rumah tangga, bangkai hewan, dan material sisa penebangan pohon. Laporan dari Dr. Andi Pratama, Pakar Lingkungan Universitas Sriwijaya, mengkonfirmasi bahwa kondisi ini memicu eutrofikasi, sebuah proses di mana kadar oksigen terlarut dalam air menurun drastis, membuat habitat ikan musnah.

Banyak nelayan lokal, yang dulunya menggantungkan hidup dari sungai, kini terpaksa mengganti profesi. “Sudah tidak ada ikan lagi, pak. Kalaupun ada, susah sekali mencari jalannya karena tertutup eceng gondok,” keluh seorang warga yang kini beralih menjadi buruh serabutan. Perahu-perahu mereka, yang dulunya lincah, kini lebih sering berdiam di tepi sungai, menjadi saksi bisu dari matinya sebuah profesi.

Terjebak di Tengah Ancaman Ganda

Penderitaan warga tidak hanya sebatas masalah ekonomi. Kondisi sungai yang kotor dan busuk telah menjadi ancaman nyata bagi kesehatan dan keselamatan.

Baca juga  Soliditas Institusi Hukum, Kapolres OKI Beri Kejutan HUT Kejaksaan

“Bau busuknya sampai bikin anak-anak sering sakit,” tutur seorang ibu.

Kawanan nyamuk beterbangan, membawa risiko penyakit demam berdarah, sementara ancaman fisik tak kalah menyeramkan. Tumpukan gulma yang menyerupai daratan dangkal seringkali menjadi sarang ular berbisa. “Ada anak di sini sempat dipatuk ular, pak,” ujar warga lain, suaranya dipenuhi kekhawatiran.

Selain ancaman kesehatan, infrastruktur pun ikut menderita. Tembok penahan tanah di tepi sungai menuju pemukiman warga rusak parah, mengancam abrasi dan banjir saat musim hujan tiba. Proyek yang seharusnya melindungi warga dari bahaya kini justru membuat mereka lebih rentan.

Janji yang Ditelan Sungai

Warga merasa jenuh dan lelah dengan janji-janji yang tak pernah terealisasi. Di mana-mana, tiang-tiang penahan yang seharusnya menjadi simbol perlindungan, kini dianggap sebagai pengingat kegagalan.

“Tiang-tiang itu tidak ada gunanya, malah bikin sampah nyangkut,” keluh Ketua RT 1 Kelurahan Sukadana, Dedy, yang suaranya mencerminkan kekecewaan kolektif. Permintaan mereka sederhana: jika proyek tidak berfungsi, lebih baik tiang-tiang itu dicabut saja.

Inilah puncak dari semua kegagalan. Dana miliaran rupiah, proses lelang yang dipertanyakan, dan janji-janji kosong telah menyisakan luka mendalam, tidak hanya pada sungai, tetapi juga pada jiwa warga yang hidup di tepiannya. Mereka ditinggalkan dalam penderitaan tanpa akhir, menanti pertanggungjawaban yang tak kunjung tiba. (dhi)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.