Pemprov Sumsel 1000x250 Pemkab Muba 1000x250
OKI Maju Bersama

Pemkab OKI dan BKSDA Perkuat Mitigasi Konflik Gajah-Manusia di Air Sugihan

×

Pemkab OKI dan BKSDA Perkuat Mitigasi Konflik Gajah-Manusia di Air Sugihan

Sebarkan artikel ini

Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel meningkatkan koordinasi untuk menekan interaksi negatif gajah dan manusia di Kecamatan Air Sugihan. Berbagai strategi diterapkan, mulai dari pemasangan GPS collar, pembangunan tanggul, hingga inisiasi desa mandiri konflik.

Pemkab OKI dan BKSDA Perkuat Mitigasi Konflik Gajah-Manusia di Air Sugihan
Pemkab OKI dan BKSDA Perkuat Mitigasi Konflik Gajah-Manusia di Air Sugihan. Foto: Dok. Diskominfo OKI

KAYUAGUNG, NUSALYPemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan (Sumsel) menunjukkan komitmen serius dalam memitigasi interaksi negatif antara manusia dan gajah di Kecamatan Air Sugihan. Upaya ini menjadi prioritas mengingat frekuensi kejadian yang masih terjadi di wilayah tersebut.

Bupati OKI, H. Muchendi Mahzareki, dalam arahannya menyebutkan pentingnya mencari solusi komprehensif dan kesepahaman bersama dengan BKSDA serta pihak terkait lainnya.

“Bersama BKSDA dan pihak terkait, kita mencari solusi dan kesepahaman untuk penanganan konflik gajah di Air Sugihan sehingga upaya yang telah berjalan selama ini dapat lebih dimaksimalkan,” terang Bupati Muchendi saat beraudiensi dengan Kepala BKSDA Sumsel, Jumat, 23 Mei 2025.

Peningkatan Interaksi dan Strategi Komprehensif

Kepala BKSDA Sumsel, Teguh Setiawan, menjelaskan bahwa interaksi negatif antara manusia dengan gajah di Air Sugihan disebabkan oleh beberapa faktor. Data menunjukkan, periode 2020 sampai dengan Maret 2024, tercatat ada 47 kejadian interaksi negatif antara gajah dan manusia di Kantong Habitat Gajah (KHG) Air Sugihan, dengan puncaknya pada tahun 2022 sebanyak 15 kejadian.

Menanggapi tren ini, Pemkab OKI bersama BKSDA telah dan akan terus melakukan berbagai upaya untuk mengurangi serta mencegah terjadinya kasus konflik antara satwa dilindungi tersebut dengan manusia. Upaya ini mencakup strategi jangka pendek maupun jangka panjang.

Salah satu langkah strategis yang telah dilakukan adalah pemasangan GPS collar untuk melacak pergerakan kawanan gajah yang kerap berinteraksi dengan masyarakat setempat. Setiawan menjelaskan, dengan adanya GPS collar, tim dapat memantau pergerakan gajah secara real-time dan memprediksi potensi konflik di masa mendatang, informasi yang sangat berguna untuk tindakan preventif.

Selain itu, pemerintah juga telah merencanakan pembangunan tanggul gajah sepanjang 38 Km serta pagar kejut sepanjang 10 km di wilayah yang sering dilintasi oleh gajah. Pembangunan barier fisik ini bertujuan untuk mengurangi interaksi negatif dengan manusia, melindungi hasil pertanian, serta menjaga keamanan masyarakat di daerah rawan serangan gajah.

Sebagai pelengkap, pemerintah bersama masyarakat juga melakukan penanaman jenis tanaman yang tidak disukai gajah di kawasan perbatasan pemukiman, yang dikenal sebagai tanggul vegetasi. Jenis-jenis tanaman ini meliputi Kakao, Kelengkeng, Mangga, Manggis, Matoa, Petai, Rambutan, Sawo, Serai wangi, dan Sukun timun.

Desa Mandiri Konflik dan Posko Pagarapat

Upaya kolaboratif antara Pemkab OKI, BKSDA, perusahaan, dan masyarakat ini diharapkan dapat menciptakan harmoni antara manusia dan gajah
Upaya kolaboratif antara Pemkab OKI, BKSDA, perusahaan, dan masyarakat ini diharapkan dapat menciptakan harmoni antara manusia dan gajah. Foto: Dok. Diskominfo OKI

Setiawan menambahkan, masyarakat juga didorong untuk mampu meminimalisir risiko interaksi negatif melalui inisiasi desa mandiri konflik gajah. Upaya ini melibatkan penyadartahuan masyarakat desa rawan interaksi negatif pada koridor gajah Sugihan Simpang Heran melalui peningkatan kapasitas dan pendampingan, agar mereka memiliki langkah mitigasi cepat jika ada interaksi dengan gajah.

Di Air Sugihan, telah didirikan pula Posko Pagarapat, sebuah tim gabungan yang berperan penting dalam mitigasi konflik gajah dan manusia. Tim ini terdiri atas unsur masyarakat dari lima desa, perusahaan pemegang konsesi, serta Balai KSDA Sumatera Selatan, yang melibatkan mahout (pawang gajah), polisi kehutanan, tenaga pendamping, dan gajah binaan.

“Keberadaan Pagarapat berupaya membangun pemahaman koeksistensi manusia dan gajah dengan pola berbagi ruang kehidupan. Dengan pondasi tersebut, akan memperkuat kemandirian masyarakat yang telah dibangun,” terang Teguh Setiawan.

Upaya kolaboratif antara Pemkab OKI, BKSDA, perusahaan, dan masyarakat ini diharapkan dapat menciptakan harmoni antara manusia dan gajah, memastikan keberlanjutan ekosistem sekaligus keamanan bagi seluruh pihak di Air Sugihan. (puputzch)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.