OGAN KOMERING ILIR, NUSALY – Pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI) kini tak lagi sekadar berbicara tentang angka produksi. Komitmen terhadap aspek ekologi dan penguatan manajemen penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi inti pembahasan yang terkemukakan dalam kunjungan media ke areal HTI milik PT Bumi Andalas Permai (BAP) di Sungai Baung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Rabu (18/6/2025).
Tiga mitra pemasok Asia Pulp & Paper (APP) Group di OKI—PT Bumi Mekar Hijau (BMH), PT Bumi Andalas Permai (BAP), dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (SBA)—menegaskan bahwa seluruh kegiatan produksi mereka dijalankan dengan filosofi “Tanpa Bakar”. Pendekatan ini berpijak pada tiga pilar utama: produksi yang efisien, tanggung jawab sosial, serta pelestarian lingkungan. “Perencanaan pembukaan lahan hingga pemanenan, semuanya dikelola secara profesional,” jelas Iwan Setiawan, Eksternal Relation Head PT BAP.
Pada sisi sosial, perusahaan-perusahaan ini aktif dalam program pemberdayaan desa. Lingkupnya mencakup pengembangan ekonomi, pelestarian budaya, pembangunan infrastruktur, peningkatan kesehatan, dan pendidikan. Termasuk di dalamnya adalah skema kemitraan kehutanan yang bertujuan agar lahan-lahan terlantar kembali produktif dan yang terpenting, bebas dari ancaman karhutla.
Strategi Agresif Pencegahan Karhutla: Dari Satelit hingga Helikopter
Langkah agresif pencegahan karhutla yang diterapkan di Kabupaten OKI ini sejalan dengan target pemerintah untuk menurunkan titik panas nasional dan emisi karbon dari sektor kehutanan. Dengan mengombinasikan pengelolaan hutan berkelanjutan, pemberdayaan masyarakat, dan teknologi deteksi dini, mitra APP Group berupaya menjadi model industri HTI yang ramah lingkungan di Provinsi Sumatera Selatan. “Komitmen kami sederhana, hutan tetap hijau, masyarakat sejahtera, dan api tidak lagi mengancam,” terang Iwan Setiawan.
Panji Bintoro, selaku Fire Operation Management Head PT BAP, menjelaskan bahwa upaya pencegahan karhutla dipusatkan di Firebase Sungai Baung, sebuah fasilitas yang dikelola secara kolaboratif oleh ketiga perusahaan tersebut. Di sana, sebuah Situation Room Center memantau titik panas selama 24 jam penuh. Pemantauan ini dilakukan melalui citra satelit, data dari Automatic Weather Station (AWS), dan indeks cuaca kebakaran, memungkinkan deteksi dini yang presisi.
“Kami menyiagakan tiga helikopter patroli serta unit water-bombing,” urai Panji, menggambarkan kesiapsiagaan mereka dalam menghadapi potensi kebakaran. Tim Reaksi Cepat, yang terdiri atas Regu Pemadam Kebakaran (RPK) terlatih, dapat merespons hotspot dalam hitungan menit, meminimalkan potensi penyebaran api. Strategi Integrated Fire Management (IFM) diterapkan melalui empat pilar utama: pencegahan, kesiapsagaan, deteksi dini, dan respons cepat. Sarana pendukungnya sangat komprehensif, meliputi menara pantau, kanal air, embung, peralatan pemadaman api modern, serta pelatihan rutin bagi lebih dari 600 personel RPK di wilayah OKI.

Kontribusi Ekonomi Lokal dan Visi Lestari
Selain untuk menekan risiko karhutla, ketiga perusahaan HTI ini juga berkontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi di daerah. Data internal mencatat total 1.863 pekerja terserap hingga Mei 2025. Jumlah ini disertai dengan program pelatihan keterampilan dan program usaha mikro yang ditujukan bagi warga sekitar, menciptakan dampak ekonomi berganda.
“Kami ingin hutan tetap lestari, ekonomi bertumbuh, dan kebakaran dapat dicegah sejak dini,” pungkas Panji Bintoro, merangkum visi jangka panjang dari pengelolaan HTI yang bertanggung jawab, di mana keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat berjalan beriringan dengan produksi. (dhi/InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.