PALEMBANG, NUSALY — Pemberantasan korupsi di Sumatera Selatan menunjukkan tren penindakan yang semakin berani menargetkan kasus-kasus berskala masif. Menjelang penutupan tahun anggaran dan bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) 2025, Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) merilis capaian kinerja yang menyoroti komitmen penegakan hukum sekaligus upaya pemulihan kerugian negara.
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Anton Delianto, S.H., M.H., didampingi Plt. Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel dan jajaran, menyampaikan bahwa kinerja Bidang Pidsus Kejati dan Kejari se-Sumsel berhasil mencatatkan total penyelamatan keuangan negara sebesar Rp 615.514.361.766 dalam periode Januari hingga Desember 2025. (Rinciannya: Rp 588,14 miliar oleh Kejati dan Rp 27,36 miliar oleh Kejari) .
Capaian ini menanggapi amanat Jaksa Agung Republik Indonesia yang bertema “BERANTAS KORUPSI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT”. Tema ini mengandung makna filosofi bahwa penegakan hukum korupsi tidak sekadar menghukum pelaku, tetapi juga harus memastikan tercapainya tujuan konstitusional untuk memajukan kesejahteraan umum.
Fokus pada Pemulihan Aset dan Skala Kasus Masif
Berdasarkan data yang dirilis, total penyelamatan keuangan negara yang fantastis ini menunjukkan pergeseran fokus penindakan Kejaksaan. Pengembalian aset dan pemulihan kerugian negara menjadi bagian integral dari agenda besar pemberantasan korupsi. Kejaksaan harus menjadi garda terdepan yang memastikan setiap proses hukum memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat.
Analisis Kinerja Kelembagaan Kejaksaan di Sumsel
Secara institusional, kinerja penindakan pidana khusus Kejaksaan di Sumatera Selatan pada tahun 2025 menunjukkan adanya pembagian peran yang terstruktur antara Kejati dan Kejari di tingkat kabupaten/kota.
Kejaksaan Negeri (Kejari) se-Sumsel, yang merupakan lini terdepan penindakan di daerah, terlihat sangat aktif di tahap awal dan akhir proses hukum. Kejari mencatatkan 77 perkara di tahap Penyelidikan, 86 perkara di tahap Pra Penuntutan, dan 93 perkara yang telah masuk tahap Eksekusi.
Sebaliknya, Kejati Sumsel yang berperan menangani kasus-kasus berskala besar, lebih berfokus pada kualitas penanganan di tengah proses hukum.
Kejati Sumsel mencatatkan 34 perkara di tahap Penyidikan dan 45 perkara di tahap Pra Penuntutan. Walaupun jumlah perkara yang ditangani di tahap Penyelidikan (11 perkara) dan Eksekusi (tanpa data Eksekusi) lebih sedikit, fokus Kejati ini mengindikasikan prioritas pada penyelesaian kasus-kasus korupsi yang kompleks dan berdimensi kerugian negara yang besar.
Kasus-Kasus Korporasi dan Kredit Skala Triliunan
Laporan Kejati Sumsel juga menyoroti sejumlah perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi yang menarik perhatian publik dan memiliki nilai kerugian negara yang sangat besar. Di antaranya:
- Skandal Pinjaman Bank BUMN (Rp 1,6 T): Dugaan korupsi terkait Pemberian Fasilitas Pinjaman/Kredit dari salah satu bank BUMN, Tbk., kepada PT Buana Sriwijaya Sejahtera dan PT Sri Andal Lestari. Perkara ini melibatkan 6 (Enam) tersangka dan perkiraan kerugian negara mencapai ± Rp 1,6 Triliun. Kasus ini masih dalam proses penyidikan.
- Aset Pasar Cinde (Rp 137,7 M): Dugaan korupsi Kerjasama Mitra Bangun Guna Serah antara Pemprov Sumsel dengan PT MB terkait pemanfaatan Barang Milik Daerah di kawasan Pasar Cinde Palembang (2016–2018). Kerugian negara mencapai Rp 137.722.247.614,40. Perkara ini telah masuk tahap penuntutan.
- Pengadaan Tanah Tol dan Perkebunan (Rp 127,2 M): Dugaan korupsi pemalsuan buku dalam pengadaan tanah jalan Tol Betung – Tempino Jambi dan korupsi pada Perkebunan PT SMB di Musi Banyuasin di luar HGU. Kerugian negara mencapai Rp 127.276.655.336,50. Perkara ini juga dalam proses penuntutan.
- Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro Muara Enim (Rp 12 M): Dugaan korupsi pemberian KUR Mikro dan pengelolaan aset pada salah satu bank plat merah KCP Semendo Muara Enim (2022–2024), melibatkan 7 (Tujuh) tersangka dengan perkiraan kerugian Rp 12 Miliar. Kasus ini dalam proses penyidikan.
Kasus-kasus ini, terutama yang menyentuh angka triliunan, menunjukkan bahwa Kejati Sumsel menargetkan dugaan penyimpangan yang melibatkan korporasi besar dan fasilitas perbankan pelat merah, yang secara langsung berdampak pada pengeluaran uang negara.
Memperkuat Ekosistem Antikorupsi
Peringatan HAKORDIA ini juga menjadi momentum bagi Kejaksaan untuk memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil.
Melalui kolaborasi, keterbukaan, dan keberanian moral bersama, Kejaksaan berharap dapat menciptakan ekosistem nasional yang menolak segala bentuk penyimpangan. Di Palembang, rangkaian HAKORDIA ditutup dengan kampanye antikorupsi berupa pembagian bunga, stiker, dan brosur kepada pengguna jalan.
Langkah-langkah Kejaksaan ini menegaskan bahwa penindakan yang tegas dan upaya pemulihan aset yang masif adalah kunci untuk mengembalikan sumber daya keuangan negara kepada fungsi awalnya: kemakmuran rakyat.
(dhi)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
