OGAN KOMERING ILIR, NUSALY.com – Hamparan sawah di Ogan Komering Ilir (OKI) membentang luas, hijau sejauh mata memandang. Namun, di balik keindahan itu, tersimpan kepedihan mendalam para petani. Pupuk subsidi, yang seharusnya menjadi penopang kesuburan lahan dan harapan panen melimpah, justru menjadi sumber kekecewaan yang tak berkesudahan.
“Kami seperti diberi harapan palsu,” keluh Paijo (bukan nama sebenarnya-red), petani padi di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Lempuing, OKI. Raut wajahnya tampak lelah, mencerminkan perjuangan panjangnya mendapatkan pupuk subsidi. “Kartu Tani sudah ada, tapi tetap tidak dapat pupuknya. Mau beli pupuk non-subsidi, harganya selangit.”
Keluhan Paijo bukanlah isapan jempol. Di berbagai pelosok OKI, petani mengeluhkan hal serupa. Mereka resah, gundah, bahkan marah. Janji pemerintah untuk meningkatkan kuota pupuk subsidi dua kali lipat, dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton pada tahun anggaran 2024, ternyata tak seindah kenyataan.
Kartu Tani: Senjata Makan Tuan bagi Petani
Kartu Tani, yang digadang-gadang sebagai solusi untuk memastikan pupuk subsidi tepat sasaran, justru menjadi senjata makan tuan bagi petani. Banyak petani yang sudah terdaftar sebagai anggota kelompok tani dan memiliki Kartu Tani, namun tetap tidak kebagian jatah pupuk subsidi.
“Kartu Tani ini seperti pajangan saja,” ujar Bu Parmi, petani di Desa Air Sugihan. “Sudah berkali-kali saya ke kios, tapi pupuknya selalu habis. Katanya, jatah untuk desa kami sudah habis.”
Ironisnya, di tengah kelangkaan pupuk subsidi, justru muncul praktik jual beli pupuk subsidi di pasar gelap. Petani yang mendapatkan kuota lebih dari seharusnya menjual pupuk subsidi dengan harga tinggi kepada petani lain yang tidak kebagian. Praktik ini jelas merugikan petani dan memperparah kelangkaan pupuk.
Data NIK Palsu: Borok dalam Sistem Distribusi
Masalah pupuk subsidi di OKI semakin pelik dengan temuan Satgassus Mabes Polri pada Juni 2023. Mereka menemukan bahwa sekitar 30 persen NIK petani penerima pupuk subsidi di OKI tidak sesuai dengan data Dukcapil. Artinya, ada sekitar 12.880 NIK petani yang berpotensi fiktif atau dimanipulasi.
“Ini jelas praktik manipulasi data untuk meraup keuntungan pribadi,” tegas Andreas Dwi Santosa, pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB). “Oknum-oknum ini memanfaatkan celah dalam sistem untuk mendapatkan kuota pupuk subsidi lebih banyak, lalu menjualnya dengan harga tinggi.”
Manipulasi data NIK ini bukan hanya merugikan petani, tapi juga negara. Pupuk subsidi yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan produktivitas pertanian justru menjadi bancakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Rantai Distribusi yang Rapuh, Pengawasan yang Lemah
Masalah pupuk subsidi di OKI juga tidak lepas dari lemahnya sistem distribusi dan pengawasan. Dr. Nasir, S.P., M.Si., Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tridinanti Palembang, mengungkapkan bahwa rantai distribusi pupuk subsidi terlalu panjang dan rentan terhadap penyelewengan.
“Mulai dari produsen, distributor, hingga kios pengecer, semua memiliki potensi untuk melakukan kecurangan,” ujarnya. “Apalagi, pengawasan dari pemerintah masih lemah. Banyak kios yang tidak melaporkan stok pupuk secara akurat, bahkan ada yang menimbun pupuk untuk dijual dengan harga lebih tinggi.”
Petani pun menjadi korban dari sistem yang rapuh ini. Mereka harus berjuang ekstra keras untuk mendapatkan pupuk subsidi, bahkan seringkali harus membayar lebih mahal dari harga yang seharusnya.
Solusi: Digitalisasi, Transparansi, dan Penegakan Hukum
Untuk mengatasi masalah pupuk subsidi, diperlukan perbaikan sistem distribusi dan pengawasan yang menyeluruh. Dr. Nasir, S.P., M.Si menyarankan digitalisasi sistem distribusi pupuk subsidi, sehingga setiap transaksi dapat tercatat dan terpantau secara transparan. Selain itu, pengawasan harus diperketat, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Petani harus diberdayakan untuk melaporkan setiap penyelewengan yang mereka temui.
“Pemerintah juga harus tegas dalam menegakkan hukum terhadap pelaku manipulasi data dan penyelewengan pupuk subsidi,” tambah Dr. Nasir. “Hukuman yang berat diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya praktik serupa.”
Suara Petani: Jeritan yang Menuntut Keadilan
Di tengah kesulitan mendapatkan pupuk subsidi, para petani di OKI merasa suara mereka tidak didengar. Mereka berharap pemerintah lebih memperhatikan nasib mereka dan segera mengambil tindakan nyata untuk mengatasi masalah ini.
“Kami hanya ingin bertani dengan tenang, tanpa harus khawatir pupuk langka atau mahal,” ujar Paijo. “Kami juga ingin pemerintah lebih transparan dalam pengelolaan pupuk subsidi, agar tidak ada lagi kecurangan yang merugikan petani.”
Pupuk Subsidi, Ujian Keberpihakan Pemerintah
Masalah pupuk subsidi di OKI adalah ujian bagi keberpihakan pemerintah terhadap petani. Jika pemerintah benar-benar serius ingin meningkatkan kesejahteraan petani dan mewujudkan swasembada pangan, maka masalah pupuk subsidi harus segera diatasi.
Janji manis peningkatan kuota pupuk subsidi tidak akan berarti apa-apa jika pupuk tersebut tidak sampai ke tangan petani yang berhak. Pemerintah harus membuktikan bahwa mereka benar-benar berpihak pada petani, bukan hanya pada angka-angka di atas kertas.
Petani adalah tulang punggung ketahanan pangan nasional. Mereka berhak mendapatkan pupuk subsidi yang cukup dan terjangkau. Jangan biarkan jeritan mereka terkubur dalam lumpur janji manis pemerintah. ***
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.