Jakarta, Nusaly.com – Gelombang penolakan terhadap revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran semakin menguat. Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) menjadi salah satu suara lantang yang menyuarakan keberatan mereka. Bukan tanpa alasan, SINDIKASI menilai RUU Penyiaran yang tengah digodok Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini sarat akan pasal-pasal bermasalah yang mengancam kebebasan berekspresi dan kesejahteraan pekerja media, kreatif, perempuan, hingga kelompok rentan.
RUU Penyiaran: Membungkam Suara, Menyempitkan Ruang Ekonomi
Koordinator Divisi Advokasi Kebijakan SINDIKASI, Guruh Riyanto, dengan tegas menyatakan bahwa RUU Penyiaran berpotensi mempersempit ruang berekspresi pekerja media dan industri kreatif. “Penyempitan ruang berekspresi juga berarti berkurangnya ruang ekonomi dan kondisi kerja yang semakin buruk,” ujarnya.
Platform digital yang selama ini menjadi alternatif ekonomi bagi pekerja media di tengah ketidakpastian industri, terancam tergerus oleh pasal-pasal karet dalam RUU ini. SINDIKASI mencatat, pemblokiran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) akibat Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 (Permenkominfo 5/2020) telah merugikan 44 anggotanya hingga Rp 136 juta.
Guruh menambahkan, “Kami khawatir, jika RUU Penyiaran dengan berbagai pasal bermasalahnya tetap disahkan, akan menimbulkan kerugian luar biasa yang harus ditanggung oleh para pekerja. Kerugian ini termasuk potensi PHK besar-besaran akibat semakin menyempitnya ruang ekspresi dan ekonomi pekerja media dan industri kreatif.”
Kesejahteraan Masyarakat Terancam, Industri Film Terhambat
Divisi Gender dan Inklusivitas Sosial SINDIKASI, Ratri Ninditya, menyoroti kontradiksi antara tujuan RUU Penyiaran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pasal-pasal yang justru menghambat penyebaran konten film. “Tujuan penyiaran untuk meningkatkan kesejahteraan tidak akan tercapai jika penyebaran konten film terhambat,” tegasnya.
Larangan yang luas dan tidak jelas dalam RUU ini dikhawatirkan akan menyulitkan banyak film untuk ditayangkan, berdampak pada seluruh pekerja film mulai dari produksi hingga distribusi.
Pekerja Lepas Makin Rentan, Kualitas Jurnalisme Menurun
Pembatasan ruang digital yang diatur dalam RUU Penyiaran juga akan memperburuk kondisi pekerja lepas yang sudah rentan. Guruh menjelaskan, “Pekerja lepas sendiri saat ini sudah berada dalam kondisi rentan dengan ketidakpastian pembayaran upah dan tidak adanya jaminan sosial. Kerentanan ini akan semakin meningkat dengan pembatasan-pembatasan pada ruang digital.”
Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada penurunan kualitas jurnalisme dan semakin memperburuk kondisi kerja para pekerja media dan kreatif.
SINDIKASI Menolak, Mendesak Pembahasan Dihentikan
Dengan berbagai dampak negatif yang mengancam, SINDIKASI dengan tegas menolak RUU Penyiaran dan mendesak agar pembahasannya dalam prolegnas 2024 dihentikan. SINDIKASI juga mendesak agar RUU Penyiaran dibahas ulang dengan melibatkan publik secara bermakna, serta menghilangkan pasal-pasal diskriminatif, pasal-pasal yang membungkam pers, dan pasal-pasal lain yang berpotensi merugikan pekerja media dan industri kreatif.
Penolakan terhadap revisi RUU Penyiaran terus bergulir, didorong oleh kekhawatiran akan dampak negatifnya terhadap kebebasan berekspresi, kesejahteraan pekerja media, dan industri kreatif. SINDIKASI, sebagai perwakilan pekerja media, menyerukan penghentian pembahasan RUU ini dan mendesak dilakukannya pembahasan ulang yang melibatkan publik secara lebih luas. ***
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.