HeadlineKabarNusa

Dugaan Penipuan dan Intrik di Balik Proyek BUMN

×

Dugaan Penipuan dan Intrik di Balik Proyek BUMN

Share this article
Suasana sidang mediasi di PN Palembang. Foto InSan.

NUSALY.com, PALEMBANG – Kasus dugaan penipuan terkait pekerjaan di galangan kapal yang menimpa dua korban, Juni Malian dan Ahmad Rianto, telah mencapai tahap Mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Palembang pada Rabu (1/11/2023).

Kedua penggugat, Juni Malian dan Ahmad Rianto yang diwakili oleh penasehat hukum Ahmad Kubro, menggugat PT Gilas Perkasa, kontraktor utama dari perusahaan BUMN PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero), dalam agenda tersebut.

Setelah mediasi, Juni Malian, melalui penasehat hukumnya Ahmad Kubro, mengungkapkan bahwa agenda hari itu adalah mediasi, dan hasilnya sama-sama bertahan dengan penundaan hingga minggu depan.

Juni Malian, selaku penggugat melalui kuasa hukumnya, menuntut pengembalian uang senilai Rp 5,2 miliar. Ini terkait dengan proyek pembangunan perkapalan di PT Kodja Bahari Palembang, yang di danai olehnya kepada PT Gilas Perkasa, tetapi terjadi kendala ketika PT Kodja Bahari membayar PT Gilas Perkasa.

“Klien kami ini merupakan penggugat dan tetap pada gugatannya, meminta kembalikan uangnya senilai Rp 5,2 miliar, klien kami adalah sebagai pendana proyek pembangunan perkapalan pada PT Kodja Palembang. Yang kita danai adalah PT Gilas Perkasa dari awal pembangunan kita danai,” jelas kuasa hukum Juni Malian, Ahmad Kubro, Rabu (1/11).

Menurut Ahmad Kubro, pihak PT Gilas Perkasa seharusnya membayar sejumlah uang kepada mereka, tetapi hal ini tidak terjadi, meskipun mereka sebelumnya telah menjaminkan cek sebesar Rp 3,4 miliar kepada Juni Malian.

“Mereka menjaminkan cek kepada klien kami dengan nilai Rp 3,4 miliar, namun ketika uang proyek dibayarkan oleh PT.Kodja ke PT.Gilas Perkasa, mereka tidak membayarkan kepada klien kami,” imbuhnya.

Selain itu, proyek pembangunan galangan kapal ini melibatkan individu lain bernama Wawan, yang sebelumnya memiliki hutang kepada Juni Malian.

Wawan beserta timnya datang untuk meminjam sejumlah dana kepada Juni karena tidak memiliki cukup modal untuk pengerjaan proyek galangan kapal. Proyek dari PT Kodja menjadi iming-iming dari Wawan agar dapat membayar hutang tersebut.

“Makanya saya mau membantu mereka karena di imingi akan dikembalikan seluruh hutangnya, ternyata ketika dibantu mendanai pekerjaan proyek sampai selesai, jangan kan membayar hutang yang lama, keuntungan dari pekerjaan itu saja saya tidak dibayar, saat ditagih mereka selalu berkelit dan kong kalikong, Wawan dan Sutikno berkelit tetap tidak mau membayar uang kita dan kejadian tersebut terjadi pada tahun 2022,” tegas Juni didampingi kuasa hukumnya menambahkan.

Namun, hingga proyek selesai, Wawan dan Sutikno, yang merupakan Direktur PT Gilas Perkasa, tidak mengembalikan dana yang mereka pinjam serta tidak membayar keuntungan pekerjaan kepada klien Ahmad Kubro tersebut.

Selain itu, Ahmad Kubro menegaskan bahwa PT Kodja adalah perusahaan BUMN, dan ada aturan yang melarang proyek tersebut di subkontrakkan. Namun, dalam kasus ini, PT Gilas Perkasa memindahkan proyek dari PT Kodja Bahari Palembang kepada Ahmad Rianto, yang merupakan penggugat kedua.

Ahmad Kubro menyatakan bahwa mereka akan mengambil langkah hukum karena kasus ini juga terdapat unsur korupsi dan penipuan, meskipun setelah praperadilan.

“Kami akan mengambil langkah hukum karena perkara ini ada unsur Korupsinya dan yang kedua adalah unsur penipuan dan akan kami laksanakan namun setelah praperadilan,” terangnya.

Sementara itu, Ahmad Rianto, penggugat kedua, mengungkapkan ketidakbaikan niat dari pihak lawan, terutama Triawan Saputra alias Wawan.

Menurutnya, pekerjaan yang semestinya diakhiri dengan pembayaran kepada Ahmad Rianto berakhir dengan kesepakatan baru yang tidak sesuai SPK, yang menciptakan unsur penipuan.

“Saya bekerja berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) dengan PT.Gilas. Penandatanganan SPK pertama dilaksakan di Hotel dan ini sebetulnya sudah tidak etis, namun SPK yang kedua dilaksanakan dihadapan Notaris,” jelasnya.

“Begitu pekerjaan menjelang akhir mereka mengerjakan sendiri, tujuannya adalah agar saya menyepakati keinginan mereka, seharusnya dalam SPK ketika pekerjaan dianggap selesai oleh PT.Kodja dan dibayar lunas maka seharusnya secara otomatis uang tersebut masuk ke rekening saya, namun ini tidak karena Wawan menginginkan kesepakatan baru lagi, sedangkan saya bekerja berdasarkan SPK Standing Instruction, dan ini jelas ada unsur penipuan,” tegas Rianto.

Ahmad Rianto juga meminta agar pihak PT Kodja hadir dalam agenda selanjutnya, karena dalam mediasi sebelumnya, PT Kodja tidak hadir secara fisik.

“Kami minta dihadirkan secara langsung pihak PT.Kodja,” tutupnya.

Sedangkan pihak dari PT.Gilas Perkasa yang diwakili oleh tim kuasa hukumnya ketika diwawancarai usai mediasi enggan memberikan komentar.

(InSan/dhi)