PALEMBANG, NUSALY.COM – Polemik seputar hilangnya 200 kilogram rendang yang dimasak oleh konten kreator Willy Salim di pelataran Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang, Sumatera Selatan, pada Selasa, 18 Maret 2025 lalu, semakin berkembang. Jika sebelumnya hanya menjadi perbincangan viral di media sosial, kini muncul dugaan kuat bahwa kejadian tersebut merupakan sebuah rekayasa (settingan) yang bertujuan untuk menciptakan konten yang menarik.
Ironisnya, dugaan settingan ini justru berbalik arah dan dianggap merusak nama baik Kota Palembang. Menanggapi hal ini, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Selatan (Sumsel), Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Andi Rian R Djajadi, meminta kepada masyarakat yang merasa dirugikan oleh konten tersebut untuk segera melaporkannya kepada pihak kepolisian.
Insiden hilangnya rendang dalam waktu singkat terjadi saat Willy Salim dan timnya menggelar acara buka bersama dengan warga Palembang di kawasan BKB. Setelah memasak rendang seberat 200 kilogram, Willy Salim dikabarkan meninggalkan lokasi memasak dengan alasan hendak pergi ke toilet. Namun, saat ia kembali, rendang yang belum sepenuhnya matang itu sudah ludes diambil oleh warga yang berada di sekitar lokasi.
Dugaan Settingan Mencuat dari Obrolan Grup Pariwisata
Kecurigaan bahwa kejadian ini merupakan settingan semakin menguat setelah tangkapan layar (screenshot) obrolan dari sebuah grup WhatsApp yang beranggotakan orang-orang yang bergerak di bidang pariwisata Palembang beredar luas di media sosial. Dalam obrolan tersebut, terdapat pernyataan yang menyebutkan bahwa Willy Salim memang sengaja membuat konten tersebut dengan cara meninggalkan lokasi memasak selama kurang lebih 25 menit agar rendangnya habis direbut warga. Tujuannya adalah untuk menciptakan konten yang dianggap seru dan menarik perhatian. Bahkan, dalam percakapan tersebut disebutkan bahwa jika rendang dimasak hingga matang sempurna, prosesnya bisa memakan waktu hingga menjelang sahur.
Salah satu anggota grup WhatsApp tersebut bahkan menuliskan pengalamannya berada di lokasi kejadian. Ia menyebutkan bahwa Willy Salim tidak pergi ke toilet, melainkan menuju mobil untuk makan. Selain itu, rendang tersebut tidak dijaga dengan baik, hanya ada dua petugas kepolisian yang berjaga. Lebih lanjut, disebutkan bahwa rendang tersebut masih membutuhkan waktu sekitar empat jam lagi untuk matang sempurna, sehingga tim Willy Salim memutuskan untuk merekayasa kejadian tersebut.
Kapolda Sumsel Persilakan Warga Melapor Jika Merasa Dirugikan
Menanggapi video viral dan dugaan settingan tersebut, Kapolda Sumsel Irjen Andi Rian R Djajadi saat dikonfirmasi oleh detikSumbagsel pada Sabtu, 22 Maret 2025, memberikan tanggapannya. Ia mengatakan bahwa jika ada masyarakat yang merasa dirugikan oleh konten video Willy Salim tersebut, mereka dipersilakan untuk membuat laporan kepada pihak kepolisian agar dapat ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Menurut saya simpel saja, kalau ada masyarakat yang merasa dirugikan oleh konten itu (konten video Willy Salim masak rendang 200 kilo diduga di-setting), laporkan saja,” ujar Irjen Pol Andi Rian R Djajadi, seperti dikutip dari detikSumbagsel.
Pernyataan Kapolda Sumsel ini membuka peluang bagi masyarakat yang merasa nama baik Kota Palembang tercoreng akibat konten tersebut untuk mengambil langkah hukum. Jika terbukti adanya unsur rekayasa yang merugikan, pihak kepolisian tentu akan melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Perbandingan Negatif dengan Papua di Media Sosial
Dampak dari konten Willy Salim ini ternyata tidak hanya berhenti pada perdebatan mengenai settingan atau bukan. Di media sosial, khususnya Instagram, muncul berbagai postingan dari kreator lain yang membandingkan video pembagian rendang di Palembang dengan video pembagian makanan di Papua. Narasi yang dibangun dalam perbandingan tersebut cenderung negatif terhadap warga Palembang, dengan menyebutkan bahwa pembagian rendang di Papua berlangsung tertib, sementara di Palembang tidak tertib dan bahkan cenderung anarkis hingga menyebabkan rendang yang belum matang ludes dalam waktu singkat.
Postingan Willy Salim yang menampilkan kejadian tersebut sontak dibanjiri ribuan komentar negatif dari warganet. Banyak dari mereka yang merasa kecewa dan memberikan anggapan negatif terhadap warga Palembang secara keseluruhan akibat video tersebut. Hal ini tentu sangat merugikan citra Kota Palembang sebagai daerah yang dikenal dengan keramahan dan keharmonisan masyarakatnya.
Potensi Dampak Hukum dan Etika Konten Kreator
Kasus dugaan settingan konten yang dilakukan oleh Willy Salim ini juga membuka diskusi mengenai etika seorang konten kreator dalam membuat konten di ruang publik. Jika memang terbukti adanya unsur rekayasa yang bertujuan untuk mendapatkan popularitas atau keuntungan pribadi tanpa memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat atau citra suatu daerah, hal ini tentu sangat disayangkan.
Selain itu, tidak menutup kemungkinan adanya potensi dampak hukum jika ada pihak yang merasa dirugikan secara materiel atau imateriel akibat konten tersebut. Pihak kepolisian sendiri telah memberikan lampu hijau bagi masyarakat yang merasa dirugikan untuk melaporkan kejadian ini.
Willy Salim Masih Bungkam
Hingga saat ini, Willy Salim belum memberikan klarifikasi atau tanggapan resmi terkait dengan tudingan settingan dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh konten rendangnya di Palembang. Sikap diam dari Willy Salim ini justru semakin menimbulkan spekulasi dan memperkuat dugaan di kalangan warganet bahwa memang ada sesuatu yang disembunyikan atau direkayasa dalam kejadian tersebut.
Publik tentu menantikan penjelasan dari Willy Salim untuk mengetahui kebenaran yang sebenarnya. Klarifikasi dari pihak Willy Salim diharapkan dapat meredakan polemik yang berkembang dan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai apa yang sebenarnya terjadi di BKB Palembang pada hari Selasa lalu.
Pentingnya Verifikasi dan Bijak dalam Bermedia Sosial
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat untuk selalu melakukan verifikasi terhadap informasi yang beredar di media sosial dan bijak dalam memberikan komentar atau penilaian. Terlalu cepat menghakimi atau menyebarkan informasi yang belum terkonfirmasi kebenarannya dapat menimbulkan dampak negatif yang luas, seperti yang terjadi dalam kasus ini di mana citra Kota Palembang menjadi taruhannya.
Diharapkan, kejadian ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak, baik konten kreator, masyarakat, maupun aparat penegak hukum, untuk lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam setiap tindakan dan informasi yang disebarkan melalui media sosial. (desta)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.