OGAN KOMERING ILIR, NUSALY — Upaya Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mempertahankan kualitas infrastruktur sekolah dasar kian menantang. Selain menghadapi pengurangan anggaran besar pada tahun depan, Dinas Pendidikan (Disdik) OKI juga harus berpacu dengan waktu untuk memastikan data sarana dan prasarana (Sapras) di Dapodik (Data Pokok Pendidikan) akurat 100 persen.
Bagi OKI, Dapodik bukan lagi sekadar data administrasi, melainkan kunci pembuka gerbang program Revitalisasi Satuan Pendidikan dari Pemerintah Pusat—satu-satunya harapan di tengah krisis fiskal.
Perbaikan Data Melawan Logika Kebijakan
Program Revitalisasi Satuan Pendidikan dari pusat menargetkan rehabilitasi gedung. Namun, menurut Kepala Bidang SD Disdik OKI, Ahmad SPd MPd, sebelum pembangunan fisik terjadi, akurasi data lapangan oleh pihak sekolah adalah prasyarat mutlak. Jika data tidak faktual, Disdik harus memenangi perang di level data agar usulan mereka diterima.
“Masa program Revitalisasi Satuan Pendidikan untuk tahun 2026 sedang dipersiapkan. Dari bulan awal Agustus 2025 sudah melakukan sosialisasi [untuk] memperbaiki data Sapras di Depodik sehingga data tersebut sesuai kondisi yang sebenarnya,” kata Ahmad.
Ia menjelaskan, proses perbaikan data ini sangat detail dan sistemik. Langkah awal mencakup penilaian kerusakan sarana dan prasarana (Sapras) sekolah sesuai kondisi sebenarnya di Dapodik oleh bidang SD. Sebelum usulan dikirim ke pusat, pihak sekolah harus mensinkronkan data Dapodik dengan kondisi faktual di lapangan.
Setelah data diverifikasi, sekolah wajib mengajukan permohonan pembangunan baru, rehabilitasi berat, atau rehabilitasi ringan dengan membuat proposal. Proposal tersebut kemudian diajukan ke pusat melalui usulan revitalisasi Pemkab OKI.
Usulan baru akan diterima pusat setelah sekolah melengkapi dokumen yang diunduh dari Dapodik. Proses ini memerlukan persetujuan dari Dinas Pendidikan dan Dinas PU setempat.
Dokumen yang disetujui itu kemudian diunggah kembali ke Dapodik untuk dikirim ke pusat. Melalui alur data yang ketat inilah, menurut Ahmad, sekolah-sekolah di OKI berpotensi mendapatkan Revitalisasi pada tahun 2026.
Strategi pembenahan data ini dilakukan dengan satu harapan tegas: pusat akan membaca kerusakan dan keperluan apa yang dibangun, apalagi revitalisasi oleh pusat sekarang oleh Pak Prabowo ditambah dan di prioritaskan pembangunannya untuk sekolah.
Risiko Etika dan “Greenwashing” Data
Meskipun upaya Disdik OKI untuk perbaikan Dapodik patut diapresiasi, tekanan anggaran dan kebutuhan mendesak dikhawatirkan dapat memunculkan risiko etika data, atau yang dikenal sebagai greenwashing data. Dalam konteks infrastruktur, ini berarti menyajikan data yang seolah akurat demi mendapatkan kucuran dana, tanpa mencerminkan kebutuhan fundamental di lapangan.
Menurut Wildan, Analis Kebijakan dari Jaringan Advokasi Gerakan Amanah (JAGA), akurasi data harus diimbangi dengan integritas motivasi.
“Tekanan pemotongan anggaran adalah musuh utama integritas data. Jika daerah terdesak, potensi untuk memanipulasi kategori kerusakan dari ‘ringan’ menjadi ‘berat’ demi memprioritaskan sekolah tertentu selalu ada,” ujar Wildan.
Wildan menekankan bahwa Dapodik seringkali dilihat sebagai sistem pemenuhan, bukan sistem perencanaan. Di sinilah peran pengawasan independen menjadi krusial. Ia menyarankan, Kemendikdasmen perlu meningkatkan sistem cross-check faktual di lapangan, terutama di wilayah 3T, karena di situlah kerentanan manipulasi paling tinggi.
“Akurasi 100 persen yang diklaim daerah harus diverifikasi oleh pihak ketiga yang independen. Jika tidak, DAK Revitalisasi hanya akan menjadi ‘dana cepat’ yang tidak menyelesaikan masalah pemerataan secara fundamental,” tegas Wildan.
Keterbatasan Angka di Tengah Kebutuhan Nyata
Meskipun upaya perbaikan data sudah digalakkan sejak Agustus 2025, realisasi DAK Revitalisasi yang diterima OKI masih jauh dari kebutuhan ideal. Revitalisasi yang sudah terlaksana tahun ini hanya mencakup 13 SD, sebuah angka yang sangat kecil dibandingkan dengan ratusan sekolah yang membutuhkan perbaikan.
Ahmad mengakui, nilai bantuan yang diterima masih kecil. Namun, dorongan dari Pemkab OKI untuk percepatan pemerataan pembangunan sekolah pada tahun depan tetap tinggi.
“Yang digalakkan untuk tahun depan agar pemerataan pembangunan sekolah di OKI percepatan salah satunya revitalisasi dari pusat didorong dari perbaikan Depodik, proposal, dan Wakil Bupati [Supriyanto] juga waktu pertemuan revitalisasi untuk tahun 2026 sudah audiensi dengan Dirjen Sekolah Dasar dan lanjut di Jakarta,” jelas Ahmad.
Hasil pertemuan Wabup Supriyanto di Jakarta, menurut Disdik, sudah “positif dalam penambahan kuota untuk Kabupaten OKI.”
Ancaman Pemotongan dan Pemerataan di 3T
Target pemerataan ini menjadi semakin mendesak di tengah ancaman fiskal. Pemkab OKI menghadapi pengurangan anggaran yang besar pada tahun depan. Pengurangan ini berdampak langsung pada anggaran pembangunan dan pemeliharaan sekolah yang bersumber dari APBD daerah.
“Tahun depan ada pengurangan anggaran yang besar untuk Kabupaten OKI. Oleh karena itu, kami sangat mengharap dana DAK Revitalisasi dari pusat dalam pemerataan pembangunan sekolah,” ujar Ahmad.
Pengurangan ini secara otomatis memperparah disparitas, terutama pada ketersediaan sarana pendukung dan infrastruktur digital di sekolah-sekolah di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Dapodik yang akurat kini menjadi penentu mutlak program revitalisasi pusat di tengah ancaman fiskal. Ikhtiar birokrasi Disdik OKI untuk perbaikan data disatu sisi memberikan harapan percepatan kuota bagi daerah 3T; namun di sisi lain, Analis Kebijakan JAGA Wildan mengingatkan, integritas data harus terus diverifikasi independen agar janji pemerataan tidak hanya berhenti pada laporan di atas kertas.
Tantangan terbesar OKI selanjutnya adalah memastikan alokasi yang didapat benar-benar menutup kesenjangan, bukan hanya memenuhi kuota minimum.
(dhi)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
