OKI, NUSALY — Jauh di pedalaman Ogan Komering Ilir (OKI), di titik terpencil yang selama ini menggantungkan nasib pada jalur logistik darat yang menantang, Desa Mataram Jaya bersiap menjadi etalase modernisasi Sumatera Selatan. Proyek akses tol yang akan membelah Kecamatan Mesuji Raya, dan menghubungkannya dengan jaringan tol Trans-Sumatera, bukanlah sekadar janji, melainkan sebuah deklarasi konektivitas yang dipastikan mengubah peta ekonomi regional.
Proses krusial penyiapan lahan untuk akses ini—mulai dari penentuan titik koordinat hingga dialog di balai desa—dikawal ketat oleh Tim Persiapan Pengadaan Tanah, yang menempatkan transparansi paripurna sebagai landasan utama. H. Alamsyah, Asisten I Setda OKI, sekaligus motor penggerak tim, menegaskan bahwa tahap awal ini adalah fondasi penting untuk menjamin proyek vital nasional tersebut mendapatkan legitimasi penuh dari masyarakat.
“Saat ini, kami telah memasuki tahap persiapan dan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat untuk pembangunan akses jalan tol Mataram Jaya. Kami targetkan, proses perencanaan dan penyiapan pengadaan tanah rampung pada Oktober hingga November 2025,” ujar Alamsyah, Senin (27/10).
Ia merinci, lahan seluas kurang lebih 16 hektar di Desa Mataram Jaya akan menjadi fokus utama, disusul dengan proses pengadaan yang memakan waktu setahun, sebelum akhirnya PT Hutama Karya memulai konstruksi fisik selama tiga tahun.
Mengubah Ganti Rugi Menjadi ‘Ganti Untung’
Pembangunan infrastruktur skala raksasa seringkali menyisakan kekhawatiran klasik mengenai nasib tanah warga. Namun, bagi Pemerintah Kabupaten OKI, proyek ini mensyaratkan lebih dari sekadar pemenuhan target fisik; ia dilihat sebagai momen untuk menegakkan paradigma keadilan agraria.
Bupati OKI, H. Muchendi Mahzareki, secara lugas menyatakan bahwa pembangunan akses tol adalah katalisator utama yang akan mengalirkan darah segar pada urat nadi perekonomian lintas timur OKI. Namun, yang paling fundamental, ia berjanji bahwa proses pembebasan lahan akan bermuara pada konsep ganti untung.
“Kami tidak akan membiarkan ada satu pun warga kami yang merasa dirugikan. Nilai ganti untung yang diberikan haruslah transparan, melampaui harga pasar yang berlaku, dan mampu menjadi modal bagi mereka untuk memulai lembar baru kehidupan yang lebih baik, apakah itu untuk usaha atau investasi lain,” tegas Muchendi, menggarisbawahi komitmen etik pemerintah daerah.
Untuk memastikan komitmen ini terimplementasi, Muchendi menugaskan seluruh jajaran pemerintah kecamatan dan desa di Mesuji Raya untuk menjadi agen penghubung dan penjamin kepercayaan. Peran mereka adalah menjembatani setiap friksi dan keraguan, sehingga tidak terjadi miskomunikasi fatal antara warga dengan tim pelaksana proyek dari pusat.
“Dengan komunikasi yang terjalin erat dan terbuka, proyek ini dapat berjalan tanpa hambatan dan memberikan manfaat terbesar bagi kesejahteraan kolektif masyarakat,” tutupnya.
Optimisme ini pun sudah bergema di tingkat akar rumput, di tengah hiruk pikuk sosialisasi. Wayan Eko (50), penduduk asli Mataram Jaya, mencerminkan harapan mobilitas yang lebih baik,
“Akses kami ke pusat kabupaten, bahkan ke Palembang, pasti akan terpangkas jauh. Kami hanya berharap, proses ganti untung lahan itu harus benar-benar jelas dan sesuai aturan agar kami bisa memanfaatkan dananya dengan rencana yang matang.”
Senada dengan Eko, Wayan Sakti dari Desa Balian Makmur melihat proyek ini sebagai pemicu kemajuan kolektif yang tak terhindarkan.
“Selama komunikasi terbuka dan pemerintah terus hadir mendampingi kami, masyarakat pasti akan mendukung penuh. Kami siap menyambut era baru konektivitas ini,” imbuhnya, menandai kesiapan warga untuk beradaptasi dengan perubahan besar yang dibawa oleh pembangunan nasional. (puputzch)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.






