PALEMBANG, NUSALY — Pengadilan Negeri (PN) Palembang telah mengakhiri proses hukum tingkat pertama terhadap empat terdakwa kasus dugaan korupsi fee proyek yang bersumber dari dana pokok pikiran (pokir) DPRD Ogan Komering Ulu (OKU).
Vonis tersebut memperkuat temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menyingkap kolusi pada alokasi anggaran pembangunan daerah.
Dalam sidang pembacaan amar putusan yang digelar pada Selasa (9/12/2025), majelis hakim yang diketuai oleh Fauzi Isra SH MH menyatakan perbuatan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
Hakim menegaskan, tindak pidana korupsi tersebut dilakukan dengan tujuan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi, sesuai dengan dakwaan JPU KPK.
Hukuman dan Analisis Perbedaan Vonis
Majelis hakim menjatuhkan vonis kepada empat terdakwa dengan pidana penjara dan denda yang hampir seragam, namun terdapat perbedaan signifikan antara vonis dan tuntutan yang diajukan sebelumnya oleh JPU KPK.
| Terdakwa | Jabatan | Vonis Penjara | Denda | Tuntutan JPU |
| Nopriansyah | Kepala Dinas PUPR OKU | 5 Tahun | Rp 250 Juta (Subsider 6 Bulan) | 4 Tahun 6 Bulan |
| Ferlan Juliansyah | Anggota DPRD OKU | 4 Tahun 10 Bulan | Rp 250 Juta (Subsider 6 Bulan) | 5 Tahun 6 Bulan |
| Umi Hartati | Anggota DPRD OKU | 4 Tahun 10 Bulan | Rp 250 Juta (Subsider 6 Bulan) | 5 Tahun 6 Bulan |
| M. Fahruddin | Anggota DPRD OKU | 4 Tahun 10 Bulan | Rp 250 Juta (Subsider 6 Bulan) | 5 Tahun 6 Bulan |
Keputusan majelis hakim menunjukkan adanya penilaian berbeda terhadap peran masing-masing terdakwa dalam kasus ini dibandingkan tuntutan JPU.
Hakim menjatuhkan vonis lebih berat (5 tahun) kepada Kepala Dinas PUPR Nopriansyah, sementara tiga anggota DPRD divonis lebih ringan (4 tahun 10 bulan).
Putusan ini mengindikasikan bahwa hakim melihat peran eksekutif (Kepala Dinas PUPR) sebagai kunci dalam memfasilitasi dan mengeksekusi fee proyek yang bersumber dari dana pokok pikiran legislatif.
Para terdakwa dijerat JPU dalam Pasal 12 huruf B Jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Pasal ini merupakan penjeratan terhadap tindak pidana gratifikasi yang dianggap suap karena diterima oleh penyelenggara negara terkait jabatannya.
Kerentanan Dana Pembangunan
Kasus korupsi fee proyek pokir ini merupakan contoh nyata kolusi yang merusak sistem perencanaan dan pengawasan anggaran daerah.
Dana pokok pikiran (pokir) sendiri adalah mekanisme resmi yang memungkinkan anggota DPRD menyalurkan aspirasi masyarakat dalam bentuk program pembangunan melalui SKPD teknis.
Praktik korupsi berupa penetapan fee (uang pelicin) pada dana pokir ini memiliki dimensi etis yang mendalam:
- Menggerus Kualitas Pembangunan: Dana yang diselewengkan sebagai fee secara langsung mengurangi anggaran proyek, berpotensi menurunkan kualitas infrastruktur yang dibangun di OKU.
- Merusak Keterwakilan Rakyat: Anggota dewan yang seharusnya menjadi penyambung lidah rakyat justru menggunakan dana aspirasi sebagai sarana memperkaya diri sendiri, mengkhianati fungsi legislasi dan pengawasan.
Dengan demikian, penindakan hukum terhadap korupsi pokir bukan hanya masalah pidana, tetapi juga upaya fundamental untuk memulihkan hak-hak masyarakat atas pembangunan dan integritas perwakilan politik.
Usai mendengarkan amar putusan, sebagian besar terdakwa melalui penasihat hukumnya menyatakan sikap pikir-pikir untuk upaya hukum selanjutnya. Hanya terdakwa Umi Hartati yang menyatakan menerima putusan hakim.
Perkara ini melibatkan enam terdakwa, dua di antaranya (M Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso) telah lebih dahulu divonis PN Palembang.
(InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
