Scroll untuk baca artikel
banner Pemkab OKI
Example floating
Example floating
Pemprov Sumsel 728x250

Pemkab Muba 1000x250

PT Sampoerna Agro Tbk
NusaEdu

Polemik “Tertiery Education”, JPPI Kecam Pernyataan Pejabat Kemendikbudristek, Desak Guru Besar Bergerak

×

Polemik “Tertiery Education”, JPPI Kecam Pernyataan Pejabat Kemendikbudristek, Desak Guru Besar Bergerak

Share this article
Polemik "Tertiery Education", JPPI Kecam Pernyataan Pejabat Kemendikbudristek, Desak Guru Besar Bergerak
Polemik "Tertiery Education", JPPI Kecam Pernyataan Pejabat Kemendikbudristek, Desak Guru Besar Bergerak

JAKARTA, NUSALY.com – Pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbudristek, mengenai pendidikan tinggi sebagai “tertiery education” menuai kecaman keras dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, dalam siaran persnya Jumat (17/5/2024), menyebut pernyataan tersebut melukai perasaan dan menciutkan mimpi banyak anak bangsa yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

“Istilah ‘tertiery education’ yang digunakan seolah-olah menempatkan pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier, seperti barang mewah yang hanya bisa diakses oleh segelintir orang kaya,” tegas Ubaid. “Pandangan ini jelas bertentangan dengan amanat konstitusi yang mewajibkan negara mencerdaskan kehidupan bangsa.”

sidomuncul

Ubaid menekankan bahwa pendidikan tinggi bukanlah sekadar kebutuhan tersier, melainkan investasi krusial bagi masa depan bangsa. Menganggapnya sebagai barang mewah hanya akan membuat negara lepas tangan dalam hal pembiayaan, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

JPPI: Pendidikan Tinggi adalah Hak Rakyat, Bukan Lahan Bisnis

JPPI dengan tegas menyatakan bahwa pendidikan tinggi harus dikembalikan posisinya sebagai public goods, bukan kebutuhan tersier. Ubaid menegaskan, “Menggolongkan pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier berarti menyalahi amanat UUD 1945.”

Selain itu, JPPI juga mendesak para guru besar di perguruan tinggi untuk tidak tinggal diam dalam menyikapi polemik ini. “Kampus seharusnya menjadi tempat mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan lahan bisnis semata,” ujar Ubaid. “Para guru besar harus bersuara dan mengembalikan marwah kampus sebagai lembaga pendidikan yang berpihak pada rakyat.”

Polemik UKT dan Tantangan Pendidikan Tinggi

Polemik seputar Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi salah satu isu utama yang memicu kontroversi ini. Banyak mahasiswa mengeluhkan tingginya biaya UKT yang memberatkan, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.

“Pemerintah harus lebih memperhatikan masalah ini dan mencari solusi agar pendidikan tinggi dapat diakses oleh semua kalangan,” desak Ubaid. “Subsidi dan beasiswa perlu ditingkatkan, serta transparansi dalam pengelolaan keuangan perguruan tinggi harus dijaga.”

Ubaid juga mengingatkan bahwa di era globalisasi ini, pendidikan tinggi menjadi semakin penting untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada. Negara-negara maju telah membuktikan bahwa investasi dalam pendidikan tinggi adalah kunci utama untuk meningkatkan daya saing dan kesejahteraan masyarakat.

Polemik “tertiery education” ini menjadi pengingat bahwa pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara. Pemerintah, perguruan tinggi, dan seluruh elemen masyarakat harus bersinergi untuk mewujudkan pendidikan tinggi yang berkualitas, terjangkau, dan merata bagi seluruh anak bangsa.

“Jangan biarkan mimpi anak bangsa untuk mengenyam pendidikan tinggi terkubur oleh pandangan sempit yang menganggap pendidikan sebagai barang mewah,” tutup Ubaid. “Pendidikan adalah investasi masa depan, dan masa depan bangsa ada di tangan generasi muda yang terdidik dan berkualitas.” ***

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.