HukumKabarNusaPalembang

Terdakwa Kasus Korupsi Dana Desa Jalani Sidang di PN Palembang

×

Terdakwa Kasus Korupsi Dana Desa Jalani Sidang di PN Palembang

Share this article
Suasana sidang di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa, Kamis (06/07/2023). Foto: InSan/Nusaly.com

Palembang – Sidang kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan terdakwa Rajiman, mantan Kepala Desa Pulau Borang, Kecamatan Banyuasin I, Kabupaten Banyuasin, berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Palembang.

Sidang tersebut mengungkap fakta menarik ketika Hakim Ketua, Masriati SH MH, meminta Jaksa Penuntut untuk menyelidiki keterlibatan Camat Banyuasin 1 pada saat peristiwa terjadi.

KPU OKI

Hakim Ketua, dalam persidangan tersebut, menyampaikan permintaan kepada Jaksa Penuntut untuk mendalami keterlibatan Camat Banyuasin 1 dalam kasus korupsi yang sedang berjalan.

Permintaan tersebut muncul setelah terdakwa Rajiman memberikan kesaksian mengenai perannya selama menjabat sebagai Kepala Desa Pulau Borang.

Pada persidangan, terdakwa Rajiman menyatakan bahwa laporan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) tidak dibuat pada tahun 2018.

Ia juga menyebut bahwa hasil audit dari inspektorat menunjukkan bahwa ada beberapa bangunan yang pekerjaannya belum selesai pada tahun tersebut, namun hanya mencapai 60 persen.

Selain itu, pada tahun 2019, terdapat proyek jembatan yang tidak selesai.

“Tidak melibatkan perangkat desa karena tidak sejalan dengan saya. Semua uang pencairan anggaran dana desa tidak dikelola oleh bendahara,” jelas terdakwa.

“Namun, saat pencairan, bendahara ikut serta. Setiap pencairan, saya membagikan uang tersebut sebesar Rp 500 ribu kepada perangkat desa,” imbuhnya.

Terdakwa juga mengungkapkan bahwa ia memberikan uang sebesar Rp 7 juta kepada Nawawi, ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa) sesuai dengan kesepakatan mereka.

Ia juga melibatkan warga desa dalam pembangunan, di mana beberapa di antaranya bekerja sebagai tukang.

Pencairan anggaran dilakukan dalam tiga tahap: bulan Juni, bulan September, dan bulan November. Pada tahun 2019, terdapat dua kali pencairan sehingga total pencairan mencapai 5 kali.

“Saat laporan di tahun 2018 ditemukan bahwa ada pekerjaan yang tidak selesai, namun walau tidak ada laporan SPJ, melalui rapat anggaran desa tahun 2019, pencairan anggaran dana desa bisa dicairkan,” ungkapnya.

“Semua kebijakan Camat, ‘Ku Bantu kamu Des’, saya berikan uang sebesar Rp 7 juta ke Camat dan ketua BPD setiap kali pencairan,” terang terdakwa.

Hakim Ketua Meminta Jaksa Penuntut Mendalami Peran Camat dalam Sidang Korupsi Dana Desa

Mendengar kesaksian terdakwa, hakim ketua meminta kepada Jaksa Penuntut untuk menyelidiki keterlibatan Camat Banyuasin 1 pada saat itu.

“Jaksa! Ini bisa diseret menjadi terdakwa, dalami keterlibatan Camat,” ungkap hakim ketua.

Hakim juga sempat bertanya kepada terdakwa apakah ia merangkap sebagai kepala desa dan kepala preman, mengingat masyarakat takut terhadapnya sehingga mengikuti semua keinginannya.

Hakim juga menyinggung kasus pencurian yang melibatkan terdakwa pada tahun 2021.

“Terkait hal tersebut, saya merasa bersalah, Yang Mulia,” jawab terdakwa.

Terdakwa juga mengakui bahwa ia menjabat sebagai Kepala Desa hanya untuk satu periode.

Ia sempat mempercayakan uang untuk keperluan pembangunan kepada Anton Sujarwo sebagai TPK (Tim Pendamping Keluarga) pada tahun 2018.

“Setiap pencairan disesuaikan dengan total proyek yang saya serahkan kepada Anton Sujarwo, yang disaksikan oleh bendahara sebagai bentuk pertanggungjawaban,” jelasnya.

“Saya hanya melihat dari segi pembangunannya. Anggaran tahun 2018 sebesar Rp 1,9 miliar, dan hampir Rp 900 jutaan telah saya serahkan untuk pembangunan, namun terdapat 8 kegiatan proyek yang tidak dibangun,” ungkap terdakwa lagi.

Namun, dalam fakta persidangan, terungkap bahwa yang menjabat sebagai TPK adalah Sudarsono, bukan Anton Sujarwo, berbeda dengan keterangan terdakwa.

Dalam dakwaan terhadap terdakwa Rajiman sebagai Kepala Desa Pulau Borang, Kecamatan Banyuasin I, Kabupaten Banyuasin, bersama-sama dengan saudara Nawawi Kodir dan Noffaredy, pada tahun 2018 hingga tahun 2019, mereka diduga telah melakukan penyalahgunaan Dana Desa yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,7 miliar.

Modus operandi yang dilakukan oleh terdakwa Rajiman adalah dengan menganggarkan beberapa kegiatan fisik dan kegiatan rutin Desa Pulau Borang menggunakan Dana Desa, Alokasi Dana Desa, dan bantuan Gubernur.

Pada tahun tersebut, terdapat beberapa kegiatan yang tidak dilaksanakan atau fiktif, namun laporan realisasi pertanggungjawaban anggaran dibuat seolah-olah mencapai 100 persen.

KPU OKI