PALEMBANG, NUSALY — Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumda) Tirta Musi Palembang kini dihadapkan pada mandat peningkatan kinerja yang masif. Target yang harus dicapai adalah kenaikan pendapatan yang signifikan, dari estimasi saat ini di kisaran Rp50 Miliar menjadi Rp100 Miliar pada tahun fiskal 2026. Angka ini menuntut transformasi operasional dan kepemimpinan yang berorientasi pada hasil nyata.
Oka Wiryadi Kurniawan, salah satu calon Direktur Utama (Dirut) Perumda Tirta Musi Palembang, memandang target kenaikan dua kali lipat tersebut bukan sebagai beban, melainkan peluang. Menurutnya, tujuan itu realistis untuk dicapai, asalkan didukung oleh eksekusi lima pilar strategi pendapatan yang terukur dan memiliki dasar analisis pasar yang kuat.
“Target Rp100 Miliar di tahun 2026 adalah peluang nyata bagi Perumda Tirta Musi Palembang untuk menunjukkan performa terbaiknya di antara Perumda air minum di Indonesia,” ujar Oka Wiryadi kepada nusaly.com, Rabu (10/12/2025). Ia menekankan bahwa lompatan performa ini menuntut perubahan mendasar, dengan fokus utama pada efisiensi operasional dan optimalisasi pasar.
Menggarap Margin Tinggi dan Memerangi Kebocoran
Strategi pertama yang dipaparkan Oka berfokus pada perluasan basis pendapatan melalui penambahan pelanggan yang masif dan strategis. Target yang ditetapkan adalah penambahan minimal 20.000 pelanggan baru per tahun.
Penambahan pelanggan ini harus secara agresif menyasar segmen komersial dan industri seperti hotel, restoran, kafe, dan pergudangan.
Segmen ini menghasilkan margin yang lebih tinggi karena menggunakan tarif komersial, berbeda dengan tarif rumah tangga bersubsidi.
Oka memperkirakan, jika proporsi pelanggan baru dari segmen komersial/industri dapat mencapai 30 hingga 40 persen, maka tambahan pendapatan yang diestimasi dapat mencapai Rp 57 miliar per tahun.
Kecepatan eksekusi sangat ditekankan. Oka menyarankan agar inisiatif seperti joint marketing eksklusif dengan developer besar di Palembang harus menjadi prioritas pada 100 hari pertama kepemimpinan baru, guna mengunci pasokan air bagi kawasan perumahan dan bisnis baru.
Tantangan kedua yang harus ditaklukkan adalah isu Non Revenue Water (NRW) atau tingkat kehilangan air, yang saat ini diperkirakan berada di kisaran 25–35 persen.
NRW bukan sekadar kerugian finansial, melainkan kerugian etis dan pelayanan publik. Air yang hilang di jaringan berarti air tersebut tidak tersalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan, terutama di area krisis.
Oka Wiryadi menargetkan penurunan tingkat NRW sebesar 10 persen dalam satu tahun fiskal, yang berpotensi menambah pendapatan antara Rp 10 Miliar hingga Rp 12 Miliar.
Penurunan ini akan dicapai melalui strategi multi-dimensi, yang meliputi penerapan District Metered Zone (DMZ) untuk mempermudah monitoring, deteksi kebocoran, dan pengendalian tekanan di zona-zona kecil.
Selain itu, langkah fisik berupa penggantian pipa tua di titik kritis, serta penertiban sambungan ilegal yang selama ini menjadi sumber kerugian, juga harus diintensifkan.
Diversifikasi Bisnis dan Akuntabilitas Penagihan
Langkah strategis ketiga diarahkan pada eksplorasi pendapatan dari sektor non-air. Berdasarkan praktik Perumda besar nasional, sektor non-air dapat menjadi sumber pertumbuhan signifikan yang realistis menyumbang Rp 10 Miliar hingga Rp 15 Miliar per tahun bagi Tirta Musi.
Diversifikasi ini meliputi pengembangan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT), Penjualan Air Curah B2B kepada kawasan industri yang belum terjangkau jaringan utama, dan layanan Konsultasi Water Safety Management untuk segmen komersial.
Sementara itu, perbaikan tata kelola menjadi fokus pilar keempat. Oka menekankan pentingnya digitalisasi penuh sistem billing dan penggunaan payment gateway untuk mencapai tingkat collection rate 98 persen hingga 99 persen.
Peningkatan efisiensi penagihan dari perbaikan tata kelola ini diperkirakan menambah Rp 5 Miliar hingga Rp 8 Miliar.
Untuk menekan piutang macet secara drastis, Tirta Musi juga dipertimbangkan untuk mengimplementasikan smart valve (katup cerdas) yang memungkinkan pemutusan layanan otomatis pada pelanggan tunggakan, tentu saja setelah melalui proses legal yang ketat.
Pilar terakhir adalah opsi pendukung penyesuaian tarif sebesar 5–10 persen, jika tarif air saat ini belum mencapai Full Cost Recovery (FCR)—sebuah keharusan regulasi agar BUMD Air Minum dapat mandiri secara finansial.
Oka menekankan bahwa penyesuaian tarif adalah langkah sensitif yang harus dibarengi dengan kampanye komunikasi publik yang kuat dan transparan.
Komunikasi publik harus menjelaskan bahwa kenaikan tarif bertujuan mendanai perbaikan layanan dan menjamin kualitas pasokan air yang berkelanjutan. Penyesuaian tarif yang bijaksana, jika diperlukan, dapat menambah Rp 6 Miliar hingga Rp 10 Miliar.
Secara kumulatif, lima pilar strategi yang dipaparkan Oka Wiryadi Kurniawan ini menghasilkan potensi tambahan pendapatan hingga Rp 102 Miliar per tahun. Keberhasilan strategi ini, menurut Oka, memerlukan perubahan mendasar dalam tata kelola internal.
Ia menyarankan direksi baru segera membentuk Tim Percepatan Pendapatan (TPP) dan menerapkan Key Performance Indicator (KPI) ketat bagi manajer dan direksi.
Selain itu, Fokus 100 Hari Pertama harus diberikan prioritas tinggi, mencakup pemetaan jaringan NRW tertinggi, percepatan pendaftaran pelanggan baru, dan rebranding layanan pelanggan, termasuk aktivasi Call Center 24 Jam yang efektif, demi memulihkan kepercayaan dan akuntabilitas publik.
(dhi)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
