KAYUAGUNG, NUSALY — Investigasi dugaan korupsi yang menyangkut penyaluran dana publik—Kredit Usaha Rakyat (KUR)—bagi petani tambak udang di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) semakin mendalam.
Program KUR, yang merupakan bagian dari kebijakan subsidi pemerintah pusat untuk memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), kini berada di tengah sorotan tajam.
Kejaksaan Negeri (Kejari) OKI mengonfirmasi bahwa perhitungan sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia mengindikasikan adanya kerugian negara dalam skala masif.
Perkembangan ini merupakan titik balik krusial dalam penanganan kasus yang telah menjadi perhatian sejak Kejaksaan melakukan serangkaian penggeledahan di pertengahan tahun 2025.
Total dana KUR yang disorot dalam perkara ini mencapai Rp 12 miliar, yang seharusnya menjadi modal kerja bagi petambak udang di kawasan Desa PT Bumi Pratama Mandira. Sektor perikanan, khususnya budidaya udang, dikenal sebagai tulang punggung ekonomi pesisir OKI.
Kegagalan penyaluran kredit bersubsidi ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga memukul potensi pertumbuhan ekonomi daerah.
Kerugian 85 Persen, Isyarat Kegagalan Program
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari OKI, Parid Purnomo, menegaskan bahwa fokus penyidikan saat ini berada pada validasi auditor BPK untuk menentukan besaran kerugian negara secara definitif.
Proses audit oleh BPK, yang memakan waktu dan melibatkan analisis data keuangan dan dokumen program, sangat vital karena hasilnya menjadi dasar formal penetapan kerugian negara dalam kasus korupsi.
“Selama dua pekan terakhir, BPK berada di OKI untuk mengaudit kasus ini. Saat ini kami masih menunggu hasil penetapan resmi dari BPK,” kata Parid Purnomo, Senin (8/12/2025).
Parid Purnomo mengungkapkan bahwa estimasi awal kerugian negara berdasarkan perhitungan sementara BPK per tanggal 31 Oktober 2025 menunjukkan angka Rp 10.052.876.110.
Angka kerugian ini mencakup tunggakan pokok kredit sebesar Rp 9.462.843.945 serta tunggakan margin sebesar Rp 590.032.165.
Data ini menjadi sorotan tajam. Kerugian yang mencapai lebih dari 85 persen dari total dana yang dikucurkan mengisyaratkan bahwa yang terjadi bukanlah sekadar kegagalan bisnis atau gagal bayar biasa.
Angka persentase setinggi ini mengindikasikan adanya penyimpangan struktural dan dugaan moral hazard yang serius.
Hal ini terjadi karena, dalam regulasi penyaluran KUR, lembaga penyalur diwajibkan melakukan verifikasi kelayakan calon debitur yang ketat. Korupsi ini secara langsung mencederai tujuan program subsidi pemerintah.
Jaringan Lintas Provinsi dan Penentuan Tersangka
Kejari OKI menargetkan penetapan tersangka dapat segera dilakukan setelah laporan audit final BPK diterima. Parid Purnomo menekankan bahwa penetapan tersangka krusial untuk mengungkap peran mastermind di balik pemanfaatan dana KUR yang masif ini.
“Mudah-mudahan hasil resminya keluar tahun ini sehingga kami dapat segera menetapkan tersangka dan melanjutkan proses hukum ke tahap penuntutan,” ujarnya.
Target penetapan tersangka sebelum akhir tahun menunjukkan keseriusan Kejaksaan dalam menangani kasus ini.
Jaringan penyidikannya telah meluas hingga luar OKI, menegaskan bobot kasus ini.
Seperti yang telah dilaporkan Nusaly.com sebelumnya, penyidik telah menelusuri jejak dugaan korupsi di lintas provinsi.
Pada Juli 2025, penggeledahan dilakukan di Bandar Lampung, menyasar kediaman mantan direktur/komisaris PT Karomah Ilahi Mandira (KIM) berinisial S, dan rumah mantan penyalur KUR dari bank BUMN berinisial W.
Penemuan dua boks dokumen sitaan dalam penggeledahan tersebut menjadi bukti permulaan penting yang kini dicocokkan dengan perhitungan kerugian BPK.
Dampak Program dan Harapan Transparansi
Skandal ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai efektivitas pengawasan penyaluran KUR oleh lembaga perbankan yang ditunjuk.
Kegagalan mencapai tujuan program, ditambah dengan kerugian negara yang fantastis, menunjukkan adanya kelemahan pengawasan internal yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Ironisnya, dana yang seharusnya menjadi nafas bagi petani tambak udang, justru berujung pada kasus pidana korupsi.
Proses hukum ini diharapkan tidak hanya mengembalikan kerugian negara, tetapi juga memberikan preseden kuat kepada lembaga perbankan yang terlibat dalam penyaluran dana subsidi.
Hal ini penting untuk melakukan audit internal dan memperketat pengawasan.
Kejelasan penggunaan dana KUR sebesar Rp 12 miliar itu menjadi kunci utama untuk memutus mata rantai dugaan penyimpangan yang terstruktur, memastikan dana subsidi pemerintah benar-benar jatuh ke tangan yang berhak.
(dhi)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
