Jakarta, NUSALY.com – Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan penjelasan terkait data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan perkiraan produksi beras nasional tahun ini turun 760 ribu ton atau 2,43 persen dibandingkan tahun 2023. Penurunan ini menjadi perhatian serius mengingat beras merupakan komoditas pangan pokok bagi mayoritas masyarakat Indonesia.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch. Arief Cahyono, menyatakan bahwa Kementan telah mengantisipasi potensi defisit produksi beras nasional sejak awal tahun 2024. Menurut Arief, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan jajarannya telah mengambil langkah mitigasi untuk menghadapi dampak El Nino, salah satunya dengan mengoptimalkan sumber air melalui pompanisasi.
“Saat itu, Menteri Pertanian menyampaikan adanya potensi pergeseran masa tanam dan defisit produksi pada awal 2024,” ujar Arief. “Langkah cepat beliau adalah dengan realokasi anggaran sebesar Rp 1 triliun untuk penyediaan benih, alat dan mesin pertanian (alsintan), pupuk, dan pestisida.”
Keterlambatan Masa Tanam dan Dampaknya
Arief menjelaskan bahwa keterlambatan masa tanam pada akhir tahun 2023 menyebabkan masa panen raya yang seharusnya terjadi pada Maret-April 2024 bergeser. Hal ini berdampak pada defisit produksi di awal tahun 2024 yang kemudian ditutupi dengan pengadaan beras impor sebesar 3,5 juta ton oleh Perum Bulog.
Meskipun demikian, Arief optimistis bahwa produksi beras akan terus membaik. Intervensi pompanisasi dan ketersediaan pupuk yang cukup telah mendorong peningkatan produksi bulanan sejak Agustus 2024, melampaui produksi pada periode yang sama di tahun 2023.
“Melalui intervensi pompanisasi dan ketersediaan pupuk yang cukup, setelah panen raya pada April-Mei 2024, produksi bulanan sejak Agustus jauh melebihi produksi bulan yang sama pada 2023,” kata Arief. “Kami memprediksi tren ini akan terus berlanjut hingga Desember 2024. Pemerintah tetap optimis produksi beras akan terus membaik.”
Data BPS dan Program Kementan
Data Kerangka Sampel Area (KSA) BPS menunjukkan bahwa produksi padi pada periode Agustus-Oktober 2022 mencapai 12,55 juta ton. Angka ini tidak berubah pada tahun berikutnya, tetapi pada tahun 2024, produksi padi meningkat menjadi 14,73 juta ton. Secara akumulatif, produksi padi semester II-2024 mencapai 23,36 juta ton, meningkat dibandingkan tahun 2022 sebesar 22,44 juta ton dan tahun 2023 sebesar 21,63 juta ton.
Peningkatan produksi di tengah kekeringan ini, menurut Arief, merupakan buah dari program Penambahan Areal Tanam (PAT) yang didorong Kementan sejak awal 2024. Program ini dilaksanakan melalui optimasi lahan dan pompanisasi dengan tujuan meningkatkan indeks pertanaman sawah dari 1 kali menjadi 2-3 kali setahun.
Selain PAT, peningkatan produksi juga didukung oleh kebijakan penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Pemerintah telah menambah kuota pupuk bersubsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton pada awal tahun 2024.
“Petani yang sudah terdaftar untuk mendapatkan pupuk subsidi bisa menebus pupuk dengan menunjukkan KTP asli,” jelas Arief.
Optimisme Swasembada Beras
Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan, pemerintah optimistis bahwa Indonesia akan kembali mencapai swasembada beras dalam waktu 3 tahun mendatang.
“Pemerintah saat ini terus bekerja dengan optimasi lahan dan indeks pertanaman lahan sekaligus mempersiapkan lahan sawah baru melalui cetak sawah 3 juta hektare mulai 2025,” ungkap Arief. “Pemerintah optimis paling lambat dalam 3 tahun mendatang, Indonesia akan kembali mencapai swasembada beras. Dan dalam beberapa tahun berikutnya akan ekspor dan menjadi lumbung pangan dunia.”
Analisis dan Tantangan
Meskipun Kementan menunjukkan optimisme, tantangan dalam mencapai swasembada beras masih cukup besar. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan antara lain:
- Perubahan Iklim: El Nino dan La Nina merupakan fenomena alam yang dapat mengganggu siklus tanam dan panen. Kementan perlu terus mengembangkan strategi adaptasi dan mitigasi untuk menghadapi dampak perubahan iklim.
- Alih Fungsi Lahan: Konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian menjadi ancaman serius bagi produksi beras nasional. Pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk melindungi lahan pertanian produktif.
- Regenerasi Petani: Minimnya minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian menjadi tantangan tersendiri. Diperlukan program yang menarik dan inovatif untuk mendorong regenerasi petani.
- Ketergantungan Pupuk Kimia: Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dapat merusak kesuburan tanah. Kementan perlu mendorong penggunaan pupuk organik dan praktik pertanian berkelanjutan.
Penurunan produksi beras nasional pada tahun 2024 menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih serius dalam menjaga ketahanan pangan. Upaya Kementan dalam meningkatkan produksi melalui program PAT, optimasi lahan, dan penyediaan pupuk bersubsidi patut diapresiasi.
Namun, pemerintah juga perlu memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat menghambat tercapainya swasembada beras, seperti perubahan iklim, alih fungsi lahan, regenerasi petani, dan ketergantungan pupuk kimia.
Dengan kerjasama dan komitmen dari semua pihak, Indonesia diharapkan dapat kembali menjadi negara swasembada beras dan bahkan menjadi lumbung pangan dunia. (dhi)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.