HeadlineOKI Mandira

Skandal Keuangan Terungkap di Pemkab OKI: BPK Temukan Pencatatan Belanja Tidak Sesuai Ketentuan Senilai Rp 1,1 Miliar

×

Skandal Keuangan Terungkap di Pemkab OKI: BPK Temukan Pencatatan Belanja Tidak Sesuai Ketentuan Senilai Rp 1,1 Miliar

Share this article

OKI – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Selatan mengumumkan hasil pemeriksaan atas Laporan Realisasi Anggaran Belanja Barang dan Jasa Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) tahun anggaran 2022. Hasilnya mengejutkan publik setelah ditemukan adanya pencatatan belanja barang dan jasa yang tidak sesuai ketentuan senilai Rp 1.160.888.625.

Belanja tersebut terjadi di tiga satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yakni Dinas Kepemudaan dan Olahraga, Dinas Perhubungan, serta Dinas Pendidikan. Temuan BPK ini menunjukkan bahwa anggaran belanja sebesar Rp 743.133.431.760 dengan realisasi sebesar Rp 656.805.869.636,37 atau 88,38% dari anggaran tidak sepenuhnya terkelola dengan baik dan terindikasi korupsi.

Dalam pemeriksaan, ditemukan bahwa belanja barang dan jasa pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga melebihi standar harga dan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

“Hasil pemeriksaan dokumen pertanggungjawaban menunjukkan bahwa realisasi belanja pengadaan seragam melebihi standar harga dan belanja snack melebihi harga seharusnya sebesar Rp 22.200.250. Selain itu realisasi belanja berupa Belanja Pemeliharaan, Belanja Alat Tulis Kantor, Belanja Makan dan Minum Rapat, Belanja Sewa Alat Kantor sebesar Rp 483.811.125 berindikasi tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.” bunyi LHP BPK RI Perwakilan Sumsel.

BPK menemukan bukti pertanggungjawaban belanja yang seolah-olah berasal dari pihak penyedia, namun kenyataannya tidak ada pembelanjaan yang sesuai dengan kuitansi tersebut. Bendahara Pengeluaran dan PPTK pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga bersedia mengembalikan belanja tersebut ke Kas Daerah.

“Hasil konfirmasi kepada pemilik bengkel, toko alat tulis, rumah makan, dan penyedia jasa sewa peralatan menyatakan bahwa kuitansi pertanggungjawaban belanja tersebut bukanlah kuitansi yang dikeluarkan oleh pihak penyedia dan tidak ada pembelanjaan sebagaimana yang tertera di kuitansi tersebut.” bunyi LHP BPK RI.

Tak hanya itu, ditemukan juga pembayaran belanja barang dan jasa pada Dinas Perhubungan yang tidak sesuai ketentuan. BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran serta bukti-bukti pengeluaran yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hal ini menunjukkan adanya kekurangan dalam pengawasan dan pelaksanaan penggunaan anggaran di OPD tersebut.

Dinas Pendidikan juga tidak luput dari temuan BPK. Belanja barang dan jasa pada Dinas Pendidikan terdapat kekurangan dan bukti pertanggungjawaban yang tidak lengkap. BPK menemukan banyak bukti pengeluaran yang hanya dilengkapi dengan kuitansi dinas tanpa dokumen pendukung lainnya. Kondisi ini menimbulkan keraguan akan keabsahan penggunaan anggaran dan meningkatkan risiko penyalahgunaan dana publik.

“Hasil pemeriksaan terhadap dokumen pertanggungjawaban Belanja dengan mekanisme UP, GU, dan TU selama TA 2022 sebesar Rp 4.726.619.898 menunjukkan bahwa realisasi belanja berupa alat tulis kantor dan makan dan minum rapat sebesar Rp 271.486.250 berindikasi tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Hasil konfirmasi kepada toko alat tulis dan rumah makan diperoleh menyatakan bahwa kuitansi belanja tersebut bukanlah kuitansi yang dikeluarkan oleh pihak toko dan rumah makan serta tidak ada pembelanjaan sebagaimana yang tertera di kuitansi tersebut.”

Selain itu, hasil pemeriksaan terhadap dokumen pertanggungjawaban Belanja UP, GU, dan TU selama TA 2022 menunjukkan terdapat 89 bukti pertanggungjawaban senilai Rp 127.050.000 hanya dilengkapi kuitansi dinas dan 31 bukti pertanggungjawaban senilai Rp 172.568.120 hanya melampirkan daftar pengeluaran riil dan SPPD yang belum ditandatangani.

BPK berharap pemerintah daerah dapat segera mengambil tindakan korektif dan meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah. Pihak terkait, seperti PPTK, Bendahara Pengeluaran, dan Kepala SKPD, juga diharapkan dapat bertanggung jawab atas temuan-temuan ini.

Publik menantikan respons tegas dari pemerintah daerah dan tindakan hukum terhadap pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam praktik pemalsuan kuitansi. Kegiatan seperti ini tentu saja merugikan keuangan daerah dan berdampak negatif pada pelayanan publik yang seharusnya diutamakan. (dhi)