NusaBisnis

AALI dan SGRO Kompak Tak Berniat Buyback Saham dalam Waktu Dekat, Ini Alasannya

Fokus Peremajaan Kebun Jadi Prioritas Astra Agro, Sampoerna Agro Belum Pertimbangkan Langkah Buyback

AALI dan SGRO Kompak Tak Berniat Buyback Saham dalam Waktu Dekat, Ini Alasannya
AALI dan SGRO Kompak Tak Berniat Buyback Saham dalam Waktu Dekat, Ini Alasannya. Foto: dok. kontan

JAKARTA, NUSALY.COM – Dua emiten besar di sektor perkebunan kelapa sawit, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), memiliki pandangan yang serupa terkait kebijakan buyback saham. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan lampu hijau bagi emiten untuk melakukan pembelian kembali saham tanpa perlu persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai upaya menstabilkan pasar modal yang fluktuatif, kedua perusahaan ini menyatakan belum memiliki rencana untuk mengambil langkah tersebut dalam waktu dekat.

Kebijakan relaksasi buyback dari OJK ini memang dikeluarkan sebagai respons terhadap volatilitas yang terjadi di pasar saham. Tujuannya adalah untuk memberikan fleksibilitas kepada emiten untuk menstabilkan harga saham mereka jika dianggap undervalue atau untuk meningkatkan nilai bagi pemegang saham. Namun, AALI dan SGRO memiliki prioritas lain saat ini.

Astra Agro Lestari (AALI) Prioritaskan Peremajaan Kebun

Presiden Direktur Astra Agro Lestari (AALI), Santosa, mengungkapkan bahwa perseroan saat ini tidak memiliki rencana untuk melakukan buyback saham dalam waktu dekat. Fokus utama AALI saat ini adalah mempersiapkan program peremajaan atau replanting kebun-kebun sawit mereka.

“AALI akan lebih fokus untuk mempersiapkan peremajaan/replanting, mengingat saat ini AAL masuk ke siklus kedua dari profil usia tanaman di kebun-kebun kami,” ujar Santosa kepada Kontan, Rabu (19/3).

Keputusan AALI untuk memprioritaskan replanting ini cukup strategis. Sebagai perusahaan perkebunan, usia tanaman sangat mempengaruhi produktivitas. Kebun-kebun sawit yang sudah tua akan mengalami penurunan produksi TBS (Tandan Buah Segar). Oleh karena itu, peremajaan tanaman menjadi investasi jangka panjang yang penting untuk menjaga keberlanjutan dan meningkatkan efisiensi produksi di masa depan.

Berdasarkan data dari RTI, harga saham AALI saat ini berada di level Rp 5.625 per saham. Sejak awal tahun 2025 atau secara year to date (YTD), harga saham AALI telah mengalami penurunan sebesar 9,27%. Rasio price to book value (PBV) AALI saat ini tercatat sebesar 0,48 kali, dan rasio price to earnings (PER) sebesar 9,43 kali. Rasio PBV yang di bawah 1 mengindikasikan bahwa harga saham perusahaan mungkin undervalued jika dibandingkan dengan nilai buku asetnya.

Sampoerna Agro (SGRO) Juga Belum Ada Rencana Buyback

Senada dengan AALI, Head of Investor Relation Sampoerna Agro (SGRO), Stefanus Darmagiri, juga menegaskan bahwa perseroan belum memiliki rencana untuk melakukan pembelian kembali saham dalam waktu dekat ini.

“Perseroan belum ada rencana untuk melakukan buyback saham saat ini,” papar Stefanus kepada Kontan pada hari Rabu yang sama.

Meskipun tidak menyebutkan alasan spesifik seperti AALI, pernyataan Stefanus mengindikasikan bahwa SGRO memiliki prioritas lain dalam alokasi dananya saat ini. Kemungkinan, SGRO masih fokus pada upaya peningkatan produksi CPO seperti yang telah diumumkan sebelumnya, atau memiliki rencana investasi lainnya.

Berbeda dengan AALI, kinerja saham SGRO justru menunjukkan tren positif. Saat ini, harga saham SGRO berada di level Rp 2.200 per saham dan telah mengalami kenaikan sebesar 2,80% secara YTD. Rasio PBV SGRO tercatat sebesar 0,76 kali, dan PER sebesar 12,14 kali. Kenaikan harga saham dan rasio PER yang lebih tinggi dibandingkan AALI mungkin menjadi salah satu faktor yang membuat SGRO belum merasa perlu untuk melakukan buyback.

Analisis Mengapa Buyback Belum Menarik bagi Emiten Sawit Ini

Keputusan AALI dan SGRO untuk tidak terburu-buru melakukan buyback saham bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, seperti yang diungkapkan oleh AALI, fokus pada peremajaan kebun merupakan investasi strategis jangka panjang yang dianggap lebih penting untuk keberlanjutan bisnis mereka. Buyback saham, meskipun dapat meningkatkan nilai bagi pemegang saham dalam jangka pendek, tidak secara langsung meningkatkan produktivitas inti perusahaan.

Kedua, meskipun OJK telah memberikan relaksasi aturan, perusahaan mungkin masih mempertimbangkan kondisi keuangan dan arus kas mereka. Program buyback membutuhkan dana yang cukup besar. AALI, dengan fokus pada replanting, kemungkinan mengalokasikan sebagian besar dananya untuk program tersebut. SGRO, meskipun kinerjanya lebih baik di pasar saham, mungkin memiliki rencana investasi lain untuk pengembangan bisnisnya.

Ketiga, kondisi pasar komoditas CPO juga bisa menjadi pertimbangan. Meskipun harga CPO cenderung stabil, fluktuasi harga di masa depan selalu menjadi risiko. Perusahaan mungkin lebih memilih untuk mempertahankan kas yang cukup untuk menghadapi potensi gejolak pasar atau untuk memanfaatkan peluang investasi yang mungkin muncul.

Keempat, valuasi saham juga menjadi faktor penting. Meskipun PBV AALI terlihat rendah, manajemen mungkin merasa bahwa harga saat ini masih wajar atau memiliki keyakinan bahwa kinerja perusahaan akan membaik sehingga harga saham akan naik secara organik tanpa perlu buyback. Sementara itu, kenaikan harga saham SGRO mungkin membuat manajemen merasa bahwa buyback saat ini kurang mendesak.

Kebijakan Buyback OJK Sebagai Langkah Stabilisasi Pasar

Kebijakan OJK yang memperbolehkan emiten melakukan buyback saham tanpa persetujuan RUPS merupakan langkah yang diambil untuk meredam volatilitas di pasar saham. Dalam kondisi pasar yang tidak stabil, harga saham perusahaan yang fundamentalnya baik bisa tertekan karena sentimen negatif pasar. Buyback saham dapat menjadi salah satu cara bagi emiten untuk memberikan sinyal positif kepada investor bahwa perusahaan memiliki keyakinan terhadap nilai sahamnya dan memiliki kondisi keuangan yang sehat.

Namun, keputusan untuk melakukan buyback tetap berada di tangan masing-masing emiten. Mereka akan mempertimbangkan berbagai faktor internal dan eksternal sebelum mengambil keputusan tersebut. Fokus pada strategi bisnis jangka panjang, kondisi keuangan perusahaan, dan prospek industri menjadi pertimbangan utama.

Implikasi bagi Investor dan Pasar Modal

Keputusan AALI dan SGRO untuk tidak melakukan buyback dalam waktu dekat mungkin akan direspons berbeda oleh para investor. Bagi sebagian investor yang mengharapkan adanya buyback untuk mendongkrak harga saham, keputusan ini mungkin mengecewakan. Namun, bagi investor yang berorientasi jangka panjang, fokus AALI pada peremajaan kebun mungkin dianggap sebagai langkah yang positif untuk keberlanjutan perusahaan.

Secara keseluruhan, keputusan ini menunjukkan bahwa emiten di sektor kelapa sawit memiliki strategi dan prioritas yang berbeda dalam mengelola nilai perusahaan mereka. Meskipun kebijakan buyback dari OJK memberikan opsi, perusahaan tetap akan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan spesifik mereka sebelum mengambil tindakan. Pasar akan terus memantau perkembangan selanjutnya dan bagaimana keputusan ini akan mempengaruhi kinerja saham AALI dan SGRO di masa depan. (dhi)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version