Palembang, NUSALY – Pilkada serentak 2024 di Sumatera Selatan dibayangi oleh potensi kapitalisasi, di mana calon kepala daerah (Cakada) dengan finansial kuat diduga memberikan mahar untuk mendapatkan dukungan partai politik (Parpol). Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan tersingkirnya kader-kader potensial yang tidak mampu memenuhi tuntutan finansial tersebut.
Pergeseran Fokus Pilkada: Dari Visi Misi ke Finansial
Pengamat Politik Sumsel, Bagindo Togar, menyoroti fenomena ini dengan keprihatinan. Pilkada yang seharusnya menjadi ajang pertarungan gagasan dan visi misi untuk memajukan daerah, kini terdistorsi oleh kekuatan uang.
“Jika kapitalisasi Pilkada dukungan Parpol berdasarkan kinerja, memiliki jaringan dan kekuatan lengkap untuk memajukan daerah, berprestasi dan lainnya, itu oke. Namun, jika dukungan Parpol diberikan atas dasar finansial, tidak punya kinerja, tak ada prestasi, terlebih pernah tersangkut masalah hukum maka ‘larinya’ akan ke APBD,” ujarnya.
Pilkada Muba: Contoh Nyata Kapitalisasi
Bagindo menunjuk Pilkada Musi Banyuasin (Muba) sebagai contoh nyata kapitalisasi Pilkada. Salah satu pasangan calon (Paslon) diduga memborong kursi Parpol untuk bisa maju, sementara pesaingnya yang memiliki hasil survei lebih baik justru terjegal karena tidak mendapatkan dukungan Parpol.
Potensi Penyalahgunaan APBD
Sebagai daerah dengan APBD terbesar di Sumsel mencapai Rp 4,2 triliun, Muba memiliki potensi besar untuk disalahgunakan oleh kepala daerah yang terpilih melalui jalur kapitalisasi.
“Tidak punya kinerja dan prestasi, hanya mengandalkan finansial. Ini terjadi karena ada kapitalisasi Pilkada. Kemudian ketika menjabat APBD dipakai untuk mengembalikan modal,” terang Bagindo.
Dampak Buruk Kapitalisasi bagi Ekonomi Daerah
Ketua Himpunan Pengusaha Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HIPKA) Sumsel, Qodri Usman Siregar, juga menyuarakan kekhawatirannya. Terpilihnya Cakada hasil kapitalisasi dengan kemampuan finansial yang kuat dapat berdampak buruk pada iklim usaha di daerah.
“Visi misi Cakada maju dalam kontestasi seharusnya untuk membangun daerah, bukan dalam tanda kutip untuk hal yang lain seperti mencari profit, memperkaya diri sendiri atau kelompok. Jika mereka terpilih, dunia usaha akan terganggu. Contoh simpelnya soal perizinan, bisa saja ada tambahan-tambahan biaya di bawah meja yang diberlakukan,” ujarnya.
Harapan akan Pemimpin Terbaik
Qodri Usman Siregar berharap Pilkada 2024 dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin terbaik yang benar-benar berkomitmen untuk membangun daerah. Ia mengingatkan bahwa kasus-kasus hukum yang melibatkan kepala daerah di Muba dan Muara Enim harus menjadi pelajaran berharga.
“Di Muara Enim sampai berganti 6 kali kepala daerah karena ada OTT KPK, di Muba 3 kali ganti. Sebagai pengusaha, tentu kita tak ingin ini terjadi. Ada keluh kesah anggota HIPKA terkait ini, daerah yang tak kondusif membuat ekonomi juga tak kondusif. Kita harap Pilkada ke depan menghasilkan pemimpin terbaik dan kemenangan bagi semua,” tukasnya.
Kapitalisasi Pilkada menjadi ancaman serius bagi demokrasi dan pembangunan daerah di Sumatera Selatan. Praktik ini tidak hanya mencederai nilai-nilai demokrasi, tetapi juga dapat berdampak buruk pada perekonomian daerah. Oleh karena itu, semua pihak, termasuk partai politik, masyarakat, dan penyelenggara pemilu, harus bersatu padu untuk mencegah praktik kapitalisasi Pilkada dan memastikan bahwa Pilkada 2024 menghasilkan pemimpin-pemimpin terbaik yang benar-benar berkomitmen untuk memajukan daerah dan mensejahterakan rakyat. ***
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.