Scroll untuk baca artikel
banner Pemkab OKI
Example floating
Example floating
Pemprov Sumsel 728x250

Pemkab Muba 1000x250

PT Sampoerna Agro Tbk
OKI Mandira

Semarak Lebaran di Kayuagung, ‘Midang Bebuke’ dan Lomba ‘Cang Incang’ Tarik Perhatian Ribuan Warga

×

Semarak Lebaran di Kayuagung, ‘Midang Bebuke’ dan Lomba ‘Cang Incang’ Tarik Perhatian Ribuan Warga

Share this article

Gubernur Sumsel Kagum dengan Pelestarian Tradisi Unik OKI

Semarak Lebaran di Kayuagung: ‘Midang Bebuke’ dan Lomba ‘Cang Incang’ Tarik Perhatian Ribuan Warga
Semarak Lebaran di Kayuagung, ‘Midang Bebuke’ dan Lomba ‘Cang Incang’ Tarik Perhatian Ribuan Warga. Foto: dok. DIskominfo OKI

OGAN KOMERING ILIR, NUSALY.COM – Suasana Hari Raya Idul Fitri di Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, semakin berwarna dengan digelarnya dua tradisi unik sekaligus: ‘Midang Bebuke’ yang menampilkan arak-arakan pengantin berpakaian adat, dan lomba sastra tutur ‘Cang Incang’. Kedua tradisi turun temurun masyarakat Kayuagung ini berhasil menarik perhatian ribuan masyarakat lokal maupun para pemudik yang memadati kampung halaman di hari Lebaran.

Pantauan pada Rabu (2/4/2025) menunjukkan, selepas ibadah Salat Zuhur, puluhan pasang pengantin dengan busana adat yang memukau berjalan menyusuri Sungai Komering. Iringan musik jidur dari masing-masing kelurahan menambah semarak suasana.

sidomuncul

Rombongan arak-arakan pengantin ini kemudian berakhir di halaman Pantai Love Kelurahan Sida Kersa, Kayuagung, di mana mereka disambut dengan hangat oleh Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru, Bupati OKI, Muchendi, Anggota DPR RI, Ishak Mekki, serta jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan para pejabat terkait.

Midang Bebuke: Tradisi Abad ke-17 untuk Perkenalkan Pakaian Adat

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata OKI, Ahmadin Ilyas, menjelaskan bahwa Midang Bebuke merupakan arak-arakan muda mudi yang dilaksanakan setiap Hari Raya Idul Fitri, tepatnya pada hari ketiga dan keempat.

Tradisi ini bertujuan sebagai wadah untuk memperkenalkan pakaian adat, baik pakaian pernikahan maupun pakaian tradisi keseharian masyarakat suku Kayuagung secara turun temurun. Lebih lanjut, Ahmadin Ilyas mengungkapkan bahwa tradisi ini telah ada sejak abad ke-17.

“Secara pelaksanaan, bentuk Midang terbagi dua versi. Pertama, Midang Begorok yang dilaksanakan untuk acara persedekahan, baik dalam rangkaian pernikahan maupun khitanan, yang merupakan syarat perkawinan mabang handa. Kedua, Midang Bebuke, yaitu arak-arakan muda mudi yang dilaksanakan setiap Hari Raya Idul Fitri untuk memperkenalkan pakaian adat, baik adat perkawinan maupun pakaian tradisi keseharian masyarakat suku Kayuagung,” jelas Ahmadin Ilyas.

Seiring berjalannya waktu, tradisi Midang terus mengalami perkembangan hingga menjadi salah satu agenda pariwisata andalan di Kabupaten OKI. Bahkan, Midang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

Lomba ‘Cang Incang’: Upaya Lestarikan Sastra Tutur di Era Digital

Lomba ‘Cang Incang’: Upaya Lestarikan Sastra Tutur di Era Digital
Lomba ‘Cang Incang’: Upaya Lestarikan Sastra Tutur di Era Digital. Foto: dok. Diskominfo OKI

Tidak hanya ‘Midang Bebuke’, kemeriahan Idul Fitri kali ini juga diwarnai dengan perlombaan ‘Cang Incang’ yang diikuti oleh generasi Z. Lomba ini memiliki tujuan mulia, yaitu menginspirasi lebih banyak anak muda OKI untuk mencintai dan memahami nilai-nilai budaya daerah di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital.

Gubernur Sumsel, Herman Deru, menyampaikan rasa bangganya melihat masyarakat OKI yang kuat dalam menjaga tradisinya. “Saya bangga masyarakat OKI kuat menjaga tradisinya. Generasi muda harus tahu dan bangga dengan budaya daerahnya di tengah kemajuan teknologi digital,” ujarnya.

Tradisi Cang-Incang sendiri merupakan sastra lisan yang diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat Kayuagung. Tradisi ini biasanya ditampilkan pada upacara pernikahan, dengan ciri khas penggunaan kata-kata klasik dan ungkapan-ungkapan yang mencerminkan kebudayaan masyarakat setempat.

Cang-Incang biasanya dituturkan oleh mempelai perempuan kepada keluarganya saat akan melangsungkan pernikahan, atau juga digunakan oleh pemuka adat dalam upacara perkawinan masyarakat Kayuagung. Melalui perlombaan Cang-Incang, diharapkan akan muncul generasi penerus yang akan terus melestarikan tradisi lisan yang kaya makna ini.

Bupati OKI, H. Muchendi, kembali menegaskan bahwa Midang dan Cang Incang bukan hanya milik masyarakat OKI, tetapi telah berkembang menjadi warisan budaya tak benda nasional yang perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya sebagai perekat bangsa.

Ia juga menyampaikan kebanggaannya atas kemeriahan dan semangat masyarakat dalam mengikuti rangkaian adat Midang tahun ini, serta berjanji untuk terus meningkatkan penyelenggaraannya di tahun-tahun mendatang.

“Saya sangat bangga melihat semangat dan antusiasme kita semua yang ada di sini. Ini membuktikan bahwa budaya kita masih hidup dan terus menguat. Jangan pernah lelah untuk terus menjaga keragaman dan kedamaian di Ogan Komering Ilir ini, karena tempat ini adalah percontohan yang kuat dalam menjaga warisan para leluhur untuk kedamaian di Sumatera Selatan,” pungkas Bupati Muchendi. (puputzch)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.