Sumatera Selatan

Padi Apung Jadi Solusi Pertanian Lahan Rawa di Sumatera Selatan

Inovasi teknologi padi apung dikembangkan di Sumatera Selatan sebagai jawaban atas tantangan 73 persen lahan baku sawah yang berupa rawa. Metode ini berpotensi meningkatkan Indeks Pertanaman hingga 100 persen dan menjamin produksi di tengah curah hujan tinggi.

Padi Apung Jadi Solusi Pertanian Lahan Rawa di Sumatera Selatan
Padi Apung Jadi Solusi Pertanian Lahan Rawa di Sumatera Selatan. (Dok. Istimewa)

PALEMBANG, NUSALYPemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) terus mengembangkan teknologi padi apung sebagai inovasi pertanian untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) di lahan rawa. Upaya ini menjadi solusi strategis mengingat 73 persen dari total luas lahan baku sawah (LBS) di Sumsel merupakan kawasan rawa.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel Bambang Pramono mengatakan, padi apung menjadi salah satu solusi berkelanjutan menghadapi kondisi iklim ekstrem, termasuk curah hujan tinggi dan banjir. Ia menegaskan, kualitas hasil panen padi apung juga sama baiknya dengan hasil padi di media tanam lain.

”Padi apung ini akan terus kita kembangkan. Meskipun secara ekonomis belum menguntungkan karena media apungnya masih mahal, namun potensinya sangat besar untuk lahan rawa di Sumsel,” ujar Bambang.

Strategi Peningkatan Indeks Pertanaman

Menurut Bambang, pengembangan padi apung diyakini dapat meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) di Sumsel. Saat ini, IP di Sumsel baru mencapai 1,22 kali tanam per tahun. Angka ini berarti baru sekitar 22 persen lahan yang dapat ditanami padi sebanyak dua kali dalam setahun.

”Kalau padi apung berhasil, IP bisa meningkat tajam menjadi 1,5 atau bahkan 100 persen. Ini akan berdampak langsung pada ketahanan pangan daerah,” jelasnya.

Inovasi ini akan membantu petani tetap bisa berproduksi meskipun di tengah kondisi lahan tergenang air. Petani tak perlu khawatir lahannya terendam banjir, karena media tanamnya mengapung dan mengikuti ketinggian air.

Mereduksi Biaya Lewat Riset Kolaboratif

Tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah biaya media apung yang masih tinggi. Bambang menjelaskan, saat ini media yang digunakan untuk padi apung antara lain styrofoam, plastik, dan High-Density Fiber (HDF).

Meskipun biayanya mahal, penggunaan styrofoam dinilai cukup efisien karena dapat dipakai hingga sepuluh kali masa panen, atau setara lima tahun penggunaan. ”Dengan perhitungan itu, ke depan biaya bisa lebih murah dan kita berharap teknologi ini bisa dikembangkan secara masif,” katanya.

Untuk mengatasi tantangan biaya ini, Dinas Pertanian Sumsel menggandeng Universitas Sriwijaya (Unsri) dan sejumlah perguruan tinggi lain di Sumsel. Kolaborasi ini difokuskan pada penelitian bahan media apung alternatif yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.

”Sekarang kita fokus mencari media apung yang paling optimal. Jika tantangan biaya bisa kita atasi, maka teknologi ini bisa diterapkan secara lebih luas dan menjadi solusi berkelanjutan bagi lahan rawa kita,” tukas Bambang.

(desta)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version