Site icon Nusaly

Lahan Sawit 112 Hektare Milik 53 KK di MUBA Diduga Dirampas Oknum Mengatasnamakan Perusahaan, Akses Warga Diportal

Lahan Sawit 112 Hektare Milik 53 KK di MUBA Diduga Dirampas Oknum Mengatasnamakan Perusahaan, Akses Warga Diportal

Lahan Sawit 112 Hektare Milik 53 KK di MUBA Diduga Dirampas Oknum Mengatasnamakan Perusahaan, Akses Warga Diportal. Foto: Dok. Sumeks.co

Musi Banyuasin, NUSALYKonflik agraria yang melibatkan lahan perkebunan kembali mencuat di Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA), Sumatera Selatan. Sebanyak 53 Kepala Keluarga (KK) di Desa Sidomulyo, Kecamatan Tungkal Jaya, MUBA, mengklaim lahan perkebunan kelapa sawit seluas 112 hektare milik mereka diduga dirampas dan dikuasai secara sepihak. Insiden dugaan perampasan ini terjadi pada Senin (21/4/2025), melibatkan oknum-oknum yang disebut warga mengatasnamakan sebuah perusahaan perkebunan sawit.

Menurut penuturan warga, oknum-oknum terduga pelaku tidak hanya menguasai fisik lahan, tetapi juga melakukan tindakan intimidasi. Mereka diduga menutup akses jalan warga menuju lahan perkebunan dengan cara memasang portal menggunakan alat berat seperti ekskavator.

Selain itu, sejumlah oknum preman juga ditempatkan di lokasi tersebut untuk berjaga-jaga, menciptakan suasana yang mencekam dan menghalangi warga untuk masuk ke lahan mereka.

Situasi semakin memprihatinkan bagi warga Desa Sidomulyo. Beberapa warga, termasuk Kepala Desa, justru dilaporkan oleh oknum-oknum terduga pelaku ke Polres Musi Banyuasin. Mereka dituduh melakukan berbagai tindak pidana, mulai dari pencurian buah sawit, penguasaan lahan secara ilegal, hingga dugaan pemalsuan surat-surat kepemilikan tanah.

Klaim Warga: Kelola Lahan Turun-Temurun Sejak Era Transmigrasi

NA (40), salah seorang warga Desa Sidomulyo yang lahannya turut diduga diserobot, menceritakan kronologi dan asal muasal sengketa ini. Ia menyebutkan bahwa oknum yang diduga paling berperan dalam insiden ini berinisial ME, yang diklaim NA mengatasnamakan dari perusahaan perkebunan sawit bernama CV Jaya Duta Perkasa.

NA menjelaskan, lahan seluas 112 hektare yang kini disengketakan tersebut telah dikelola oleh warga Desa Sidomulyo dan para leluhur mereka sejak tahun 1985 silam. Sebagian besar warga Desa Sidomulyo merupakan keturunan dari warga transmigran yang ditempatkan di wilayah tersebut pada era program transmigrasi pemerintah.

Para pemilik lahan dari 53 KK tersebut mengklaim memiliki banyak bukti otentik yang mendukung status kepemilikan dan penguasaan sah atas lahan mereka. Bukti-bukti tersebut bervariasi, mulai dari surat-surat penguasaan fisik seperti Surat Pancung Alas, Surat Pengakuan Hak Atas Tanah (SPH), Surat Keterangan Tanah (SKT), hingga Sertifikat Hak Milik (SHM) yang merupakan bukti kepemilikan paling kuat secara hukum.

“Pada tahun 1985, orang tua kami itu yang mengelola lahan itu. Dari awalnya ditanami padi, lalu di tahun 90-an beralih menjadi perkebunan karet, dan sejak tahun 2006 kami tanam sawit hingga sekarang masih kami panen hasilnya,” jelas NA, menunjukkan sejarah panjang pengelolaan lahan oleh warga secara turun-temurun.

Insiden Pencurian Buah Sawit dan Laporan Balik

Konflik di lahan ini bukanlah kali pertama terjadi. NA menceritakan, pada pertengahan Desember 2024 lalu, oknum ME bersama dengan sejumlah orang suruhannya dipergoki oleh warga sedang mencuri buah sawit di lahan milik warga.

Saat itu, warga berhasil mengamankan ME dan orang-orang suruhannya dan membawa mereka ke kantor Desa Sidomulyo. Di sana, mereka sempat diinterogasi oleh warga yang menanyakan dasar klaim kepemilikan ME atas lahan tersebut dan mengapa ia berniat memanen sawit di lahan milik warga yang jelas-jelas telah mereka kelola selama puluhan tahun.

“Dia mengaku memiliki SHM atas lahan itu. Tapi saya bilang waktu itu, kenapa baru sekarang muncul setelah sekian lamanya kami yang berusaha di lahan ini, dari menanam padi, ganti ke karet, dan ke sawit, tiba-tiba kalian seenaknya memanen di ladang kami? Memangnya kalian yang menanam sawit itu?” ujar NA menirukan pertanyaannya saat interogasi di kantor desa. NA menambahkan, ketika ME menjawab bukan dia yang menanam, NA dengan tegas mengatakan bahwa ME dan orang-orangnya adalah pencuri.

Sejak insiden di kantor desa dan penegasan dari warga tersebut, ME bersama dengan orang suruhannya dilaporkan tak pernah kembali lagi untuk memanen sawit atau merawat lahan seperti biasanya. Warga sempat berpikir masalah telah selesai.

Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Pada awal puasa Ramadan lalu (sekitar Maret/April 2025), ME kembali mengusik warga. Bukannya menyelesaikan masalah secara baik-baik, ia justru mengambil langkah hukum dengan melaporkan 3 orang warga Desa Sidomulyo dan Kepala Desa Sidomulyo ke Polres Musi Banyuasin. Laporan tersebut berisi tuduhan pencurian buah sawit, penguasaan lahan secara ilegal oleh warga, dan dugaan pemalsuan surat-surat tanah oleh warga.

“Kepala Desa dan 3 orang warga dipanggil ke Polres di hari yang sama untuk dimintai keterangan terkait laporan itu,” tambah NA. Dan yang membuat warga geram, bersamaan dengan proses hukum yang sedang berjalan di Polres, oknum-oknum terduga pelaku ini justru mengambil tindakan fisik di lapangan. “Mereka menguasai lahan kami dengan menurunkan ekskavator untuk merusak jalan akses utama kami ke lahan perkebunan, dan menempatkan sejumlah oknum preman di sana serta mendirikan pondok penjagaan,” ungkap NA, menggambarkan tindakan unilateral yang diambil pihak terduga pelaku.

Saat jalan akses ke lahan tersebut ditutup dan dijaga preman, beberapa warga sempat mendatangi pondok penjagaan tempat para preman itu berada.

NA menegaskan bahwa, semestinya, dengan adanya laporan yang telah dibuat ke Polres MUBA, hal itu tidak serta merta memberikan hak kepada oknum ME dan pihak yang mengatasnamakan perusahaan untuk menduduki dan menguasai lahan milik 53 KK warga Desa Sidomulyo. Proses hukum seharusnya berjalan di ranah pengadilan untuk membuktikan kepemilikan yang sah.

Mirisnya, setelah menduduki lahan sawit tersebut, oknum-oknum terduga pelaku dilaporkan mulai memanen buah sawit yang merupakan hasil jerih payah warga selama ini. Tindakan ini semakin memperparah kerugian dan penderitaan 53 KK pemilik lahan yang kini terhalang aksesnya ke kebun mereka sendiri.

Kasus dugaan perampasan lahan ini kini menjadi bola panas yang memerlukan perhatian serius dari aparat kepolisian dan pemerintah daerah. Warga berharap proses hukum dapat berjalan objektif dan adil, serta hak-hak mereka sebagai pemilik lahan yang sah dapat dipulihkan. Penting bagi pihak berwenang untuk segera menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum yang tepat dan mencegah terjadinya potensi konflik sosial yang lebih luas di masyarakat. (jon)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version